Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mewanti-wanti Pegawai Harian Lepas Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri Abdul Basir Rifai terkait ancaman hukuman pidana bagi saksi yang tidak mengatakan kebenaran dalam kesaksian terkait kasus Djoko Tjandra.
Basir yang tercatat sebagai anak buah terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo sempat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) di agenda persidangan Tommy Sumardi, terdakwa penyuap dua jenderal polisi untuk pengurusan penghapusan daftar buronan atas nama terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Saudara tidak pernah dipengaruhi pihak lain untuk menjawab yang lain dengan BAP saudara? Ini sudah dikasih tahu lho, risiko hukumnya malah melebihi dari terdakwa lho," tanya hakim kepada Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim memperingatkan bahwa ancaman hukuman atas keterangan yang tidak benar itu dapat mencapai 12 tahun.
"Ancaman hukumannya sampai 12 tahun kalau tipikor itu, dan itu berkali-kali di PN Jakpus seperti itu. Tapi ini bukan saya mengancam, bukan, tapi itu memang regulasinya," katanya.
"Siap, tetap hakim," jawab Basir.
Dalam persidangan kali ini, jaksa beberapa kali mencecar Basir lantaran keterangan di persidangan berbeda dengan keterangan di berita acara pemeriksaan (BAP) yang disampaikan 26 Agustus lalu.
Pertama, terkait isi paper bag yang dibawa Brigjen Prasetijo saat berkunjung ke Divisi Hubungan Internasional, pada 28 April 2020.
Di BAP, jaksa menyebut Basir memberikan keterangan tidak tahu isi paper bag itu. Namun, dalam kesaksian sidang hari ini, Basir menyebutkan isi paper bag yang dibawa Brigjen Prasetijo berupa masker, hand sanitizer, obat, dan ponsel.
"Dalam BAP itu Saudara sampaikan, 'Saya tidak tahu isi paper bag yang saya bawa', sedangkan sekarang Saudara tahu. Bagaimana bisa ada perbedaan?" tanya jaksa.
![]() |
Basir pun menjawab pernyataan yang valid adalah diberikan adalah hari ini. Ia juga menegaskan tidak ada paksaan ketika memberikan keterangan BAP ke penyidik saat itu.
"Pada saat itu saya dalam kondisi lupa dan saya takut, [pernyataan] yang benar yang sekarang," kata Basir.
Kemudian, kedua, jaksa juga kembali mempertanyakan keterangan Basir terkait pertemuan Brigjen Prasetijo dan Tommy Sumardi di Divhubinter Polri pada 4 Mei 2020.
Jaksa menyebut, dalam BAP lalu, Basir mengaku melihat Tommy dan Brigjen Prasetijo keluar dari ruangan Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kadivhubinter Polri.
Sedangkan dalam kesaksian hari ini, Basir menceritakan bahwa pada 4 Mei lalu itu, ia mendampingi Prasetijo ke ruangan Divhubinter Polri.
Kemudian, menurutnya yang benar adalah, Tommy keluar dari ruang Irjen Napoleon sendiri dan Brigjen Prasetijo berada di ruang Sekretaris NCB Interpol Polri dan bukan di ruangan Napoleon.
Melihat kesaksian Basir yang berubah, jaksa pun turut menegaskan apakah Basir mendapat tekanan saat mengisi keterangan sebagai saksi. Namun sekali lagi Basir menjawab bahwa ia tidak mendapat tekanan dari siapapun.
"Saudara berikan keterangan ini di bawah tekanan atau gimana? Saudara diperiksa oleh Setiawan Dwi Atmijo ada tekanan?" tanya jaksa ke Basir.
"Siap, tidak," jawab Basir.
Tommy Sumardi yang duduk sebagai terdakwa membantah keterangan Basir. Tommy menegaskan dirinya keluar ruangan Irjen Napoleon itu berdua dengan Brigjen Prasetijo.
"Seingat saya, saya keluar bersama Brigjen Prasetijo dari ruangan Irjen Napoleon," kata Tommy.
Dalam kasus ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa turut serta menyuap dua jenderal polisi untuk pengurusan penghapusan daftar buronan atas nama terpidana Djoko Tjandra, di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Tommy menjadi perantara Djoko Tjandra untuk memberikan uang SGD$ 200 ribu dan US$ 270 ribu kepada Irjen Napoleon Bonaparte, serta US$ 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Atas perbuatannya, Tommy Sumrdi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
(khr/psp/pris)