Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi saling tampik kesaksian ihwal pemberian uang dari terpidana kasus hak tagih (Cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Aksi saling bantah itu terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12). Keduanya, Napoleon dan Tommy, diketahui menjadi terdakwa dalam kasus pengurusan red notice Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tommy mengklaim Napoleon menerima sejumlah Rp7 miliar dalam bentuk uang dollar Amerika Serikat dan Singapura. Sedangkan Napoleon membantah dan menyatakan tidak pernah menerima uang, baik dari Tommy atau dari mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Prasetyo Utomo.
"Pak Prasetyo tidak pernah memberi uang kepada saya," kata Napoelon dalam sidang dengan terdakwa Prasetyo.
Ia mengaku sempat menerima surat permohonan dari istri Djoko Tjandra, Ana Buntaran. Tapi ia menekankan, surat tersebut tak berarti. Surat tersebut, terang Napoleon, hanya memberikan peringatan bahwa ada kemungkinan Djoko Tjandra akan kembali ke Indonesia sehingga ia mewaspadai itu.
Sedangkan Tommy, dalam sidang yang sama menuturkan bahwa Napoleon mematok harga Rp7 miliar untuk membantu kepulangan Djoko Tjandra ke Indonesia.
Pada awal April, Tommy mengaku dihubungi Djoko Tjandra untuk memeriksa status di imigrasi. Atas permintaan ini, oleh Prasetyo, Tommy akhirnya diperkenalkan dengan Napoleon.
Saat itu, menurut Tommy, Napoleon mengatakan status Djoko Tjandra masih diblokir Indonesia.
Menurut kesaksian, perkara ini bisa diurus asalkan Napoleon menerima imbalan. Tommy pun mengamininya setelah berkonsultasi dengan Djoko Tjandra.
"Ya boleh aja deh [diurus] kalau ada isinya," kata Tommy menirukan Napoleon.
Setelah sepakat dengan nominal Rp7 miliar, Tommy kemudian memberikan uang imbalan yang diminta secara bertahapoleh Napoleon. Pada satu kesempatan, Napoleon sempat menolak uang yang diberi karena hanya berjumlah USD$50 dollar.
Uang imbalan itu disebut lunas diberikan kepada Napoleon pada 5 Mei 2020. Setelah lunas, Napoleon disebut memberikan surat kepada Djoko Tjandra.
Mendengar kesaksian kedua pihak yang berbeda, hakim ketua sidang, Muhammad Damis mengkonfrontasi Tommy dan Napoleon. Ketika ditanya di hadapan masing-masing, keduanya menampik kesaksian satu sama lain.
Dalam perkara ini, Prasetyo dijerat pidana karena berperan dalam penerbitan sejumlah surat palsu untuk memuluskan gerak Djoko Tjandra keluar-masuk Indonesia tanpa terlacak imigrasi.
Djoko Tjandra, yang saat itu berstatus buronan interpol, diketahui memasuki Indonesia untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA terkait kasus korupsi yang ia lakukan.
Dalam kaitan itu, Prasetyo membantu menerbitkan surat jalan dan surat bebas Covid-19 atas nama Djoko Tjandra untuk masuk kembali ke Indonesia.
(fey/nma)