Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengkritisi pelaksanaan vaksinasi mandiri atau vaksin Gotong Royong yang diduga hanya berdasarkan status kepegawaian.
Padahal, katanya, pelaksanaan vaksinasi bertujuan untuk menurunkan tingkat mortalitas atau angka kematian warga karena pandemi Covid-19, terutama bagi masyarakat yang memiliki risiko tinggi seperti lansia, petugas layanan publik, dan tenaga kesehatan.
"Kalau [vaksinasi] Gotong Royong sifatnya adalah berbasis pekerjaan status dia bekerja di perusahaan, kontrak atau naungan organisasi, berarti pendekatannya bukan memproteksi orang yang berisiko tadi," kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia khawatir tujuan itu tak tercapai jika pelaksanaan vaksinasi mandiri yang akan dilaksanakan pihak swasta atau perusahaan hanya untuk karyawan beserta keluarga mereka.
Sementara, pemerintah hingga saat ini belum memberi kejelasan terkait status penerima vaksin Gotong Royong tersebut. Jika memang itu hanya ditujukan kepada karyawan.
"Bila bicara vaksin Gotong Royong dengan skema yang saat ini saya baca, belum jelas sekali apakah skema Gotong Royong ini bisa mendukung strategi atau tujuan tadi terutama menurunkan mortalitas tadi," kata Dicky.
Vaksinasi mandiri secara resmi telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021 yang terbit pada Rabu (23/2) lalu.
Dalam pernyataannya, Juru Bicaa Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan vaksinasi mandiri, bisa disebut vaksin Gotong Royong, adalah pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan atau buruh yang pendanaannya ditanggung perusahaan.
Kata Nadia, vaksinasi mandiri nantinya tak akan menggunakan jenis vaksin yang tengah digunakam dalam program vaksinasi gratis pemerintah seperti Sinovac, Astrazeneca, hingga Pfizer.
"Yang dimaksud vaksin Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksiansi kepada karyawan atau buruh atau keluarganya yg pendanaannya ini ditanggung oleh perusahaan," katanya.
(thr/pmg)