Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempelajari beberapa hal dari Singapura dalam penanganan pandemi Covid-19.
Singapura nyaris bebas Covid-19 setelah 14 hari berturut-turut tak ditemukan kasus positif. Adapun 7 orang yang dinyatakan positif merupakan kasus imported case atau kasus positif yang ditemukan dari orang dari luar negeri.
"Memang ada perbedaan mendasar yang signifikan antara Singapura dan negara yang masih berjuang mengendalikan pandemi [Indonesia], dan kita harus belajar dari situ," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky menyebut perbedaan paling mencolok dalam penanganan pandemi Covid-19 antara Indonesia dan Singapuran adalah kesiapan dan respons dari pejabat publik sejak awal kasus ditemukan pertama pada 3 Maret 2020 lalu.
Menurutnya, pemerintah bukan sigap merespons dengan mencari kasus positif di tengah masyarakat, tetapi justru menyangkal keberadaan Covid-19.
Hal itu, kata Dicky, membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah turun. Selain itu, sikap pemerintah tersebut menghambat upaya pelacakan kontak yang idealnya segera dilakukan saat kasus pertama muncul.
"Kita masih kurang tracing dan testing, padahal itu yang seharusnya dilakukan," ujarnya.
Menurut Dicky, selain komunikasi risiko yang belum tepat, Indonesia juga masih bermasalah dengan data pasien Covid-19. Setelah hampir 9 bulan pandemi di Indonesia, beberapa daerah masih disibukkan dengan keterlambatan pelaporan data.
Padahal data yang faktual merupakan salah satu komponen untuk melihat perkembangan situasi pandemi Covid-19 di satu daerah.
![]() Infografis Syarat Sekolah Boleh Tatap Muka |
Sementara jika dibandingkan dengan Singapura, kata Dicky, keterbukaan data Covid-19 bukan jadi masalah. Disamping itu, ketahanan rumah sakit juga sudah siap menghadapi pandemi atau wabah. Kondisi tersebut berbeda dengan Indonesia.
"Masalah data Covid-19 kita masih rumit, tapi Singapura terbuka, health system mereka bangun terus dalam bentuk fasyankes, layanan primer, termasuk alat kesehatan, ventilator, dan dukungan ke nakes yang kuat," kata Dicky.
Namun Dicky menekankan, faktor terpenting dalam penanganan pandemi Covid-19 sebetulnya kembali lagi pada upaya testing-tracing dan isolasi pasien terpapar virus corona.
Sementara, lanjutnya, ketahanan rumah sakit merupakan sistem penanganan terakhir. Artinya, upaya pelacakan kontak erat yang masif dan cepat dapat mengurangi potensi pasien Covid-19 menjadi bergejala berat sehingga mengurangi beban rumah sakit.
"Tapi testing, tracing isolasi karantina ini juga kan kita tertatih-tatih, kalau ini dibiarkan kan seperti bola salju, makin besar," ungkapnya.
Kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia kembali tembus rekor 5.534 kasus per Rabu (25/11). Angka ini merupakan rekor terbaru setelah sebelumnya sebanyak 5.444 kasus positif pada Jumat 13 November lalu.
Rekor kasus harian yang tembus 5.000 kasus dalam sehari ini menggambarkan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih terus naik. Secara kumulatif, kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai setengah juta kasus.
Jumlah akumulasi kasus positif Covid-19 nasional per Rabu (25/11), sebanyak 511.836 kasus. Dari jumlah itu, 429.807 orang telah dinyatakan sembuh, dan 16.225 orang lainnya meninggal dunia.
(mln/fra)