Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil survei terbaru LSI Denny JA menyebut pamor
Amien Rais sebagai tokoh sekaligus Ketua Dewan Pembina
Partai Amanat Nasional (PAN) menurun. Hal itu terlihat dari tingkat elektabilitas PAN menjelang Pemilu 2019.
LSI Denny JA mencatat suara yang diperoleh PAN masih berada di bawah PKS dan PPP. Pada Agustus PAN memperoleh suara 1,4 persen, pada September sebanyak 1,5 persen, Oktober mendapat 1,9 persen, November mendapatkan 1,6 persen dan Desember hanya mendapatkan 1,8 persen.
Hal itu langsung dibantah oleh Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo. Ia menyebut Amien memiliki posisi khusus di tubuh partainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo mengamini pernyataan survei LSI Denny JA. Menurunnya pamor pendiri PAN itu, kata dia, disebabkan oleh sejumlah faktor.
Pertama, posisi Amien yang sudah tidak menempati posisi jabatan publik mana pun. Hal itu, kata Wasisto, menjadikan Amien tidak mempunyai kekuasaan formal untuk bisa dihormati orang.
Selanjutnya, menurunnya pamor Amien juga disebabkan oleh pernyataan-pernyataan kontroversialnya saat menanggapi suatu isu. Contoh paling lekat adalah terkait pernyataan Amien soal dikotomi Partai Setan dan Partai Allah beberapa waktu lalu.
"Pernyataan beliau di ruang publik cukup kontroversial dan itu mengundang antisimpati kepada publik," ujar Wasisto saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (10/1).
Inkonsistensi sikap politik Amien, ucap Wasisto, ikut memicu penurunan pamornya. Dalam kurun beberapa tahun terakhir, menurutnya, terjadi perubahan sikap politik yang cukup ekstrem dari Amien.
Misalnya, saat ini Amien berada di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang dinilai sangat erat kaitannya dengan penguasa di zaman Orde Baru.
Dalam komposisi koalisi Prabowo-Sandi terdapat sejumlah penggawa masa orde baru, di antaranya, Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), Siti Hediyati Hariyadi (Titiek Soeharto), dan Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut Soeharto). Ketiga sosok itu tak lain merupakan anak dari Presiden RI ke-2 Soeharto.
Sikap politik Amien itu bertolak belakang dengan rekam jejaknya di masa lalu. Pada awal 1990-an atau di akhir masa kepemimpinan Soeharto, Amien dikenal publik sebagai tokoh yang lantang menyuarakan anti Orde Baru.
Amien bahkan mendapat gelar "Bapak Reformasi" karena perjuangannya di masa orde baru. Meski gelar itu pun kontroversial lantaran sejumlah pihak menyebut dirinya hanya mendompleng perjuangan mahasiswa saat itu.
 Demonstrasi gerakan mahasiswa di Gedung DPR, 1998 silam. Amien Rais saat itu disebut sebagian kalangan sebagai Bapak Reformasi. (REUTERS) |
Pada 1998 Amien juga sempat mengkritik Prabowo. Ia pernah meminta Presiden ke-3 RI BJ Habibie untuk menyeret Prabowo ke Mahkamah Militer terkait kasus penghilangan paksa mahasiswa dan aktivis menjelang keruntuhan Orba.
Menurut Wasisto, sikap Amien yang saat ini berbalik mendukung Prabowo itu membuat pamornya sebagai pahlawan reformasi di mata publik hilang.
"Itu sangat berpengaruh, memori publik kan enggak mungkin hilang seketika. Reformasi belum lama terjadi nah kenapa kemudian pindah haluannya cepat itu menunjukan inkosistensi dalam berpolitik," ujar dia.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif Hidyatullah Adi Prayitno menyoroti karier politik Amien yang lekat dengan manuver-manuver cukup ekstrem.
Selain kasus di inkonsistensinya terhadap Orde Baru, Adi menyebut manuver politik Amien dalam mengangkat sekaligus melengserkan Presiden RI Ke-4 Abdrurrahman Wahid alias Gus Dur juga membuat citranya menurun di mata publik.
Amien diketahui, adalah sosok yang membuat poros tengah pada 1999 dan mengusung Gus Dur sebagai calon presiden menghadapi Megawati Soekarnoputri. Namun, dua tahun berselang, tepatnya pada 23 Juli 2001, Amien yang kala itu menjadi Ketua MPR mengesahkan Keputusan Sidang Istimewa MPR yang membuat Gus Dur lengser dari jabatannya.
"Manuver Amien Rais yang menjadikan Gus Dur Presiden dan Manuver dia juga lah yang menurunkannya sebagai presiden, karena ketua MPR-nya Amien Rais. Ya memang sejak awal dia politisi yang memang susah ditebak konsistensi politiknya," ujar Adi terpisah.
Faktor lain adalah cara-cara konfrontatif Amien dalam mengkritik lawan politiknya. Kata Adi, psikologi politik masyarakat pada hari ini sudah cenderung berlawanan dengan gaya lama Amien tersebut.
"Semangat perubahan zaman ini yang agak sedikit lupa ditangkap oleh Amien bahwa seakan gaya ngomong kayak Rambo itu dianggap norak oleh generasi sekarang," ucapnya.
Menurut Adi di usia Amien yang sudah menginjak 74 tahun ini sudah waktunya bagi dia mundur dari panggung politik praktis. Menurut dia Amien sudah tidak pantas berlaku partisan dengan pengalaman dan usianya tersebut.
Saat ini, kata Adi, Amien terlampau partisan dan memiliki resistensi politik yang cukup keras. Hal itu terlihat dari gaya dia dalam mengkonfrontasi lawan politik dan menanggapi segala isu-isu yang berkembang.
Amien terlampau sering mengomentari isu-isu dengan kepentingan politik elektoral. Dengan caranya itu, Amien terlihat selevel dengan juru bicara dan tim sukses, bukan politikus senior.
"Dia apa urusannya bilang Partai Allah Partai Setan itu urusannya jubir dan jurkam, Pak Amien cukup menarasikan yang sifatnya umum dengan pilihan isu yang untuk kepentingan bangsa. Jangan semua dikomentari," ujarnya.
Senada Wasisto menyarankan agar Amien memainkan peran sebagai 'guru bangsa'. Dalam peran itu Amien mundur dari gelanggang politik praktis dan bisa menaungi semua kalangan. Kata Wasisto, dengan peran itu Amien bisa menyelamatkan nama agar masih terhormat di mata publik.
"Ya harusnya beliau mundur dari panggung politik praktis. Itu adalah cara terbaik untuk menyelamatkan nama besar beliau," ucapnya.
Bagi PAN sendiri, Adi menilai sudah waktunya melepas ketergantungan pada ketokohan Amien. Sebab, selama masih bergantung pada ketokohan Amien, PAN akan ikut terpengaruh pada pamor Amien.
"Elektabilitas PAN sejak dulu memang berkat Pak Amien Rais bahkan beliau melampaui PAN sendiri," ujar Adi.
Menurut dia dengan hasil survei LSI Denny JA ini harusnya menjadi momentum bagi PAN untuk mengurangi ketergantungan kepada Amien Rais sebagai figur sentral. Menurut dia sudah saatnya PAN untuk mencari figur sentral selain Amien.
"Banyak figur yang bisa dikapitalisasi yang adaptasi dan penerimaan publiknya luar biasa dan itu tokoh muda, ada Drajad Wibowo, Zulkifli Hasan, tinggal itu saja, bahkan ada Faldo Maldini," kata Adi.
"Kelompok muda ini biarkanlah yang membuat partai ini bergerak tanpa harus bergantung pada salah satu figur," ucapnya menambahkan.