Tim dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Yogyakarta menemukan setidaknya tujuh jenis pelanggaran selama pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 di wilayah ini.
Ketua Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bagus Sarwono membeberkan temuan itu berdasarkan hasil supervisi pengawasan pada pemungutan dan penghitungan suara di tiga kabupaten. Tujuh jenis pelanggaran itu meliputi pelanggaran administratif dan menyangkut kepatuhan protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun merinci, jenis pelanggaran pertama adalah perubahan atau pun pemindahan sejumlah lokasi TPS. Di Gunungkidul, dua TPS dipindahkan lokasinya. Satu TPS di Kecamatan Paliyan dipindahkan karena berlokasi di rumah warga yang sedang menjalani isolasi mandiri.
Adapun di Kecamatan Gedangsari, satu TPS juga dipindahkan karena ada keberatan dari masyarakat, mengingat lokasi yang akan dipakai TPS merupakan rumah simpatisan salah satu Paslon.
Sementara di Kabupaten Sleman, satu TPS di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III erupsi Merapi juga dipindahkan ke lokasi dekat barak pengungsian di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan.
Jenis pelanggaran kedua, adanya desa yang menerapkan penguncian wilayah atau lockdown sehingga tidak semua warga bisa menggunakan hak pilih di TPS.
Sebanyak 107 warga RT 01 dan RT 02 Dusun Karanglo, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan tengah menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19 sehingga mereka tidak mengizinkan orang dari luar masuk ke wilayah mereka. Meskipun ada petugas TPS yang mendatangi pemilih menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, namun hanya 47 orang yang menggunakan hak suara.
Ke-tiga, Alat Peraga Kampanye (APK) masih terpasang di sejumlah titik hingga hari H pelaksanaan pemungutan suara. Sedikitnya 18 APK dari dua titik di wilayah Sleman telah diturunkan Bawaslu bersama pihak terkait. Bahkan, Bawaslu menduga sebagian APK yang diturunkan itu baru dipasang pada malam hari atau ketika masa tenang.
Ke-empat, penggunaan atribut Paslon di TPS. Menurut Bagus, indikasi pelanggaran ditemukan di tiga TPS Padukuhan Sendowo, Kecamatan Mlati dan, Kabupaten Sleman.
Jenis pelanggaran berikutnya terkait pelayanan pasien Covid-19 khususnya di rumah sakit. KPU Sleman telah memfasilitasi pemungutan suara bagi pemilih yang terpapar Covid-19, baik yang berada di shelter maupun isolasi mandiri di rumah dengan melakukan jemput bola untuk memungut suara.
Hanya saja, para pasien Covid-19 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tidak terfasilitasi hak pilihnya lantaran pihak rumah sakit beralasan pasien yang menjalani perawatan di sana dalam kondisi kritis sehingga tidak memungkinkan untuk membiarkan petugas TPS masuk menemui mereka.
![]() |
Ke-enam, penerapan protokol kesehatan yang berkaitan dengan penyediaan bilik khusus bagi para pemilih dengan suhu badan tinggi. Dari hasil pemantauan, satu TPS di Padukuhan Sendowo ternyata tidak menyiapkan bilik khusus tersebut. Sementara satu TPS di Dusun Jetis, Argomulyo, bilik khusus yang disiapkan tak dilengkapi dengan pembatas plastik.
Jenis pelanggaran ke-tujuh adalah petugas TPS menolak menjalani tes cepat atau rapid test. Ratusan anggota KPPS dan Linmas di 36 TPS se-desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul sempat menolak menjalani rapid test massal dengan alasan trauma secara psikologis maupun sosial.
Namun begitu setelah mendapatkan edukasi dan pendekatan persuasif dari Pemkab setempat, ada 58 orang yang akhirnya bersedia menjalani tes cepat dan 156 orang memilih untuk tes bebas gejala influenza. Sedangkan 110 orang lainnya tidak bersedia.
"Ada ancaman dari sesama KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), jika KPPS lain melakukan rapid dan cek influenza, maka mereka akan mengundurkan diri dari KPPS," ungkap Bagus.
Merepons kejadian ratusan KPPS yang menolak rapid test massal, Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan membenarkan kasus tersebut. Sebagai jalan keluar, mereka tetap bisa bertugas tapi dengan syarat penerapan protokol kesehatan harus diperketat.
Terlebih kata dia, persyaratan administrasi mereka telah terpenuhi.
"Ada salah satu pasal di PKPU No. 6/2020 yang menjadi dasar rujukan, karena KPU Gunungkidul konsultasi ke kami," ungkap Hamdan kepada CNNIndonesia.com.
Selain itu Hamdan mengaku, jika semua petugas TPS di Desa Bejiharjo mundur bersamaan, maka KPU pun akan kesulitan mencari pengganti petugas baru dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.
"Menurut kami, solusi itu masih dalam koridor regulasi dan bisa dilaksanakan," jelas dia.
Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 berbeda dibandingkan Pilkada tahun-tahun sebelumnya. Kontestasi politik kali ini digelar di tengah pandemi Covid-19.
Pada tahun ini, tiga dari lima kabupaten/kota di DIY menggelar Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati (Cabup-Cawabup) antara lain Kabupaten Sleman, Bantul, dan Gunungkidul.
(sut/nma)