Rayuan Hijrah ke Negeri Khilafah

Gilang Fauzi, Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Selasa, 16 Jul 2019 08:40 WIB
Niatan hijrah untuk bangkit dari kesengsaraan ekonomi malah berujung tragedi bagi Febri (25) dan 17 WNI dalam perburuan di jantung konflik perang saudara Suriah
ISIS mengeksekusi tawanan Jepang karena tak mendapat uang tebusan. (Foto diolah dari detik visual)

Kondisi Suriah saat kedatangan Febri berbeda dengan tahun sebelumnya. Rombongan keluarga Febri pada 2015 mendapat akses terbuka untuk menyeberang dari Kilis, Turki ke wilayah Suriah karena kekuatan ISIS masih diperhitungkan. Perbatasan Raqqa masih minim penjagaan dan hampir tanpa hadangan atau perlawanan.

Febri datang ketika konflik di Suriah semakin meningkat. Kekuatan ISIS sejak deklarasi Negara Islam turut diiringi kehadiran sejumlah kelompok dan faksi perjuangan dengan latar belakang, ideologi dan kepentingan misi yang beririsan.

Setibanya di Hatay, Febri diminta menanggalkan seluruh identitas yang menunjukan statusnya sebagai WNI. Agen penyelundup di perbatasan kemudian mengarahkan sopir bus agar menempuh perjalanan memutari jalur selatan Suriah, menghindari Aleppo yang berbatasan langsung dengan Raqqa.

Para imigran ilegal kemudian beralih menggunakan kendaraan kecil digiring dari Hatay, Turki, melalui jalan tikus ke Kota Idlib dan Hama sebelum tiba di Raqqa. Jarak tempuh ditaksir lebih dari 800 kilometer.

Rayuan Hijrah ke Negeri Khilafah


Belum juga masuk Kota Idlib, kendaraan sudah dicegat kelompok Jabhat al-Nusra. Semua penumpang dipaksa turun, Febri ikut diinterogasi dan diperiksa kelengkapan identitasnya --yang sudah dia buang di perbatasan Turki.

Jabhat al-Nusra adalah salah satu faksi yang memberontak dari pemerintahan Presiden Suriah Bashar Assad namun menolak melebur dengan ISIS. Kelompok milisi ini memilih tetap menginduk ke Al-Qaeda.

Kedatangan Febri dan rombongan memicu bulan-bulanan pertanyaan. Febri bungkam mengungkap tujuan menuju Raqqa untuk bergabung ISIS. Rombongan Febri kompak berdalih datang ke Suriah sebatas untuk menjadi warga sipil.


Mereka akhirnya ditahan karena gelagat mencurigakan. Jabhat al-Nusra sejak itu intens mendatangi rombongan Febri di rumah tawanan dan kerap memberikan intimidasi, baik secara verbal maupun todongan senjata. Kelompok militan itu memaksa rombongan Febri bergabung dengan perjuangan mereka.

"Selama sebulan saya ditahan, ditanya, dan dipaksa bergabung dengan mereka. Ada intimidasi secara verbal kalau tidak mau bergabung bakal ditembak dan segala macam," kata Febri.

Setelah negosiasi alot selama satu bulan, salah seorang dari rombongan mendapat akses berkomunikasi dengan orang di Idlib yang bisa menjembatani koordinasi dengan ISIS. Baru kemudian Jabhat al-Nusra melepas rombongan Febri menuju Idlib.

Pencegatan itu hanyalah satu dari beberapa kejadian yang dialami oleh rombongan Febri selama perjalanan ilegalnya. Febri dan rombongan seiring waktu menghadapi beberapa pengecekan di sepanjang jalur penyelundupan orang tersebut.

"Ketika saya masuk wilayah Suriah itu sudah dikuasai faksi-faksi lain. Saya sempat ke beberapa kota di sana dan sempat tertangkap faksi jihadis lain," kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rayuan Hijrah ke Negeri Khilafah


Setibanya di Idlib, Febri harus menunggu beberapa bulan sementara agen penyelundup berkoordinasi dengan pihak ISIS. Mereka menunggu instruksi melanjutkan perjalanan dari Idlib ke Kota Hama, sebelum masuk jantung pertahanan ISIS di Raqqa.

"Hingga akhirnya Februari 2017, saya bisa masuk ke wilayah ISIS di Kota Raqqa," kata Febri.

Di Raqqa, Febri mendapati kondisi lebih mengerikan dari perjalanan berbulan-bulan menyinggahi kantong-kantong faksi kelompok milisi.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Penyesalan, Teror dan Trauma

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4 5 6
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER