Jakarta, CNN Indonesia --
Rifa (18 tahun) mengantre di Pengadilan Agama Kelas 1A Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (24/1). Dia hendak mengajukan dispensasi agar bisa menikah dengan kekasihnya yang berusia 19 tahun.
Dia yakin bisa membangun rumah tangga karena suaminya sudah memiliki penghasilan. "Insya Allah siap (jadi istri)," katanya kepada CNN Indonesia.
Sejak awal 2023 hingga Rifa mengajukan dispensasi, tercatat sebanyak 44 pasangan mengajukan hal yang sama di Tasikmalaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia untuk menikah. Bagi orang tua dengan anak yang belum cukup umurnya bisa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar mendapat izin dispensasi perkawinan.
Rifa memang berusia 18 tahun atau tidak lagi masuk kategori anak sesuai UU Perlindungan Anak. Namun dalam UU Perkawinan diatur bahwa usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun.
Karena itu Rifa membutuhkan dispensasi dari pengadilan agama untuk bisa menikah.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut kasus perkawinan anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Dari data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tercatat 65 ribu kasus pada 2021, dan 55 ribu pengajuan dispensasi nikah pada 2022.
Angka dispensasi nikah terbesar berada di Jawa Timur, dengan wilayah paling tinggi di Malang karena faktor putus sekolah. Berikutnya, pengajuan juga banyak terjadi di Semarang, Bandung, dan Makassar.
Jumlah permohonan dispensasi menikah dini di Provinsi Jawa Timur mencapai 15.212 kasus pada tahun 2022. Sebanyak 80 persen di antaranya karena para pemohon telah hamil sebelum nikah. Sisanya terjadi karena banyak sebab, seperti perjodohan karena faktor ekonomi.
Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kemen-PPPA, Titi Eko Rahayu mengatakan tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak.
"Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak," kata Titi dikutip dari siaran pers KemenPPPA, Jumat (27/1).
Amandemen terhadap Undang-Undang Perkawinan pada 2019 dimana usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun, menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencegah anak-anak menikah dini. Namun kenyataannya, permohonan pengajuan perkawinan dini masih terus terjadi.
 Kasus perkawinan anak di Indonesia dinilai sangat mengkhawatirkan. (AFP/YUSUF WAHIL) |
Mayoritas hamil sebelum nikah
Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, sebanyak 108 anak meminta rekomendasi menikah dini sepanjang Januari hingga Mei 2023. Angka itu berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk da Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Blitar.
Kasus kehamilan di luar nikah menjadi salah satu alasannya, meskipun jumlahnya pada tahun ini kurang dari 50 persen. Sementara faktor utama yang mendorong mereka segera menikah di usia dini karena putus sekolah.
Mayoritas pemohon dispensasi nikah adalah anak-anak putus sekolah yang berusia antara 12-16 tahun. Rinciannya, sebanyak 40 anak berstatus pendidikan SD, 66 anak SMP dan dua anak SMA. Pihak Dinas Pendidikan setempat menyebut kebanyakan orang tua tidak memotivasi anaknya dan mendidik betapa pentingnya pendidikan.
 Insert - Kasus Perkawinan Anak 2015-2022. (CNN Indonesia/Basith Subastian) |
Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Mahkamah Agung, Nur Djannah Syaf menilai isu perkawinan anak sifatnya sangat mendesak dan darurat.
Dia menjelaskan secara nasional, terdapat sekitar 52 ribu perkara dispensasi perkawinan anak yang masuk peradilan agama pada 2022. Dari jumlah itu, sekitar 34 ribu di antaranya didorong oleh faktor cinta, sehingga orang tua meminta pengadilan agar segera menikahkan anak-anak mereka.
"Lalu sekitar 13.547 pemohon mengajukan nikah karena sudah hamil terlebih dahulu dan 1.132 pemohon mengaku sudah melakukan hubungan intim," kata Nur Djannah pada kesempatan yang sama.
Faktor lainnya, karena alasan ekonomi dan perjodohan mengingat anak sudah akil balig maupun menstruasi.
Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) Universitas Indonesia menyebut dari 225 putusan dispensasi perkawinan di Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung dalam kurun waktu 2020-2022, sebanyak 34 persen di antaranya dikarenakan faktor kehamilan.
Ada empat masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak yang akhirnya mendorong perkawinan anak. Pertama, kesulitan hidup di keluarga rentan dan tidak memiliki kapasitas pengasuhan yang baik. Kedua, anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga, komunitas dan kelompok sebaya.
Ketiga, anak tidak memiliki kemampuan untuk menimbang risiko kehamilan. Keempat, anak memandang perkawinan sebagai cara untuk menikmati masa remaja.
BKKBN anggap wajar
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan tren jumlah anak usia 15-19 yang hamil dan melahirkan mencapai 26 per 1000 perempuan pada 2022. Jumlah tersebut trennya menurun dibandingkan 10 tahun lalu yaitu 36 per 1000.
Meski demikian dia menganggap wajar angka perkawinan anak jika dibandingkan jumlah keseluruhan pernikahan di Indonesia setiap tahun yang mencapai sekitar dua juta pasangan. Jika 52 ribu angka perkawinan anak pada 2022, maka baru 2,5 persen dari jumlah keseluruhan pernikahan di Indonesia.
"Saya kira wajar sekali. pernikahan di Indonesia itu setiap tahun hampir 2 juta. Jadi kalo 10 persennya atau katakanlah 50 ribu berarti baru sekitar 2,5 persen dari pernikahan di Indonesia," kata Hasto kepada CNN Indonesia, Selasa (25/7).
"Jadi kalau 2,5 persen sudah hamil duluan, misal angkanya kan seperti itu, kehamilan di Indonesia itu kan 4,8 juta setahun, kalau 10 persen (berarti) 480 ribu. Kalau itu 52 ribu, berarti 1 persen lebih dikit," tambahnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya: Angka Kemiskinan Ekstrem dari Perkawinan Anak
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Femmy Eka Kartika Putri juga mengatakan fenomena dispensasi nikah cukup mengkhawatirkan.
Dispensasi ini, lanjutnya, dapat diputuskan jika dalam keadaan mendesak. Namun, hal tersebut dapat dilakukan dengan bukti-bukti yang kuat seperti surat-surat pendukung.
Tidak hanya angka dispensasi nikah saja yang tinggi, namun angka perkawinan anak yang tidak tercatat pun di wilayah lain tergolong tinggi. Pernikahan tidak tercatat ini secara terpaksa harus diberikan dispensasi nikah agar status dari anak tersebut tercatat dan mendapatkan bimbingan mengenai perkawinan.
Femmy mengatakan maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia. Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru.
"Jika mereka (anak muda) tidak diberikan edukasi dan sosialisasi yang baik tentang pendidikan perkawinan anak akan menimbulkan kemiskinan ekstrem," ujar Femmy dikutip dari situs resmi Kemenko PMK, Selasa (24/1).
Berdasarkan Laporan Periodik Kelima dan Keenam RI Tentang Konvensi Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia sedang menyusun Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Dispensasi. Aturan ini dibuat agar lebih menjelaskan secara teknis bagaimana seharusnya dispensasi perkawinan dilakukan.
"Peraturan ini diharapkan dapat menjamin upaya yang maksimal dalam menentukan tujuan perkawinan," kata laporan tersebut.
Komnas Perempuan melaporkan peningkatan dispensasi selama pandemi Covid-19, karena kemiskinan. Sementara Kementerian PPPA memantau penerapan dispensasi perkawinan tersebut sehingga kepentingan terbaik anak dan pendapat mereka menjadi dasar pertimbangan utama.
Kepala Bidang Hak Anak Save the Children Indonesia Ratna Yunita mengatakan aturan terkait tata cara dispensasi itu bisa membantu banyak pihak, terutama bagi aparat penegak hukum di Pengadilan Agama yang memberikan dispensasi nikah.
Menurutnya, hakim sering kali kebingungan ketika mengetahui anak yang mengajukan dispensasi nikah telah hamil. "Butuh ada kepastian tentang terjemahan undang-undang terkait dispensasi ini," kata Ratna kepada CNNIndonesia.com.
Dia mengatakan beberapa daerah sudah menerbitkan perda terkait penghapusan perkawinan usia anak, salah satunya di Nusa Tenggara Barat. Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah membuat Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak.
"Butuh komitmen yang lebih kuat, kalau pemerintah enggak melakukan secara serius penanganan perkawinan usia anak, kerugian yang dilakukan akan lebih besar," ujar Ratna.
Menurutnya, kerugian itu tidak hanya kehilangan generasi dengan meningkatnya kematian ibu dan bayi, serta stunting, tapi juga Indonesia akan menjadi bangsa yang secara kualitas rendah.
"Penurunan prevalensi perkawinan usia anak mestinya dilihat bukan hanya sekedar hitung-hitungan statistik, melainkan komitmen negara untuk keselamatan dan pemenuhan hak semua anak, tanpa terkecuali," kata Ratna.
Angka stunting masuk daftar 10 target Presiden Joko Widodo yang berpotensi tidak tercapai pada 2024. Di akhir kepemimpinan Jokowi nantinya, angka stunting harus bisa ditekan hingga 14 persen, namun saat ini baru mencapai 21,6 persen.
[Gambas:Photo CNN]
Kerugian negara atas perkawinan anak
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia dan International Center for Research on Women (ICRW) menyebut perkawinan anak akan merugikan negara-negara berkembang hingga triliunan dolar pada tahun 2030.
Sebaliknya, mengakhiri perkawinan anak akan memiliki efek positif yang besar pada pencapaian pendidikan anak perempuan dan anak-anak mereka. Selain itu juga berkontribusi pada wanita dengan lebih sedikit anak di kemudian hari, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga yang diharapkan bagi wanita.
Laporan tersebut menegaskan bahwa menyekolahkan anak perempuan adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari perkawinan anak. Setiap tahun, pendidikan menengah mengurangi kemungkinan pernikahan anak sebelum usia 18, angkanya sekitar lima persen atau lebih.
Pengantin anak jauh lebih mungkin putus sekolah dan menyelesaikan jenjang pendidikan lebih sedikit daripada kawan mereka yang menikah di kemudian hari. Ini juga mempengaruhi pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka, serta kemampuan mereka untuk mencari nafkah.
"Setiap hari lebih dari 41.000 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Kemiskinan, ketidaksetaraan gender, akses yang buruk ke pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan seksual serta reproduksi yang ramah remaja, dan kurangnya kesempatan kerja yang layak, membantu melanggengkan pernikahan anak dan persalinan dini," kata Suzanne Petroni, Direktur Proyek ICRW dan salah satu penulis laporan tersebut.
Menurut laporan tersebut, mengakhiri perkawinan anak juga akan menurunkan angka kematian balita dan keterlambatan perkembangan fisik akibat stunting. Secara global, perkiraan manfaat dari penurunan angka kematian balita dan malnutrisi dapat mencapai lebih dari $90 miliar per tahun pada 2030, atau sekitar Rp1.350 triliun jika nilai tukar dolar AS Rp15 ribu.
Sementara itu Profesor Emil Salim, anggota Dewan pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan upaya mencapai Indonesia Emas tahun 2045 sulit dicapai jika usia anak sudah menikah.
"Pola pikir kita harus fokus membangun bangsa yang berkualitas yang memiliki ilmu, paham sains dan teknologi sehingga anak-anak harus menempuh pendidikan tinggi. Maka non-diskiriminasi perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan harus dihapuskan," kata Emil Salim dalam seminar nasional yang diadakan di kantor KemenPPPA pada Kamis (26/1).
Di lain pihak, kata dia, penghulu harus diinformasikan bahwa anak-anak di bawah 19 tahun tidak boleh menikah. Koreksi terhadap penghulu harus dilakukan. Perkawinan adalah membentuk satuan keluarga sebagai bagian dari masyarakat.
Jika keluarga tidak terdidik, kata Emil, maka masyarakat jadi tidak terdidik.