Koalisi Masyarakat Sipil menolak pelibatan TNI dalam penanganan pengendalian covid-19 di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Pelibatan ini di antaranya terlihat dari mekanisme penjemputan bagi pasien positif covid-19 oleh TNI jika menolak menjalani isolasi.
"Kami melihat bahwa pelibatan TNI dalam mekanisme penjemputan orang-orang positif covid-19 untuk dilakukan isolasi terkendali berlebihan," dikutip dari keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diketahui berencana menjemput paksa pasien covid-19 yang enggan diisolasi. Penjemputan paksa ini akan melibatkan aparat dari kepolisian dan TNI.
Namun Koalisi Masyarakat Sipil menilai, mekanisme tersebut bukan wewenang TNI dan terkesan sebagai jalan pintas untuk memastikan ketaatan publik, alih-alih melalui pendekatan persuasif yang humanis.
Menurutnya, tindakan menjemput paksa pasien covid-19 untuk keperluan isolasi menjadi tanggung jawab petugas kesehatan dibantu aparat kepolisian dan Satpol PP.
"Kami hendak mengingatkan kembali pada pemerintah mengenai posisi TNI sebagai lembaga pertahanan negara yang seharusnya difokuskan pada kerja-kerja pertahanan," katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Anies agar tidak lagi melibatkan TNI dalam penanganan pandemi covid-19.
Sesuai kewenangan anggota TNI untuk memegang senjata dan melakukan kekerasan harus dipandang sebagai kewenangan yang harus sangat dibatasi melalui berbagai instrumen hukum untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mengatur bahwa pelibatan TNI dalam tugas-tugas non-perang harus melalui skema Operasi Militer Selain Perang yang dibatasi pada 14 sektor dan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan kebijakan politik negara, yakni diputuskan oleh Presiden dan DPR dalam mekanisme pembahasan bersama antar keduanya.
Sementara presiden dinilai tidak melibatkan TNI dan lembaga militer, intelijen, atau kepolisian dalam penanganan pandemi covid-19.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil meminta Panglima TNI mengembalikan marwah TNI sebagai lembaga pertahanan negara dengan tidak ikut camppur dengan urusan non pertahanan seperti penanganan pandemi.
"Kecuali dengan sangat terbatas pada sektor-sektor sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU TNI melalui skema Operasi Militer Selain Perang," ucapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil juga telah mencatat sejumlah kebijakan negara yang memberikan banyak peran kepada TNI dalam menangani pandemi ketimbang fokus pada otoritas kesehatan.
Padahal pelibatan TNI tidak juga dinilai menjawab problem pandemi di Indonesia yang kasusnya masih terus bertambah.
Beberapa kebijakan itu yakni pelibatan TNI dalam penerapan masyarakat menuju kenormalan baru melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020.
Selain itu, pembuatan obat covid-19 bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga yang tidak transparan hingga tidak lolos uji klinis BPOM.
"Namun dari keterlibatan TNI dalam pandemi, negara tidak pernah memberikan indikator atau alat ukur efektivitas pelibatan TNI," katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri dari sejumlah organisasi di antaranya Aliansi Jurnalis Independen, Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan KontraS.
Sebelumnya, pemprov DKI menyatakan akan melibatkan TNI/Polri untuk menertibkan perusahaan atau perkantoran yang tidak menaati aturan PSBB.
Dalam pelaksanaan PSBB kali ini, Pemprov DKI masih mengizinkan perusahaan atau perkantoran beroperasi. Namun, kali ini perusahaan atau perkantoran kapasitasnya dibatasi hanya 25 persen dari kapasitas normal.
(pris/psp)