Jakarta, CNN Indonesia --
Polri menyebut rencana patroli siber di grup Whatsapp (WA) untuk menekan peredaran hoaks dilakukan lewat penyelidikan terhadap tangkapan layar atau
screen capture percakapan grup yang beredar. Dengan kata lain, polisi tak begitu saja masuk ke
grup WA tertentu dan mengawasi semua percakapan.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mencontohkannya dengan pengungkapan kasus hoaks rekayasa percakapan antara dua orang pejabat terkait kasus tersangka dugaan makar Kivlan Zen.
"Yang kemarin kita menggunakan Whatsapp itu adalah sebuah
capture, bukan kita langsung mengawasi percakapan di Whatsapp itu," kata Asep di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep menuturkan media sosial (medsos) ada dua jenis, yakni yang bersifat terbuka dan tertutup. Whatsapp, kata Asep, adalah contoh medsos yang bersifat tertutup.
Namun, lanjutnya, sering kali percakapan dalam Whatsapp kemudian di-
capture dan disebarkan ke berbagai medsos yang bersifat terbuka, seperti Facebook serta Twitter. Lewat penyebaran itulah, pihak kepolisian baru melakukan penyelidikan.
"Jadi tidak bisa begitu saja kita masuk [ke grup Whatsapp], jadi semuanya harus dalam melalui prosedur dan mekanisme hukum," ucap Asep.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyebut pihaknya melakukan patroli siber di grup aplikasi WhatsApp.
Alasannya, berdasarkan pengamatan polisi, saat ini peredaran hoaks di sosial media perlahan menurun, tapi mereka beralih ke WhatsApp yang lebih tertutup.
Namun, Ricky menegaskan patroli tersebut bukan berarti pihaknya masuk ke dalam grup WhatsApp. Karenanya, menurut Ricky patroli tersebut tidak melanggar undang-undang dan privasi pengguna WhatsApp.
Menkominfo Rudiantara mendukung patroli siber polisi di WhatsApp dan menyebut itu pasti ada dasar hukumnya.
[Gambas:Video CNN] (dis/arh)