Tito Bahas Sanksi Calon Kepala Daerah Langgar Protokol Corona

CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2020 19:42 WIB
Mendagri Tito Karnavian mengakui ada pembahasan kemungkinan aturan sanksi diskualifikasi bagi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap ada membahas kemungkinan aturan sanksi diskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Aturan ini kata Tito, tengah dibahas penyelenggara Pilkada bersama pemerintah untuk menindak para calon pilkada. Tahapan Pilkada sendiri saat ini telah melewati masa pendaftaran.

"Selain teguran kami juga sudah sampaikan kemungkinan membahas adanya aturan diskualifikasi. Itu bisa saja terjadi misalnya dengan membuat PKPU atau yang lainnya yang diperlukan," kata Tito saat melakukan konferensi pers usai mengikuti Rapat Koordinasi Khusus terkait Pilkada 2020 di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (9/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun demikian, kata Tito, saat ini yang paling diutamakan adalah sosialisasi Peraturan KPU (PKPU) Pilkada Serentak 2020 yang di dalamnya juga telah ada penjelasan soal protokol kesehatan.

Sosialisasi ini menurut Tito memang harus digalakkan secara masif. Sosialisasi juga tak hanya diberikan kepada para calon kontestan, tetapi seluruh masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Tito juga mengaku telah menegur sedikitnya 56 calon kepala daerah petahana yang menggelar pengumpulan massa saat proses pendaftaran ke KPU setempat yang digelar pada 4 hingga 6 September lalu.

Tito mengakui, teguran itu adalah bentuk ringan dari sanksi yang harusnya diberikan. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan bisa dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya. Itu, kata dia, nantinya harus dengan persetujuan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

"Sementara di luar petahana karena bukan ASN, ini ranah Bapak Ketua Bawaslu dan jajarannya yang melakukan teguran," kata mantan Kapolri tersebut.

"Jangan karena kekuasaan jadi dikorbankan masyarakat banyak. Jadi kami akan monitor sambil jalan. Kontestan yang taat dan kalau tetap taat akan diberikan reward," imbuhnya.

Infografis Pilkada Serentak 2020 di Tengah Covid-19

Peluang Penundaan Pilkada

Terpisah, Kabag Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Saydiman Marto mengatakan tidak menutup kemungkinan terkait penundaan Pilkada Serentak 2020 jika kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia memburuk.

"Saya tidak bilang tidak mungkin dimundurkan ya karena ini kesepakatan semua stakeholder, tapi ada beberapa pertimbangan logis dan realistis yang mungkin menjadi gambaran," kata Saydiman dalam diskusi daring di akun Youtube Rumah Kebangsaan, Rabu (9/9).

Ia menjawab pertanyaan tentang penundaan pilkada jika menimbulkan klaster Covid-19 baru.

Alasan pertama adalah stabilitas pemerintahan. Saydiman menyebut ada 200 daerah yang akan mengalami masa pergantian jabatan pada 17 Februari 2021. Sementara 70 daerah lainnya mengalami masa pergantian di tanggal berbeda tahun depan.

Jika pilkada ditunda kembali, 270 daerah itu akan dijabat pelaksana tugas ataupun penjabat kepala daerah.

Saydiman mengatakan pejabat pengganti itu tidak bisa membuat keputusan strategis layaknya kepala daerah definitif.

Alasan kedua, pemerintah berharap pilkada kali ini jadi ajang mencari kepala daerah yang peduli penanganan pandemi. Karenanya, setiap kandidat diwajibkan memasukkan agenda penanganan pandemi dalam visi-misi.

Alasan terakhir terkait uang yang telah dikeluarkan pemerintah. Saydiman mengatakan pemerintah telah mengeluarkan uang untuk memperbarui data pemilih.

"Apabila terjadi penundaan, maka daftar pemilih itu akan jadi data bergerak dan otomatis akan menambah sumber pendanaan yang lain," ujarnya.

Sebelumnya, opsi menunda pilkada mulai disuarakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat usai pelanggaran protokol Covid-19 dilanggar sebagian besar kandidat.

Penundaan pilkada dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Pelaksanaan pilkada disebut bisa ditunda kembali sampai bencana non-alam dalam hal ini pandemi Covid-19 berakhir.

'Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A,' demikian bunyi Pasal 201A angka 3 UU a quo.

(dhf, tst/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER