Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mulai menggaungkan tatanan hidup yang baru atau dikenal juga dengan istilah
the new normal di tengah pandemi
virus corona.
Presiden
Joko Widodo menyebut tatanan hidup baru ini membuat masyarakat Indonesia perlu menyesuaikan diri, hidup berdampingan dengan Covid-19 selama vaksin belum ditemukan.
"Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus Covid tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat yang harus kita laksanakan," kata mantan Wali Kota Solo itu pada Jumat 15 Mei lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara global, Indonesia bukan satu-satunya negara yang mempersiapkan kondisi
the new normal akibat pandemi virus corona. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah memberikan pedoman bagi negara-negara soal kehidupan di tengah virus corona.
Banyak perubahan dalam tatanan hidup masyarakat Indonesia selama 2,5 bulan berada di dalam masa pandemi virus corona bisa menjadi potret era normal baru di bulan-bulan ke depan.
Kerja-kerja pemerintahan, khususnya di bidang pelayanan, tak seperti sebelum-belumnya. Pun demikian dengan parlemen dalam pembahasan undang-undang.
Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Diah Natalisa mengatakan, perubahan mekanisme kerja ASN sudah dilakukan ketika pemerintah mengimbau bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Mekanisme itu sangat memungkinkan untuk terus diterapkan untuk kehidupan baru alias
new normal setelah ini.
"Pasca pandemi Covid-19 akan muncul banyak perubahan, termasuk di bidang pelaksanaan pekerjaan ASN. Yang harus menjadi fokus perhatian adalah bagaimana dengan segala dinamika yang ada, pelayanan kepada publik dapat tetap berjalan dengan baik dan efektif," kata Diah saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Pada implementasinya, pengaturan WFH tentu saja tetap harus diatur dengan prosedur baku dan memperhatikan karakter dari masing-masing pekerjaan.
Pertama, pekerjaan yang memungkinkan dilaksanakan WFH secara penuh, misalnya bagi pekerjaan yang tidak mengharuskan pertemuan secara fisik. Contohnya pembuatan kebijakan, pembuatan program, juga penyusunan bahan kajian.
Kedua, pekerjaan yang tidak memungkinkan dilaksanakan WFH secara penuh, namun harus melibatkan tatap muka. Tipe pekerjaan ini seperti pada pelayanan administrasi keuangan, pelayanan imigrasi, serta pelayanan perizinan yang mengharuskan adanya proses verifikasi.
Ketiga, pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan secara WFH, di mana pemberi layanan harus hadir dan melakukan tatap muka dengan pengguna layanan. Jenis pekerjaan ini seperti dokter pada Unit Gawat Darurat (UGD), pemadam kebakaran, dan seterusnya.
Selain memperhatikan jenis pekerjaan, pelaksanaan WFH juga harus memperhatikan kondisi di daerah dan instansi masing-masing. Hal ini dikarenakan tidak semua daerah memiliki dukungan IT yang memadai untuk melaksanakan WFH secara penuh, menurut Diah.
Begitu pula kemampuan pengguna layanan di Indonesia yang cukup bervariasi tingkat pemahamannya terhadap pelayanan digital.
"Inovasi-inovasi yang muncul saat ini harus tetap dipertahankan dan menjadi perbaikan bagi pengelolaan pelayanan publik di waktu yang akan datang," kata dia.
Pun dengan anggota dewan. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan pihaknya akan melakukan penyesuaian seperti yang diutarakan Jokowi, 'hidup berdamai dengan corona'. Menurutnya, sebelum vaksin corona belum ditemukan, DPR akan tetap beradaptasi dalam mekanisme kerja sesuai protokol kesehatan.
"DPR harus dapat melakukan kegiatan tugas-tugas konstitusinya dengan memperhatikan protokol Covid-19. DPR akan menemukan kehidupan normal baru pada saat dan setelah wabah pandemi covid-19 ini," kata Indra.
DPR, kata dia, juga menyiapkan langkah-langkah bilamana pemerintah melonggarkan aturan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar. Apalagi, ketika DPR memasuki masa sidang pada 15 Juni 2020 mendatang.
Jika PSBB dilonggarkan, DPR akan menerapkan protokol kesehatan selama masa sidang nanti. Di sisi lain, peserta rapat juga akan dibatasi.
"Penerapan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah peserta yang rapat adalah kebijakan yang sejalan," jelas Indra.
"Artinya, bisa saja peserta rapat tetap dibatasi dan pada saat yang sama juga protokol kesehatan tetap diterapkan secara ketat sampai vaksin corona ditemukan," tambahnya.
Tidak hanya itu, DPR juga telah menyiapkan beberapa skenario jelang penyelenggaraan sidang-sidang pada bulan Agustus. Seperti diketahui, setiap tahunnya pada 16 Agustus, di kompleks parlemen digelar Sidang Tahunan MPR.
"Yang pada prinsipnya akan terus berkomunikasi dengan Satuan Gugus Tugas Penanggulangan Wabah Pandemi Covid 19, sehingga pelaksanaannya nanti tetap mengacu kepada protokol yang ditetapkan oleh Satuan Gugus Tugas Penanggulangan Wabah Pandemi Covid-19," ujarnya.
Harus BeradaptasiMengenai
the new normal, ahli epidemiolog Universitas Indonesia Syahrizal Syarif mengatakan, masyarakat mau tidak mau harus memulai beradaptasi hidup berdampingan dengan virus corona. Termasuk saat nantinya sudah mulai bekerja di kantor.
Salah satu cara adaptasi itu yakni, masyarakat harus terbiasa memakai masker, rajin mencuci tangan, dan tetap menjaga jarak selama beraktivitas.
"Kalau sudah turun (kasus positif corona), ya kantor bisa buka seperti biasa. Atau mungkin nanti diatur, meja-meja berjarak, disediakan hand sanitizer, kalau mesti keluar kantor, ya harus pakai masker, ruang rapat berjarak," jelas Syahrizal kepada
CNNIndonesia.
Menurut dia, kondisi seperti ini akan bertahan setidaknya hingga setahun ke depan sampai kasus virus corona mereda. Namun, dia meyakini bahwa masyarakat akan semakin terbiasa dengan kehidupan selama wabah virus corona.
"Nanti kan kita beradaptasi. Setiap pergi ke ruang publik harus cek suhu, enggak boleh masuk kalau enggak pakai masker. Lama-lama kan terbiasa juga," ujarnya.
Meski demikian, dia tetap mengkritisi wacana
the new normal atau tatanan kehidupan baru. Pasalnya, saat ini, kasus positif virus corona di Indonesia belum mencapai puncaknya.
Menurut dia, masalah terbesar Indonesia saat ini adalah pemeriksaan spesimen yang belum menggambarkan situasi transmisi masyarakat yang sesungguhnya. Instruksi pemeriksaan 10.000 tes PCR per hari saja belum tercapai.
Sementara, sampai saat ini, kemampuan tes corona baru sekitar 5 ribu sampai 6 ribu per hari. Pemerintah, kata dia, harus mengejar target kapasitas pemeriksaan per harinya.
"Sebelum ngomong itu (new normal), kita ngomong relaksasi kasus menurun, apa saja yang bisa dilakukan. Kalau sudah kelihatan menurun, baru kita ngomong soal normalitas baru," tandasnya.
Selama lebih dari dua bulan masa pandemi corona, kerja-kerja pemerintah dan parlemen selama ini memanfaatkan teknologi. Dalam artian, mereka melakukan rapat-rapat secara virtual.
Diah menyebut selama pandemi, mayoritas pelayanan publik dilaksanakan secara jaringan (daring) atau online. Sebab dampak virus corona membuat pelayanan publik dibatasi dan beberapa pelayanan ditutup.
Kendati begitu, pembatasan dan penutupan sementara pelayanan pada unit penyelenggara pelayanan bukan berarti pembatasan akses masyarakat kepada pelayanan publik.
"Pelayanan dialihkan melalui daring dan mengoptimalkan berbagai media dan aplikasi pelayanan yang selama ini sudah ada digunakan," kata Diah.
Menurut Diah, dengan penggunaan teknologi informasi saat ini memungkinkan pelayanan publik dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Pemanfaatan teknologi informasi juga dilakukan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan berbasis online untuk mengurangi tatap muka langsung dan kerumunan pemohon di kantor pelayanan.
Namun demikian, Diah menyadari, belum semua pelayanan publik dapat dilakukan secara online, dan masih dilakukan secara tatap muka.
Untuk pelayanan seperti ini, pihaknya mengaku telah mempersiapkannya, yakni dengan mengurangi kuota harian pengunjung dan pelayanan tatap muka diarahkan kepada pemanfaatan website dan whatsapp, serta menyediakan drop box yang berada di area kantor yang digunakan untuk menyampaikan dokumen persyaratan.
Kemenpan-RB juga mengakui menerima banyak laporan terkait pelayanan publik selama wabah corona. Dari laporan warga terkait pelayanan publik, sebanyak 392 laporan berkaitan dengan masalah kependudukan seperti status keaktifan NIK/KK, pembuatan KTP-el, serta sinkronisasi data NIK dengan KK penerima bantuan dan subsidi dari pemerintah.
Kendati demikian, ia mengaku tidak banyak laporan yang mempermasalahkan secara langsung mengenai penurunan pelayanan selama pandemi, namun terdapat beberapa laporan di bidang administrasi kependudukan yang mempertanyakan kantor yang tutup selama pandemi.
"Selebihnya masyarakat lebih banyak bertanya mengenai status keaktifan dan prosedur pengurusan NIK yang menjadi syarat kartu pra kerja," ujarnya.
Memanfaatkan teknologi juga dilakukan DPR. Indra menyebut rapat pembahasan sejumlah rancangan undang-undang dilakukan secara virtual melalui rapat video conference.
Secara keseluruhan, selama wabah corona ini, DPR hanya membahas RUU yang dianggap mendesak. Alasannya, DPR ingin lebih fokus ke rapat-rapat yang terkait dengan penanganan Covid-19.
"Untuk RUU yang tetap diagendakan untuk dibahas, DPR RI tetap mengedepankan efektivitas pembahasannya," ujar Indra.
Kendati demikian, dalam setiap rapat virtual, perwakilan dari masing-masing fraksi, para Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) pada setiap alat kelengkapan dewan (AKD), baik yang bersifat komisi atau badan tetap diusahakan hadir secara fisik dengan mengacu kepada protocol darurat corona.
Indra melanjutkan, selama corona ini, anggota AKD juga aktif mengikuti rapat dari rumah atau dapilnya masing-masing, sehingga tetap mengikuti proses pembahasan dan pengambilan keputusan di DPR RI.
"Perlu diketahui bahwa proses pengambilan keputusan di DPR RI, termasuk dalam pembahasan RUU tetap mengacu kepada pendapat Fraksi," ujarnya.
Satu catatan selama wabah corona ini, parlemen turut membahas RUU kontroversial. Sebut saja Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat banyak penolakan dan kritik dari masyarakat.
Selain itu, DPR juga pada wabah virus corona ini mengesahkan hasil revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Padahal revisi rancangan regulasi ini sempat mengundang aksi demonstrasi elemen masyarakat dan mahasiswa pada 2019.
Terkait hal itu, Indra mengatakan penetapan pengambilan keputusan dalam rapat-rapat di DPR tetap sah selama rapat virtual, sepanjang melibatkan fraksi dan pendapat fraksi telah dikemukakan.
"Maka keputusan atas setiap RUU menjadi sah. Di samping itu, keabsahan pengambilan keputusan melalui rapat virtual yang dilaksanakan selama corona ini telah diakui setelah diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI," ujarnya.
DPR, kata Indra, bukan tidak mendengar dan menerima aspirasi dari masyarakat selama wabah virus corona ini. Ia mengaku, pihaknya tetap melakukan dan menjalankan pelayanan publik, termasuk aspirasi.
"Karena DPR telah memiliki model penyampaian aspirasi secara virtual yaitu melalui media sosial seperti Instagram, WhatsApp, Facebook. DPR juga telah memiliki website dpr.now,"ujarnya. Indra menambahkan, selama pandemi virus corona, cara sistem rapat mereka berubah dari yang tadinya secara tatap muka menjadi virtual. Dia mengklaim efektivitas rapat tetap terjaga meski dilakukan secara virtual.
Apalagi rapat virtual ini tetap mengacu pada tata tertib (tatib) sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2020. Khususnya diatur dalam Tata Cara Rapat pada Pasal 279 ayat (6) serta Tata Cara Pengambilan Keputusan pada Pasal 308 ayat (5) dan (6).
"Sebenarnya secara substansi tidak ada bedanya ya, karena efektivitasnya cukup terjaga. Kemudian kedalaman substansi juga terjaga," kata Indra.
Ia mencontohkan, rapat-rapat dengan kementerian secara virtual juga jadi lebih produktif. Pasalnya, pemerintah sebagai mitra kerja DPR jadi tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk melakukan perjalanan ke Gedung DPR.
Sehingga, waktu yang tadinya dihabiskan untuk menempuh perjalanan menuju rapat bisa digunakan lebih banyak dalam rapat secara virtual.
Kendati begitu, Indra mengakui jika pada rapat secara virtual ini ada sedikit perbedaan dari rapat secara tatap muka, salah satunya tidak ada perdebatan dan interupsi selama rapat.
"Memang rapat online ini lebih tertib, semua penyampaian gagasan secara bergilir, semua diatur pimpinan rapat. Interupsi bersamaan nggak terjadi, karena pengaturan secara teknologi nggak mungkin dua tiga orang bersamaan," ujar Indra.
"Misalnya, yang hadir rapat 30 (orang), kan mereka tidak ada yang interupsi langsung, mereka bisa lewat chatting menyampaikan pertanyaan atau pandangan. Saya lihat jadi sangat tertib dan produktif," tambahnya.
Lebih lanjut, soal kehadiran anggota dewan selama rapat virtual juga menurutnya jadi lebih baik. Apalagi, secara moral politik, anggota dewan berkewajiban memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili serta ideologi dan visi partainya melalui agenda politik di DPR yng dilaksanakan dalam rapat-rapat AKD atau paripurna.
Kontrol terhadap kehadiran anggota dewan juga dapat dilakukan secara politik dan kebijakan fraksi, bahkan parpol juga menjadikannya dasar untuk menilai kinerja anggotanya di dewan. Sedangkan secara teknis, kehadiran secara virtual dapat dideteksi dan menjadi bukti kehadiran rapat.
"Ada penilaian bahwa kehadiran secara virtual ini cukup banyak. Karena anggota tidak perlu datang ke gedung DPR, bisa dari rumah atau dapilnya dengan tetap diberikan kesempatan untuk memberikan pendapatnya seperti ketika rapat-rapat biasa," jelas dia.
Lebih jauh Indra mengatakan tidak menutup kemungkinan rapat secara virtual ini akan dijalankan di kemudian hari setelah wabah virus corona mereda. Kendati begitu, kerja-kerja seperti ini akan tetap dievaluasi oleh pimpinan DPR terlebih dulu.
"Kalau lihat sekarang ini, ke depan, walau pandemi sudah berkurang, saya kira problem psikis orang tentang ini (virus corona) akan tetap ada," jelas Indra.
Apalagi sejauh ini rapat virtual juga dinilai sudah berjalan efektif. Hanya, untuk rapat-rapat yang bersifat penentuan keputusan seperti fit and proper test harus tetap dilaksanakan secara tatap muka atau kehadiran fisik.
"(Karena) itu kan harus terus diklarifikasi setiap pernyataan. Itu sudah ada keputusan dewan, yang bersangkutan wajib hadir fisik," jelasnya.
Berpotensi Digugat ke MKSementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi mengatakan, rapat secara virtual ini juga harus dilakukan secara hati-hati, apalagi jika menyangkut pengesahan sebuah produk perundang-undangan.
Pasalnya, menurut Yogi, dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) belum diatur mengenai ketentuan pengesahan UU yang dilakukan lewat rapat virtual.
"Ini kan UU MD3 diatur tata cara sidang, bagaimana semuanya kan. Kemarin kan ramai-ramai, kursi ketua, wakil ketua diatur sampai detail," kata Yogi kepada CNNIndonesia, Rabu (20/5).
"Tapi persoalannya sekarang (rapat) online ini kan enggak diatur. Enggak ada pengaturan penggunaan (rapat) online. Kalau dasarnya hanya WFH dari peraturan pemerintah, dia kan enggak tunduk ke situ, tapi ke MD3," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menilai, sebuah produk perundang-undangan yang disahkan lewat rapat secara virtual ini berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi.
"Menurut saya, selama tidak ada aturannya, tidak sah. Dan potensi untuk digugat ke MK sangat memungkinkan, tapi lebih ke tentang tata caranya, bukan isinya," jelas dia.
Kendati begitu, ia melihat rapat-rapat virtual ini bisa saja diterapkan di kemudian hari pasca wabah virus corona mereda. Misalnya, anggota dewan tidak perlu lagi melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.
Dengan rapat-rapat virtual yang dilakukan selama pandemi ini, anggota dewan seharusnya sudah terbiasa melakukan rapat secara virtual. Kunker ke luar negeri yang tidak terlalu genting juga dapat dibatasi.
"Kunker bisa dibatasi, kecuali urgent ya. kalau cuma lihat (perbandingan) kan bisa kerja sama dengan persatuan pelajar Indonesia di sana, kasih honor dikit di sana buat video confrence, tanya-tanya orangnya, enggak usah kunker-kunker," jelas dia.
"(Jadi) bisa menghemat perjalanan dinas sebetulnya. Karena selama ini yang dikeluhkan, DPR ini kan mahal banget supporting costnya," tambah Yogi.