Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah truk teronggok di belakang Pos Polisi
Alas Roban, Gringsing, Kendal,
Jawa Tengah. Kepala Truk hancur tanda bekas kecelakaan. Bannya kempis. Karat menyelimuti sebagian badan truk.
Di samping pos polisi, sebuah mobil Toyota Avanza bekas juga terparkir. Kap mesin mobil itu ringsek. Mobil dan truk tersebut milik korban kecelakaan di Alas Roban.
"Kalau belum diambil, ya kita taruh di sini [Pos Polisi]," kata seorang polisi yang enggan disebut namanya ketika berbincang dengan
CNNIndonesia.com, pertengahan Maret lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita tentang Alas Roban, cerita tentang 'kegelapan'. Ketik 'Alas Roban' di situs berbagi video YouTube, maka akan muncul video misteri tentang hutan, cerita hantu dan kecelakaan lalu lintas.
Petugas polisi itu mengatakan cerita-cerita tentang angkernya Alas Roban itu tak bisa dipercaya begitu saja. "Tergantung orang menilai cerita-cerita," katanya.
Petugas itu sendiri mengaku selama bertugas belasan tahun di Alas Roban, tidak pernah ia mengalami hal-hal menyeramkan.
"Tidak ada (cerita seram) itu," katanya
Polisi bertugas di Pos Polisi Alas Roban dalam dua
shift.
Shift pertama, pukul 08.00 WIB hingga 20.00 WIB dan
shift kedua 20.00 WIB hingga 08.00 WIB keesokan harinya. Setiap
shift terdiri dari dua personel.
Dia berkelakar, justru yang seram adalah serangan teroris. "Bisa dibayangkan kalau kami hanya berdua dan diserang teroris di pos polisi ini, mau lari ke mana kami," katanya.
Polisi itu mengatakan, kini tingkat kecelakaan di Alas Roban mulai menurun drastis dibandingkan tahun tahun-tahun sebelumnya. Tapi, dia tak tahu pasti penurunan angka kecelakaan itu. Yang jelas katanya, kondisi Alas Roban sudah berubah.
Sesuai dengan namanya, Alas (hutan) Roban, jalur ini masih terdiri dari hutan. Tingginya angka kecelakaan hutan yang masuk wilayah Batang dan Kendal ini membuat Alas Roban kerap dijuluki jalur tengkorak.
Alas Roban memang hutan yang dibelah untuk menjadi jalur lalu lintas. Jalurnya cukup ekstrem terdiri dari kelokan dan tanjakan tajam.
Untuk mengurangi risiko kecelakaan di Alas Roban, dibuat dua jalur alternatif yakni lingkar utara dan lingkar selatan.
Kendaraan pribadi dan sepeda motor disarankan melalui utara. Sementara truk biasanya memanfaatkan jalur selatan karena tidak banyak tikungan tajam dan tanjakan curam meski lebih memutar.
Jalur Alas Roban kini tak lagi jadi pilihan. Bukan karena cerita mistis menyeramkan yang jadi legenda. Namun karena sudah ada jalur tol bebas hambatan.
Seorang sopir truk, Anton mengaku lebih memilih jalur tol karena lebih nyaman dengan risiko lebih kecil.
Namun sesekali Anton lewat Alas Roban jika tidak sedang buru-buru sambil berkumpul dengan rekan-rekannya sesama pengemudi truk.
"Lewat Alas Roban kalau santai saja," kata Anton.
Alas Roban selama bertahun-tahun identik dengan kecelakaan. Sejumlah rambu agar pengendara yang melintas berhati-hati dipasang di ruas jalan itu. "Semoga selamat sampai tujuan, ingat berdoa" demikian salah satu rambu yang terdapat di jalur Alas Roban.
Kondisi jalan berkelok dan diselimuti hutan lebat, seringkali membuat pengendara harus ekstra hati-hati dalam mengendarai kendaraan.
Slamet, seorang warga sekitar mengakui tentang cerita-cerita seram yang beredar di sekitar masyarakat. Dia bercerita, dulu sering ditemukan mayat di sekitar Alas Roban.
Nani, istri Slamet menimpali. "Dulu sekitar tahun 1980-an saat saya kecil sering dengar suara tembakan, tahu-tahu besoknya ada mayat," kata dia.
Slamet bahkan menceritakan mitos manusia berkepala anjing. Boleh percaya, boleh tidak, kata dia, sambil menunjuk satu titik di depan rumahnya. Rumah Slamet persis di pinggir jalan persimpangan untuk memasuki jalur Alas Roban dari arah Kendal.
"Titik itu seperti gapuranya, ada penunggunya. Setiap di pasang rambu di tengah jalan cabang itu, selalu saja ada kecelakaan. Bus, truk, mobil pribadi nabrak itu tiang, makanya sekarang enggak ada tiang rambu lagi," katanya.
Dalam bukunya, 'Dua Abad Jalan Raya Pantura', Endah Sri Hartatik mengatakan Alas Roban memiliki kekhasan tersendiri, termasuk soal keangkeran. Alas Roban, menurutnya, menampilkan dua wajah yang akrab dengan masyarakat Indonesia, yakni klenik dan prostitusi.
"Penelitian saya telah membuktikan bahwa prostitusi hadir ketika pangkalan truk, tempat beristirahat para sopir didirikan di sana," kata Endah.
Soal keangkeran Alas Roban, Endah mengembalikannya kepada masyarakat. Namun ia tak menampik bahwa Alas Roban pernah jadi ladang pembuangan mayat-mayat diduga penjahat pada rezim Orba.
"Saya masih ingat, ketika pulang sekolah (SMA) waktu itu. Pagi-pagi ada mayat dalam karung goni, di dalamnya diselipkan uang untuk biaya penguburan, masyarakat sudah tahu itu," ujar dia.
Alas Roban merupakan rimba jati. Belantara yang tak luput jadi renik megaproyek ambisius Jalan Raya Pos semasa Daendels. Alas Roban terbentang di daerah Kendal, Batang. Namanya pamor berlumur kisah mistis.
Dari asal-usul namanya, Roban bermula dari kata 'rob' yang berarti air yang naik. Kondisi geografis Alas Roban memang berada di pesisir pantai utara Jawa. Rentan terendam ketika hujan atau volume air laut meningkat. Banyak hutan basah di sekitar roban.
Sejarawan Arief Dirhamzah menyebut eksistensi Alas Roban telah ada sejak permulaan abad ke-17 era Kerajaan Mataram. Alas Roban merupakan belantara yang dibuka sebagai tanah perdikan.
Pekerjaan membuka (babad) Alas Roban di bawah seorang Raja Pajang (1587-1588 M), bernama Pangeran Benawa yang melepaskan jabatannya dan secara diam-diam pergi berkelana ke timur. Ia pergi karena kecewa, ketika Panembahan Senopati mengangkat diri sebagai Raja Mataram dan tidak mau meneruskan takhta Kasultanan Pajang.
"Sekitar tahun 1605 diperkirakan wilayah Alas Roban mulai terbentuk area permukiman dan persawahan sebagai cikal Bakal sebuah daerah," ujar Arief.
Informasi tersebut bisa ditemukan dalam Babad Serat Kanda, pada bagian Serat Anyariosaken ingkang Adhedekah Wana Sakilening Semarang dados Nagari Kendal tuwin Parakan. Pangeran Benawa menyerahkan penugasan babad Alas Roban kepada Ki Bahurekso, yang merupakan seorang panglima armada laut kerajaan Mataram.
Jika Alas Roban semasa Mataram jadi tempat keramat, maka perwujudannya mulai menjadi angker memasuki masa kolonial hingga era kemerdekaan.
Alas Roban menjadi lokasi yang menyeramkan. Dua alasan yang kerap jadi kambing hitam: pembantaian massal atas kerja semasa Daendels, dan Alas Roban yang jadi 'lubang' pembuangan mayat-mayat penembak misterius (petrus) di tahun 1980an.
"Istilah angker atau tidak angker sebenarnya bergantung persepsi masyarakat. Tapi dalam persepsi masyarakat Jawa, tempat yang paling angker memang hutan," ujar guru besar sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Dr Wasino kepada CNNIndonesia.com.
[Gambas:Video CNN]Wasino mengatakan persepsi masyarakat memang turut terbentuk ketika wilayah itu jadi pemberitaan sebagai lokasi pembuangan mayat penembakan misterius. Masyarakat, kata Wasino, dibumbui berita mengenai banyaknya mayat bertato, yang dipandang rezim orde baru saat itu sebagai penjahat sekaligus residivis.
"Ya, persepsi masyarakat sedemikian terbentuk," kata Wasino.
Kini wajah Alas Roban kembali berubah. Kata Slamet, sejak pembangunan dua jalur alternatif di Alas Roban, kondisi sempat berubah. Volume kendaraan yang melintas semakin banyak setelah pembangunan jalur alternatif.
"Tadinya satu jalur berkelok, sekarang jadi tiga. Padang Roban," kata Slamet.
Namun, setelah munculnya tol Trans Jawa, kondisi kembali seperti ke masa lalu. Hutan kembali senyap. Bahkan, kata dia, monyet-monyet yang sempat menghilang kembali lagi.
"Padahal dulu pas dibangun sempat enggak ada, tapi sekarang ada lagi. Saking sepinya, monyet-monyet muncul lagi." kata Slamet.