Jakarta, CNN Indonesia -- Awan mendung perlahan menghilang dari langit
Jakarta pada Selasa (25/2) malam.
Banjir belum sepenuhnya surut. Meski langit terlihat cerah malam itu, warga Cipinang Melayu, Jakarta Timur, yang tengah mengungsi di Universitas Borobudur tetap waswas.
Jam menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB ketika
CNNIndonesia.com memasuki kampus yang berada dekat dengan jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) itu.
Aktivitas di lingkungan kampus terlihat ramai. Bukan karena kegiatan belajar mengajar, namun dipenuhi pengungsi banjir Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bunyi deru kendaraan hampir tidak terdengar karena suara-suara percakapan antarwarga. Mereka tampak asyik dengan aktivitasnya masing-masing saat mobil bantuan logistik dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tiba untuk kali kesekian.
Empat bapak tua tengah asyik mengobrol di bangku kayu panjang. Remaja tanggung tengah berperang dalam permainan di gawainya. Sementara sejumlah anak berusia sekolah dasar masih terjaga di malam itu.
Sebagian besar penerangan dipadamkan. Sumber cahaya disediakan hanya berasal dari dua buah lampu sorot yang diarahkan ke masjid Universitas Borobudur.
Para petugas ataupun relawan yang mengenakan seragam berwarna oranye dan biru bahu-membahu mengangkat logistik bantuan yang beberapa di antaranya terdiri dari makanan siap saji, biskuit bayi, selimut dan tikar ke pelataran masjid. Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) terlihat masih berjibaku dengan sapunya untuk membersihkan sisa-sisa sampah di sekitar masjid.
Masjid itu disesaki para pengungsi yang sebagian besar sudah tidur beralaskan tikar. Mereka, para orang tua terlihat mengeloni anaknya yang sudah terlelap.
Tepat di depan pintu masuk, seorang pria bersarung sedang duduk bersila. Dia tampak melamun. Ia memainkan pandangan melihat suasana di luar masjid.
 Banjir di Cipinang Melayu. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Slamet, usia 42, mengaku cemas hujan akan turun lagi di Cipinang Melayu pada hari berikutnya. Pasalnya, menurut dia, debit air yang menggenangi rumahnya sudah mulai surut dan kemungkinan besar akan bisa ditempati kembali dalam waktu dekat. Jika hujan turun, niscaya waktunya akan panjang dihabiskan di tempat pengungsian.
Sepanjang pembicaraan selama setengah jam, matanya sesekali mengintip langit luar melalui sela-sela pintu masjid.
"(Ada) angin, hujan, entar hujan lagi nih jam 12-an ke atas. Langitnya cerah, tapi biasanya gitu jam 12 ke atas [hujan]," kata Slamet.
Slamet mengatakan tinggal di pengungsian melumpuhkan rutinitas sehari-harinya. Ia dapat menilai itu berdasarkan pengalaman yang sudah dirasakan sebelumnya, meskipun, akibat banjir pekan terakhir Februari ini, ia baru sehari tinggal di pengungsian.
"Aktivitas selama di pengungsian, ya, waktu kita mondar mandir
ngontrol rumah," ujar dia.
Warga RT 7 RW 4 Jalan Raya Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, itu juga memboyong dua putrinya dan seorang istri ke tempat pengungsian. Akibat bencana banjir, kedua putrinya harus izin absen kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kedua putri Slamet kini tengah duduk di bangku SMP 80 Halim Perdanakusumah dan SMK di Cawang jurusan perkantoran.
"Sekolahnya terganggu. Sekolah tetap ada aktivitas, cuma kita minta izin," katanya sembari memandang kedua putrinya yang sudah terlelap.
[Gambas:Video CNN]
Akibat banjir ini pula, ia terpaksa untuk tidak bekerja dahulu. Seharinya-harinya, pria yang sudah menetap di Cipinang Melayu selama 19 tahun ini bekerja serabutan dan lebih banyak sebagai tukang servis elektronik dan kendaraan bermotor.
Slamet mafhum banjir merupakan masalah yang cukup kompleks. Menurut dia, lima tahun merupakan waktu yang sedikit bagi pemimpin mengurus segala permasalahan pelik ibu kota, termasuk satu di antaranya soal banjir.
"Kalau buat kritikan dari tahun ke tahun enggak ada perubahannya, sama aja. Mau pemimpinnya siapa juga namanya Jakarta, ya, tetap banjir. Mau pemimpinnya Anies, Ahok,
tetep aja enggak bisa," ucap dia.
"Kalau kita bilang, pemimpin itu sama
aja, sih, karena jangka pendek. Bukan jangka panjang 5 tahun ini. Kecuali 10 tahun dua periode, nah bisalah kita kritik," ucap dia.
Kendati begitu, Slamet mengharapkan pengambil kebijakan dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat lebih memerhatikan aspek lingkungan dalam setiap kebijakan kerjanya. Pasalnya, kata dia, jika terjadi banjir, warga merupakan instrumen pertama yang paling merasakan dampaknya.
"Kalau kita sudah bayar pajak sekian bulan, sekian tahun, ya, artinya dibenahi lagilah tata air, tata ruang, biar ada resapan air supaya gimana hujan enggak langsung banjir," imbuhnya.
Pernyataan di atas dilontarkan Slamet mengacu pada kabar diselenggarakannya ajang Formula E di Jakarta dengan menyerap anggaran pengendalian banjir senilai Rp500 miliar.
Terkait hal ini, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta Dudi Gardesi Asikin mengungkapkan pemangkasan anggaran Rp500 miliar tersebut bukan dialihkan untuk Formula E, melainkan pembangunan sistem air minum Jati Luhur ke Muara Karang.
"Sebenarnya itu saya kira kurang bagus, ya. Kita kan kota Jakarta ini kota besar dan satu jam banjir buat apaan kita harus Formula E. Ada yang diutamakan," ujar dia.
Selain itu, Slamet juga turut menyoroti proyek revitalisasi Monumen Nasional (Monas) yang menurutnya belum diperlukan. Pemprov DKI, simpul dia, hanya menghambur-hamburkan uang saja.
"Kayak Taman Monas itu, buat apa direvitalisasi. Buat apa hambur-hamburin uang sementara kalau bencana ini kita yang repot," ujarnya.
Di pelataran masjid, seorang pejabat beserta jajarannya tampak tengah menghitung sesuatu di kertas yang diselipkan di map kerja. Lurah Cipinang Melayu Agus Sulaeman menyatakan pihaknya sedang menghitung ketersediaan logistik untuk keperluan pengungsi.
Dia mengatakan banyak bantuan didominasi oleh selimut, biskuit bayi, susu UHT dan makanan siap saji yang akan dibagikan kepada 1.080 jiwa.
"Pengungsi di sini 1.080 jiwa dengan 266 KK itu terdiri dari RW 3 dan RW 4 dan sebagian ada RW 10 dan RW 11," kata Agus kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (26/2).
Agus memastikan pihaknya bakal memenuhi keperluan warganya selama masa banjir ini. Termasuk, kata dia, menjamin ketersediaan tempat singgah sembari menunggu air surut.
"Kita sudah koordinasikan. Mereka [pihak kampus dan masjid Universitas Borobudur] tidak mempermasalahkan tempat sebagai pengungsian," klaim dia.
Agus mengungkapkan banjir kali ini tidak separah apa yang terjadi saat pergantian tahun lalu. Akan tetapi, lanjut dia, surutnya air lebih cepat terjadi pada peristiwa banjir sebelumnya dikarenakan saat itu laut Sunter tidak sedang pasang.
"Salah satu dampaknya kemarin itu atau dini hari intensitas hujan cukup lebat. Kemudian juga dapat kiriman dari Sunter Hulu. Terus kemudian normalisasi kali sunter sampai dengan saat ini belum diselesaikan," ungkapnya.
Malam terus bergulir, suasana di Universitas Borobudur belum sepenuhnya sunyi. Di sisi kanan masjid, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) PKPU Human Initiative yang menyediakan minuman gratis ramai disambangi pengungsi.
Organisasi nirlaba tersebut menyediakan begitu banyak saset kopi, susu, dan teh. Pengungsi yang mengetahui bantuan ini terlihat antusias untuk sekadar menghangatkan tubuh. Apalagi, sepanjang hari di pengungsian mereka harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan itu.
"Mbak, kopi hitam, ya," seru warga bergantian.
"Yo, sebentar," jawab perempuan yang merupakan relawan PKPU Human Initiative.
Elsa Fahmi, salah seorang Relawan PKPU Human Initiative mengungkapkan pihaknya baru tiba di lokasi pengungsian pada malam hari. Hal itu, kata dia, karena selama seharian penuh PKPU Human Initiative bergerak bergantian ke sejumlah titik pengungsi.
Mengenai jumlah bantuan logistik yang disediakan, Elsa merasa itu cukup untuk keperluan dua hari.
"Baru malam datang, tadi sebelumnya sempat ke Ciracas, terus Pengadegan, kemudian ke Bidara Cina, baru ke sini," kata Elsa kepada
CNNIndonesia.com.Elsa menjelaskan bahwa PKPU Human Initiative terdiri dari tim evakuasi dan distibusi dapur air. "Fokusnya disaster bencana, pendidikan dan kesehatan," sambungnya.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan sedikitnya sembilan warga meninggal dunia akibat banjir melanda Jakarta dan sekitarnya. Korban tersebar di sejumlah lokasi.
"Hingga Kamis (27/2), korban teridentifikasi di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan dan Kota Bekasi," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/2).
Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah meminta warga menikmati banjir karena menurutnya bencana itu hanya persoalan manajemen air.
"Jadi dinikmati aja, itu kan soal manajemen air. Tubuh kita ini 2/3 persen juga air. Sering keluar air, kan banyak, bisa dari kepala, air mata saja harus pakai manajemen, tergantung situasi," kata Saefullah, Rabu (26/2).
[Gambas:Video CNN]