Corona Tak Kunjung Reda dan Siap-siap New Normal di Indonesia

CNN Indonesia
Senin, 18 Mei 2020 11:00 WIB
Petugas melakukan pemeriksaan cepat COVID-19 (Rapid Test) terhadap warga di Pasar Kembang, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (13/5/2020). Pemeriksaan cepat terhadap sejumlah pedagang di pasar itu guna mengetahui kondisi kesehatan mereka sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.
Petugas melakukan pemeriksaan cepat COVID-19 (Rapid Test) terhadap warga di Pasar Kembang, Surabaya. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Sosiolog senior dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo pun menilai pada dasarnya masyarakat harus merelakan kehidupannya yang biasa di masa lalu, sebelum pandemi virus corona seperti sekarang. Meskipun, katanya, bisa jadi hal tersebut tidak akan mudah diterima masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu, pelonggaran terhadap pelarangan dan pembatasan oleh pemerintah tersebut memiliki potensi besar untuk menyebabkan peta penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin membludak. Meskipun, dia menyadari pada dasarnya masyarakat tidak bisa selamanya dibatasi.

Di satu sisi, Imam mengaku khawatir, apabila terdapat relaksasi akan pembatasan tersebut secara mendadak akan menimbulkan respon berlebihan dari masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imam mencontohkan sejumlah fenomena sosial yang terjadi belakangan ini. Misalnya saja, kata dia, saat pemerintah mulai melonggarkan masyarakat untuk dapat berpergian ke luar daerah dengan sejumlah syarat yang ketat selama pelarangan mudik lebaran 2020. Pada kenyataannya, banyak masyarakat yang tanpa kepentingan mendesak mencoba untuk 'mengakali' persyaratan tersebut.

"Orang sekarang dengan mudahnya mudik, naik pesawat, dan sebagainya. Lihat kemarin [Kamis, 14 Mei] di Bandara Soekarno Hatta, dengan segala macam cara [bisa padat seperti itu]," kata dia.

Terkait larangan mudik itu, memang pemerintah melalui Surat Edaran 4/2020 Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah memberikan sejumlah syarat ketat bagi masyarakat yang ingin berpergian. Misalnya, kegiatan dilakukan ketika ada unsur kegentingan bagi masyarakat seperti keluarga meninggal, sakit, bebas dari Covid-19, dan urusan pekerjaan yang dikecualikan.

Hanya saja, sejumlah cara dilakukan masyarakat untuk mengakali persyaratan itu. Misalnya, terakhir beredar Surat Kesehatan bebas Covid-19 yang palsu yang dijual bebas di toko online (e-commerce) atau Pelabuhan. Per 15 Mei 2020, polisi sendiri telah menetapkan 7 orang tersangka di Bali karena menjual surat palsu itu.

"Masalahnya kan, semua pengecualian-pengecualian dengan persyaratan yang ada itu, orang akan cari jalan," kata Imam.

Oleh sebab itu, menurut dia pemerintah perlu memikirkan masak-masak ketika hendak melakukan relaksasi ataupun pelonggaran pembatasan yang sudah berjalan selama ini.

Adaptasi yang dilakukan pun perlu secara selektif dan juga bertahap. Sejumlah sarana dan prasarana harus dipastikan telah siap jika nantinya terjadi lonjakan kasus positif akibat pelonggaran itu.

Menurut Imam, masih banyak masyarakat yang menilai bahwa persyaratan-persyaratan yang diberikan pemerintah tersebut justru malah menyulitkan kehidupannya. Di satu sisi, ia meyakini kehidupan normal seperti sebelum pandemi virus corona, hampir tidak mungkin dapat dirasakan kembali masyarakat.

"Normal seperti dulu, mungkin tidak akan kembali begitu saja, harus menunggu," kata Imam.

Tim Medis Rumah Sakit Pertamina Jaya memeriksa suhu tubuh seorang pegawai di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Pemeriksaan kondisi suhu tubuh bagi pegawai maupun tamu tersebut untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau Covid-19. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.Petugas memeriksa suhu tubuh pegawai dan tamu yang akan masuk ke sebuah gedung atau komplek bangunan menjadi hal lumrah didapati sebagai bagian protokol pencegahan Covid-19. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jokowi dalam pernyataan dari Istana Merdeka pada Jumat lalu, mencontohkan kondisi new normal di tengah masyarakat. Salah satunya restoran yang cukup diisi separuh dari kapasitas maksimal tempat tersebut. Jokowi yakin aktivitas masyarakat sambil menerapkan protokol kesehatan yang ketat dapat mencegah tertular dari virus tersebut.

"Ini penyakit berbahaya, tapi kita bisa mencegah dan menghindarinya asal jaga jarak yang aman, cuci tangan setelah beraktivitas, pakai masker. Ini penting. Jadi dalam tatanan kehidupan baru nanti memang itu yang harus kita pegang," tuturnya.

Juru Bicara pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan hasil kajian sejumlah pakar berbagai perguruan tinggi menyatakan wabah virus corona di Indonesia akan mulai mereda pada Juni-Juli 2020. Oleh karena itu, dalam pernyataannya pada 8 Mei lalu, untuk merealisasikan hasil perhitungan tersebut, patuh dan disiplin masyarakat dalam menaati protokol kesehatan adalah faktor kunci.

"Patuhi, disiplin dan konsisten," ujar Yurianto di Graha BNPB, Jakarta, 8 Mei 2020.

Sebelumnya, sebuah kajian skema pembukaan kegiatan ekonomi mulai Juni juga beredar di media sosial. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) telah mengonfirmasi kajian tersebut. Skema itu berisi beberapa fase atau tahapan pembukaan kegiatan ekonomi sepanjang Juni-Juli. Dalam kajian itu juga dijelaskan kemungkinan seluruh kegiatan ekonomi bisa berjalan normal pada akhir Juli atau awal Agustus.

Selain itu, pada awal April 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan berdasarkan kajian Badan Intelijen Negara (BIN) penyebaran Covid-19 di Indoensia akan mencapai puncak pada Juli 2020. Berdasarkan data yang dipaparkan Doni dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR yang dilakukan secara virtual dituliskan bahwa sebanyak 106.287 kasus akan tercatat di periode puncak itu.

"Puncaknya akhir Juni atau akhir Juli," kata Doni yang juga Kepala BNPB itu dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR yang dilakukan secara virtual, 2 April 2020.

Meskipun demikian, mantan Pangdam III/Siliwangi ini mengatakan kajian BIN ini bisa tidak terjadi bila langkah-langkah pencegahan terus dilakukan. Itu senada pula dengan apa yang sempat diungkap Jokowi.

"Kalau ditanya ke saya, saya ingin optimis, Juni sudah masuk pada posisi ringan. Sehingga puncaknya ita harapkan pada bulan mei itu betul-betul sudah posisi puncak, kemudian landai dan turun, tapi dengan catatan masyarakat memiliki kedisiplinan yang kuat. Itu, kuncinya di situ" kata Jokowi dalam sesi wawancara khusus acara Mata Najwa di Trans7, 21 April 2020.

Petugas medis dari Badan Intelijen Negara (BIN) saat tes diagnostik cepat (rapid test) COVID-19 di Pondok Betung, Tangerang, Banten, Jumat (14/5/2020). Tes diagnostik cepat gratis ini merupakan program kemanusiaan Indonesia melawan COVID-19 yang dihadirkan oleh BIN untuk seluruh warga dengan target 500 orang setiap harinya, dimana kawasan tersebut merupakan zona merah penyebaran COVID-19 untuk wilayah Banten. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.Petugas dari Badan Intelijen Negara (BIN) saat tes diagnostik risiko Covid-19 di Pondok Betung, Tangerang, Banten, 14 Mei 2020. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Tapi, di balik kondisi The New Normal karena corona, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin mesti mewaspadai kesejahteraan rakyat Indonesia.

Selama masa darurat pandemi corona sejak kasus pertama pada Maret lalu, pada 12 Mei 2020, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengingatkan sudah ada PHK sebanyak 2 juta-3,7 juta orang karena wabah corona. Dia menuturkan fenomena ini akan menambah jumlah orang miskin di Indonesia, karena jumlah pengangguran otomatis meningkat jika jumlah orang yang kehilangan pekerjaan bertambah setiap harinya.

Dari dunia bisnis, Pendiri CT Corp Chairul Tanjung mengakui pada kondisi pandemi Covid-19 telah mengubah paradigma dunia usaha dalam hal interaksi antarorang. Misalnya, konferensi skala besar yang kini selama pandemi memanfaatkan platform teknologi untuk acara serupa. Juga, orang yang memilih belanja daring daripada ke toko langsung.

Dalam diskusi daring dengan anggota Forum Pemred, Kamis (14/5), Chairul mengingatkan the new normal akan membuat perusahaan mengalami efesiensi luar biasa karena pendapatan yang relatif turun. Jika turun, Chairul memperingatkan bisa berakibat pada penyerapan tenaga kerja. Menurutnya, the new normal akibat pandemi virus corona akan mengakibatkan penurunan permintaan tenaga kerja yang akan berpengaruh pula pada tingkat konsumsi domestik.

Data terakhir pemerintah tercatat ada 17.514 kasus corona di Indonesia. Sebanyak 4.219 dinyatakan sembuh dan 1.148 lainnya meninggal dunia. Penambahan kasus per harinya masih tinggi yakni ratusan kasus.  



(mjo, kid/sur)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER