Pada Mei 2020, lembaga ini kembali menerima hujan kritik dari masyarakat. Pasalnya, BPIP bersama dengan MPR, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar konser amal penggalangan dana penanganan Covid-19, namun tidak mematuhi protokol kesehatan.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan mengkritisi sikap para tokoh yang hadir dalam konser lantaran tak menjaga jarak satu sama lain. Dia mengetahui itu lewat foto yang diunggah anggota BPIP Benny Susetyo.
"Nyuruh rakyat untuk cegah penyebaran virus corona dengan jaga jarak, tapi dari foto konser MPR-BPIP ini sama sekali tidak diterapkan physical distancing," ujarnya lewat akun Twitter @OssyDermawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Alhasil, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta maaf kepada publik atas penyelenggaraan konser penggalangan dana yang digelar bersama BPIP tak mematuhi jaga jarak (social distancing).
Bamsoet, sapaan akrabnya, mengatakan foto bersama yang dilakukan tanpa mengindahkan social distancing dilakukan secara spontan. Sebab semua pihak yang terlibat saat itu tengah bergembira karena konser berhasil digelar.
"Saya mohon maaf. Itu semua salah saya yang tidak bisa menolak permintaan spontan teman-teman kru TV untuk berfoto bersama dengan saya dan musisi senior Sam dan Acil Bimbo," kata Bamsoet kepada wartawan.
Draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) memperbolehkan anggota TNI dan Polri aktif bisa menjabat sebagai Dewan Pengarah BPIP. Berbeda dari aturan sebelumnya yakni Perpres No. 7 tahun 2018 tentang BPIP, presiden hanya membolehkan purnawirawan mengisi jabatan tersebut.
Pasal 47 ayat (2) RUU HIP menyebut Dewan Pengarah BPIP berisi sebelas orang atau berjumlah gasal. Bagian itu juga merinci dua unsur yang diperbolehkan menjabat sebagai Dewan Pengarah BPIP.
"Unsur Pemerintah Pusat; unsur tentara nasional Indonesia, kepolisian negara Republik Indonesia, dan aparatur sipil negara, atau purnawirawan/pensiunan," bunyi pasal 47 ayat (2) RUU HIP dalam salinan yang diterima CNNIndonesia.com.
Namun, lembaga pemerhati hak asasi manusia (HAM), Imparsial meminta pemerintah meninjau ulang rencana pelibatan anggota perwira TNI-Polri aktif menjadi Dewan Pengarah BPIP. Pasalnya, keterlibatan TNI-Polri di BPIP dikhawatirkan hanya akan menyerupai wajah Orde Baru dan meninggalkan pemaknaan Pancasila.
Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri khawatir rencana itu justru akan memicu 'pendekatan sekuritisasi' dalam pemaknaan dan pembinaan ideologi pancasila kepada masyarakat.
"Di masa Orde Baru kan kayak gitu. Ada peninggalan makna Pancasila yang dikonstruksi kekuasaan Orde Baru. Dan secara praktik itu dilakukan melalui P4," kata dia.
(ulf/arh)