Jakarta, CNN Indonesia --
Polri menyebut patroli grup percakapan di
WhatsApp baru dilakukan setelah penyitaan terhadap ponsel peserta grup itu dilakukan. Syaratnya, sudah ada proses penegakan hukum dan tersangka diketahui.
Hal ini dikatakan terkait polemik patroli grup WhatsApp yang dilakukan Polri yang disebut sejumlah kalangan melanggar privasi dan kebebasan berpendapat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan ada sejumlah tahapan dalam patroli siber yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, upaya pencegahan atau mitigasi terhadap akun yang menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan sebagainya.
Kedua, penegakan hukum. Namun, langkah ini baru ditempuh bila setelah upaya pencegahan akun-akun tersebut tetap menyebarkan hoaks ataupun ujaran kebencian.
 Ilustrasi Whatsapp. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Dalam penegakan hukum tentunya penyidik akan menggali dari alat bukti yang diduga digunakan oleh pelaku," kata Dedi di Mabes Polri, Rabu (19/6).
Dedi menuturkan sebagian besar pelaku penyebar hoaks tersebut diketahui menggunakan akun media sosial, seperti Facebook, Twitter.
Dari media sosial itu, penyidik bakal menggali rekam jejaknya melalui laboratorium forensik digital.
Dedi mencontohkan jika seseorang diketahui menyebarkan hoaks menggunakan
handphone, maka
handphone tersebut akan didalami di laboratorium forensik digital.
"Baru ketemu nanti jejaringnya, oh selain dia menyebarkan dari media sosial, ternyata dia juga menyebarkan dari WhatsAppnya dia, di WhatsApp grup itu. Dari WhastApp grup itu dilihat juga, didalami juga, dianalisa juga, dari WA-WA grup ini siapa yang biasa menyebarkan," tuturnya.
Dengan demikian, Dedi menegaskan patroli siber itu tak serta merta langsung dilakukan ke dalam WhatsApp. Apalagi, ia menyebut Polri tak memiliki cukup tenaga untuk memantau WhatsApp setiap orang.
 Ilustrasi hoaks. ( CNN Indonesia/Andry Novelino) |
"Enggak mungkin juga kita cukup tenaga, cukup teknologi untuk memantau seluruh WhatsApp yang dimiliki oleh hampir 150 juta manusia Indonesia yang menggunakan alat komunikasi berupa
handphone," ujar Dedi.
Dedi juga menegaskan bahwa patroli siber di grup WhatsApp baru akan dilakukan jika penyidik telah mengetahui siapa tersangka penyebar hoaks. Apalagi, jika tersangka penyebar hoaks itu melakukannya dengan
handphone yang dimilikinya.
"Iya (memantau grup WhatsApp) ketika sudah jelas tersangkanya, tersangka penyebarnya," katanya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyebut pihaknya melakukan patroli siber di grup aplikasi WhatsApp.
Alasannya, berdasarkan pengamatan polisi, saat ini peredaran hoaks di sosial media perlahan menurun, tapi mereka beralih ke WhatsApp yang lebih tertutup.
Namun, Ricky menegaskan patroli tersebut bukan berarti pihaknya masuk ke dalam grup WhatsApp. Karenanya, menurut Ricky patroli tersebut tidak melanggar undang-undang dan privasi pengguna WhatsApp.
[Gambas:Video CNN] (dis/arh)