Akibat banjir ini pula, ia terpaksa untuk tidak bekerja dahulu. Seharinya-harinya, pria yang sudah menetap di Cipinang Melayu selama 19 tahun ini bekerja serabutan dan lebih banyak sebagai tukang servis elektronik dan kendaraan bermotor.
Slamet mafhum banjir merupakan masalah yang cukup kompleks. Menurut dia, lima tahun merupakan waktu yang sedikit bagi pemimpin mengurus segala permasalahan pelik ibu kota, termasuk satu di antaranya soal banjir.
"Kalau buat kritikan dari tahun ke tahun enggak ada perubahannya, sama aja. Mau pemimpinnya siapa juga namanya Jakarta, ya, tetap banjir. Mau pemimpinnya Anies, Ahok,
tetep aja enggak bisa," ucap dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita bilang, pemimpin itu sama
aja, sih, karena jangka pendek. Bukan jangka panjang 5 tahun ini. Kecuali 10 tahun dua periode, nah bisalah kita kritik," ucap dia.
Kendati begitu, Slamet mengharapkan pengambil kebijakan dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat lebih memerhatikan aspek lingkungan dalam setiap kebijakan kerjanya. Pasalnya, kata dia, jika terjadi banjir, warga merupakan instrumen pertama yang paling merasakan dampaknya.
"Kalau kita sudah bayar pajak sekian bulan, sekian tahun, ya, artinya dibenahi lagilah tata air, tata ruang, biar ada resapan air supaya gimana hujan enggak langsung banjir," imbuhnya.
Pernyataan di atas dilontarkan Slamet mengacu pada kabar diselenggarakannya ajang Formula E di Jakarta dengan menyerap anggaran pengendalian banjir senilai Rp500 miliar.
Terkait hal ini, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta Dudi Gardesi Asikin mengungkapkan pemangkasan anggaran Rp500 miliar tersebut bukan dialihkan untuk Formula E, melainkan pembangunan sistem air minum Jati Luhur ke Muara Karang.
"Sebenarnya itu saya kira kurang bagus, ya. Kita kan kota Jakarta ini kota besar dan satu jam banjir buat apaan kita harus Formula E. Ada yang diutamakan," ujar dia.
Selain itu, Slamet juga turut menyoroti proyek revitalisasi Monumen Nasional (Monas) yang menurutnya belum diperlukan. Pemprov DKI, simpul dia, hanya menghambur-hamburkan uang saja.
"Kayak Taman Monas itu, buat apa direvitalisasi. Buat apa hambur-hamburin uang sementara kalau bencana ini kita yang repot," ujarnya.
Di pelataran masjid, seorang pejabat beserta jajarannya tampak tengah menghitung sesuatu di kertas yang diselipkan di map kerja. Lurah Cipinang Melayu Agus Sulaeman menyatakan pihaknya sedang menghitung ketersediaan logistik untuk keperluan pengungsi.
Dia mengatakan banyak bantuan didominasi oleh selimut, biskuit bayi, susu UHT dan makanan siap saji yang akan dibagikan kepada 1.080 jiwa.
"Pengungsi di sini 1.080 jiwa dengan 266 KK itu terdiri dari RW 3 dan RW 4 dan sebagian ada RW 10 dan RW 11," kata Agus kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (26/2).
Agus memastikan pihaknya bakal memenuhi keperluan warganya selama masa banjir ini. Termasuk, kata dia, menjamin ketersediaan tempat singgah sembari menunggu air surut.
"Kita sudah koordinasikan. Mereka [pihak kampus dan masjid Universitas Borobudur] tidak mempermasalahkan tempat sebagai pengungsian," klaim dia.
Agus mengungkapkan banjir kali ini tidak separah apa yang terjadi saat pergantian tahun lalu. Akan tetapi, lanjut dia, surutnya air lebih cepat terjadi pada peristiwa banjir sebelumnya dikarenakan saat itu laut Sunter tidak sedang pasang.
"Salah satu dampaknya kemarin itu atau dini hari intensitas hujan cukup lebat. Kemudian juga dapat kiriman dari Sunter Hulu. Terus kemudian normalisasi kali sunter sampai dengan saat ini belum diselesaikan," ungkapnya.
Malam terus bergulir, suasana di Universitas Borobudur belum sepenuhnya sunyi. Di sisi kanan masjid, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) PKPU Human Initiative yang menyediakan minuman gratis ramai disambangi pengungsi.
Organisasi nirlaba tersebut menyediakan begitu banyak saset kopi, susu, dan teh. Pengungsi yang mengetahui bantuan ini terlihat antusias untuk sekadar menghangatkan tubuh. Apalagi, sepanjang hari di pengungsian mereka harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan itu.
"Mbak, kopi hitam, ya," seru warga bergantian.
"Yo, sebentar," jawab perempuan yang merupakan relawan PKPU Human Initiative.
Elsa Fahmi, salah seorang Relawan PKPU Human Initiative mengungkapkan pihaknya baru tiba di lokasi pengungsian pada malam hari. Hal itu, kata dia, karena selama seharian penuh PKPU Human Initiative bergerak bergantian ke sejumlah titik pengungsi.
Mengenai jumlah bantuan logistik yang disediakan, Elsa merasa itu cukup untuk keperluan dua hari.
"Baru malam datang, tadi sebelumnya sempat ke Ciracas, terus Pengadegan, kemudian ke Bidara Cina, baru ke sini," kata Elsa kepada
CNNIndonesia.com.Elsa menjelaskan bahwa PKPU Human Initiative terdiri dari tim evakuasi dan distibusi dapur air. "Fokusnya disaster bencana, pendidikan dan kesehatan," sambungnya.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan sedikitnya sembilan warga meninggal dunia akibat banjir melanda Jakarta dan sekitarnya. Korban tersebar di sejumlah lokasi.
"Hingga Kamis (27/2), korban teridentifikasi di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan dan Kota Bekasi," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/2).
Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah meminta warga menikmati banjir karena menurutnya bencana itu hanya persoalan manajemen air.
"Jadi dinikmati aja, itu kan soal manajemen air. Tubuh kita ini 2/3 persen juga air. Sering keluar air, kan banyak, bisa dari kepala, air mata saja harus pakai manajemen, tergantung situasi," kata Saefullah, Rabu (26/2).
(pmg)