BKKBN: Stunting Naik karena Hamil Tak Diinginkan Saat Corona

CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2020 21:07 WIB
Ilustrasi Bayi dan Ibu
Ilustrasi kelahiran. (hepatocyte/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan peningkatan angka kehamilan tak dikehendaki bisa menambah beban ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Terlebih, ada penurunan pemakaian alat kontrasepsi atau pelayanan Keluarga Berencana (KB) selama pandemi Corona. Sementara, jumlah pasangan usia subur mencapai 52 juta.

"Kalau seandainya jumlah kelahiran dan kehamilan bertambah, beban BPJS [Kesehatan] besar. Artinya ini konsekuensinya besar. Karena sekarang ini orang hamil dan melahirkan itu banyak ditanggung BPJS," ujarnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (12/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasto menggarisbawahi soal kenaikan jumlah kehamilan yang tidak dikehendaki karena tidak sempat mengakses layanan KB. Kehamilan jenis ini, lanjutnya, bisa mengancam peningkatan angka stunting atau kekerdilan, angka kematian ibu, dan angka kematian janin.

Hal ini, lanjutnya, bisa terjadi jika jarak kehamilan dari kehamilan yang sebelumnya tak sampai dua tahun. Untuk menghindari komplikasi, ia menyarankan jarak kehamilan seseorang lebih dari itu.

"Nah ini masalahnya, kalau yang lahir itu kualitas rendah dalam arti banyak stunting, banyak prematur. Kemudian sudah memberikan beban ekonomi dari sisi proses persalinan dan kehamilan, masih memberi beban dalam arti ketika lahir menjadi produk yang tidak berkualitas, menjadi berat," tuturnya.

Insert Artikel Pembatasan Kegiatan Saat PSBBFoto: CNNIndonesia/Basith Subastian
Selain itu, Hasto mengungkap angka kehamilan anak di bawah 19 tahun juga termasuk tinggi. Angkanya meliputi rata-rata 26 anak dari seribu orang hamil.

Namun, ia mengingatkan bahwa angka kehamilan maupun kehamilan tak diinginkan yang dicatat pihaknya merupakan kehamilan dalam pernikahan. BKKBN, katanya, tak mencatat angka kehamilan pranikah.

Untuk itu, menurutnya, pelayanan KB bagi pasangan yang tidak berencana mempunyai anak jadi penting. Hasto mengatakan dari rata-rata 100 pasangan usia subur yang tidak pakai alat kontrasepsi, setidaknya 15 bisa hamil.

BKKBN hingga kini masih berupaya mencatat jumlah pasangan yang tidak konsisten memakai kontrasepsi selama pandemi. Jumlah pasangan usia subur di Indonesia sendiri mencapai 52 juta pasangan.

Pihaknya juga sudah mengupayakan penyaluran Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas bidang ini agar bisa mengunjungi masyarakat untuk memberikan pelayanan kontrasepsi.

Sebelumnya, BKKBN menyatakan angka pemakaian alat dan obat kontrasepsi menurun pada bulan Maret dibandingkan Februari 2020 di seluruh Indonesia. Hal ini meningkatkan kekhawatiran ledakan jumlah penduduk atau baby boom.

Penurunan ini ditaksir berhubungan dengan pandemi Corona. Hasto menyatakan banyak akseptor KB yang khawatir terpapar ketika mengakses layanan KB.

[Gambas:Video CNN]

(fey/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER