Ahli Sebut Herd Immunity Mustahil Tercapai Dalam Waktu Dekat
Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai target pemerintah membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity melalui vaksinasi terhadap 170 juta populasi penduduk mustahil tercapai dalam waktu dekat.
Pemerintah diketahui berencana mempercepat program vaksinasi covid-19 demi mencapai herd immunity dalam setahun.
"Mau 18 bulan, mau satu tahun, kalau tim kita mengatakan enggak mungkin, itu mimpi, ilusi,' kata Pandu dalam diskusi daring yang digelar oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Rabu (3/3).
Alih-alih membuat herd immunity sebagai patokan, Pandu berpendapat, hal yang lebih memungkinkan adalah pengendalian pandemi dengan cara menekan angka reproduksi virus atau R0.
"Jadi (pengendalian) angka reproduksi menjadi tujuan, bukan herd immunity," tegas dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini.
Angka reproduksi merupakan rata-rata jumlah orang yang menularkan virus corona. Ia mencontohkan ketika virus corona baru ditemukan di Indonesia tahun lalu, jumlah orang yang menularkan baru sekitar dua hingga tiga orang.
"Itu R0 namanya," terang Pandu.
Selanjutnya, ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai diterapkan, angka reproduksi virus mencapai R1. Menurut Pandu, jika angka reproduksi di bawah R1, maka laju penambahan kasus positif Covid-19 akan menurun.
"Kalo di bawah 1, kurvanya mulai menurun, tinggal dipertahankan sebulan saja pembatasan sosialnya," tutur Pandu.
Namun, pemerintah justru didesak melonggarkan PSBB dengan dalih ekonomi yang membuat interaksi penduduk kembali tinggi. Hal ini mengakibatkan laju penularan terus naik yang justru menunjukkan kegagalan pemerintah mengendalikan pandemi.
"Sampe kemarin naik terus 1, Indonesia tidak pernah dari tahun lalu di bawah 1," sebut Pandu.
Pandu memprediksi hingga tahun 2022 herd immunity juga belum tentu tercapai. Sementara pengendalian wabah bisa tercapai pada 2021 apabila pemerintah melakukan langkah strategis dengan vaksinasi terhadap kelompok yang risiko kematiannya tinggi seperti lansia dan tenaga kesehatan yang setiap provinsi memiliki jumlah yang berbeda-beda.
"Kalau wabah terkendali, tahun ini pun bisa tercapai," kata Pandu.
Menurut Pandu terdapat tiga cara yang mesti dilakukan guna menekan laju angka reproduksi virus. Pertama adalah terus menjalankan protokol kesehatan mencuci tangan, mengenakan masker, dan menjaga jarak atau 3 M.
Kedua, mengurangi durasi kontak antarindividu agar tidak ada risiko penularan. Terakhir, yang mesti dilakukan adalah memberikan kekebalan kepada setiap individu melalui vaksinasi.
Selain itu, pemerintah juga harus bisa melakukan pengawasan melalui testing, pelacakan, dan isolasi.
"Tiga cara ini harus dipakai, tidak bisa hanya vaksinasi," kata Pandu.
Menurut Pandu, vaksinasi bertujuan orang yang terpapar Covid-19 tidak mengalami sakit parah sehingga harus dirawat di rumah sakit, menggunakan ventilator, serta mengurangi angka kematian.
"Jadi kematian bisa dikurangi sedrastis mungkin. Jadi itu tujuan vaksinasi," kata Pandu.
Menurut Pandu, jika orang yang terpapar Covid-19 tidak mengalami sakit parah dan seperti orang tanpa gejala (OTG), maka virus ini tidak lagi dianggap berbahaya.
"Pandemi dahsyat karena banyak orang masuk rumah sakit, membuat rumah sakit penuh dan angka kematiannya tinggi sehingga pemerintah harus membuka lahan-lahan baru untuk pemakaman," terang Pandu.
(pris/iam/pris)