Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Femmy Eka Kartika Putri juga mengatakan fenomena dispensasi nikah cukup mengkhawatirkan.
Dispensasi ini, lanjutnya, dapat diputuskan jika dalam keadaan mendesak. Namun, hal tersebut dapat dilakukan dengan bukti-bukti yang kuat seperti surat-surat pendukung.
Tidak hanya angka dispensasi nikah saja yang tinggi, namun angka perkawinan anak yang tidak tercatat pun di wilayah lain tergolong tinggi. Pernikahan tidak tercatat ini secara terpaksa harus diberikan dispensasi nikah agar status dari anak tersebut tercatat dan mendapatkan bimbingan mengenai perkawinan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Femmy mengatakan maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia. Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru.
"Jika mereka (anak muda) tidak diberikan edukasi dan sosialisasi yang baik tentang pendidikan perkawinan anak akan menimbulkan kemiskinan ekstrem," ujar Femmy dikutip dari situs resmi Kemenko PMK, Selasa (24/1).
Berdasarkan Laporan Periodik Kelima dan Keenam RI Tentang Konvensi Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia sedang menyusun Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Dispensasi. Aturan ini dibuat agar lebih menjelaskan secara teknis bagaimana seharusnya dispensasi perkawinan dilakukan.
"Peraturan ini diharapkan dapat menjamin upaya yang maksimal dalam menentukan tujuan perkawinan," kata laporan tersebut.
Komnas Perempuan melaporkan peningkatan dispensasi selama pandemi Covid-19, karena kemiskinan. Sementara Kementerian PPPA memantau penerapan dispensasi perkawinan tersebut sehingga kepentingan terbaik anak dan pendapat mereka menjadi dasar pertimbangan utama.
Kepala Bidang Hak Anak Save the Children Indonesia Ratna Yunita mengatakan aturan terkait tata cara dispensasi itu bisa membantu banyak pihak, terutama bagi aparat penegak hukum di Pengadilan Agama yang memberikan dispensasi nikah.
Menurutnya, hakim sering kali kebingungan ketika mengetahui anak yang mengajukan dispensasi nikah telah hamil. "Butuh ada kepastian tentang terjemahan undang-undang terkait dispensasi ini," kata Ratna kepada CNNIndonesia.com.
Dia mengatakan beberapa daerah sudah menerbitkan perda terkait penghapusan perkawinan usia anak, salah satunya di Nusa Tenggara Barat. Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah membuat Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak.
"Butuh komitmen yang lebih kuat, kalau pemerintah enggak melakukan secara serius penanganan perkawinan usia anak, kerugian yang dilakukan akan lebih besar," ujar Ratna.
Menurutnya, kerugian itu tidak hanya kehilangan generasi dengan meningkatnya kematian ibu dan bayi, serta stunting, tapi juga Indonesia akan menjadi bangsa yang secara kualitas rendah.
"Penurunan prevalensi perkawinan usia anak mestinya dilihat bukan hanya sekedar hitung-hitungan statistik, melainkan komitmen negara untuk keselamatan dan pemenuhan hak semua anak, tanpa terkecuali," kata Ratna.
Angka stunting masuk daftar 10 target Presiden Joko Widodo yang berpotensi tidak tercapai pada 2024. Di akhir kepemimpinan Jokowi nantinya, angka stunting harus bisa ditekan hingga 14 persen, namun saat ini baru mencapai 21,6 persen.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia dan International Center for Research on Women (ICRW) menyebut perkawinan anak akan merugikan negara-negara berkembang hingga triliunan dolar pada tahun 2030.
Sebaliknya, mengakhiri perkawinan anak akan memiliki efek positif yang besar pada pencapaian pendidikan anak perempuan dan anak-anak mereka. Selain itu juga berkontribusi pada wanita dengan lebih sedikit anak di kemudian hari, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga yang diharapkan bagi wanita.
Laporan tersebut menegaskan bahwa menyekolahkan anak perempuan adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari perkawinan anak. Setiap tahun, pendidikan menengah mengurangi kemungkinan pernikahan anak sebelum usia 18, angkanya sekitar lima persen atau lebih.
Pengantin anak jauh lebih mungkin putus sekolah dan menyelesaikan jenjang pendidikan lebih sedikit daripada kawan mereka yang menikah di kemudian hari. Ini juga mempengaruhi pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka, serta kemampuan mereka untuk mencari nafkah.
"Setiap hari lebih dari 41.000 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Kemiskinan, ketidaksetaraan gender, akses yang buruk ke pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan seksual serta reproduksi yang ramah remaja, dan kurangnya kesempatan kerja yang layak, membantu melanggengkan pernikahan anak dan persalinan dini," kata Suzanne Petroni, Direktur Proyek ICRW dan salah satu penulis laporan tersebut.
Menurut laporan tersebut, mengakhiri perkawinan anak juga akan menurunkan angka kematian balita dan keterlambatan perkembangan fisik akibat stunting. Secara global, perkiraan manfaat dari penurunan angka kematian balita dan malnutrisi dapat mencapai lebih dari $90 miliar per tahun pada 2030, atau sekitar Rp1.350 triliun jika nilai tukar dolar AS Rp15 ribu.
Sementara itu Profesor Emil Salim, anggota Dewan pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan upaya mencapai Indonesia Emas tahun 2045 sulit dicapai jika usia anak sudah menikah.
"Pola pikir kita harus fokus membangun bangsa yang berkualitas yang memiliki ilmu, paham sains dan teknologi sehingga anak-anak harus menempuh pendidikan tinggi. Maka non-diskiriminasi perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan harus dihapuskan," kata Emil Salim dalam seminar nasional yang diadakan di kantor KemenPPPA pada Kamis (26/1).
Di lain pihak, kata dia, penghulu harus diinformasikan bahwa anak-anak di bawah 19 tahun tidak boleh menikah. Koreksi terhadap penghulu harus dilakukan. Perkawinan adalah membentuk satuan keluarga sebagai bagian dari masyarakat.
Jika keluarga tidak terdidik, kata Emil, maka masyarakat jadi tidak terdidik.
(pmg/gil)