Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dituntut pidana 2,5 tahun penjara atas kasus pemalsuan sejumlah surat untuk kepentingan buronan korupsi Djoko Soegiarto Tjandra.
Jaksa Penuntut Umum menilai Prasetijo bersalah menurut hukum karena telah menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut.
"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan," kata Jaksa Yeni Trimulyani saat membacakan surat tuntutan, Jumat (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, Jaksa membeberkan hal yang memberatkan Prasetijo adalah berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga mempersulit jalannya persidangan.
Selain itu, ia sebagai penegak hukum telah melanggar kewajiban jabatan atau menyalahgunakan kewenangan jabatan.
"Hal yang meringankan Terdakwa belum pernah dihukum," imbuh Jaksa.
Surat-surat yang dimaksud dalam kasus ini adalah mengenai surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan. Prasetijo dinilai melanggar hukum karena memfasilitasi Djoko Tjandra yang menjadi buronan atas kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Secara spesifik, Jaksa berujar Prasetijo telah memerintahkan Kompol Dody Jaya selaku Kaur TU Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan palsu Djoko Tjandra.
Sedangkan terkait surat keterangan bebas Covid-19 dan surat kesehatan palsu, Prasetijo memerintahkan saksi Etty Wahyuni.
Lebih lanjut, Prasetijo juga dinilai telah menghalang-halangi penyidikan dengan menghilangkan barang bukti. Ia disebut menyuruh anak buahnya membakar seluruh surat tersebut.
"Dan melakukan tindak pidana secara berlanjut membiarkan orang yang dirampas kemerdekaan melarikan diri dan bersama-sama melakukan tindak pidana menghalangi-halangi penyidikan menghancurkan barang bukti," ucap Jaksa.
Surat-surat di atas dimaksudkan untuk memuluskan langkah Djoko Tjandra dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.
Ada pun PK yang dimaksud berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Djoko dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan kurungan atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Hanya saja, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan PK tersebut lantaran Djoko selaku Terpidana korupsi tidak pernah menghadiri setiap agenda sidang.