Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi era Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Nadiem Anwar Makarim, harus bolak-balik ke kantor aparat penegak hukum untuk dimintai keterangannya.
Hal itu dikarenakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung sedang mengusut kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kemendikbudristek saat Nadiem memimpin.
Ada dua kasus yang ditangani masing-masing KPK dan Kejaksaan Agung, yakni kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud dan pengadaan laptop Chromebook. Berikut duduk perkara dua kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari ini, Kamis (7/8), Nadiem yang didampingi pengacaranya Hotman Paris dan kawan-kawan menyambangi Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani proses klarifikasi terkait penyelidikan dugaan korupsi pengadaan Google Cloud.
Nadiem dan juga Hotman enggan memberikan keterangan kepada awak media perihal dugaan korupsi yang sedang diselidiki KPK.
Adapun pemanggilan Nadiem hari ini dilakukan setelah penyelidik merampungkan klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait. Di antaranya beberapa orang dari internal Kemendikbudristek hingga mantan CEO Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) Andre Soelistyo dan pemegang saham Melissa Siska Juminto.
Lembaga antirasuah ini mengumumkan tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Google Cloud pada Jumat, 18 Juli 2025.
KPK belum membuka banyak informasi terkait dugaan korupsi tersebut karena masih dalam tahap penyelidikan yang cenderung bersifat tertutup dan rahasia. Kerugian negara akibat kasus ini juga belum diungkap.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan tempus atau waktu pengadaan Google Cloud terjadi saat pandemi Covid-19.
"Iya (tempus saat Covid-19). Sejalan dengan pengadaan Chromebook itu," kata Asep pada Kamis, 24 Juli 2025.
Dia menjelaskan Google Cloud tersebut digunakan sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang saat itu dilakukan secara daring. Pengadaan tersebut tentu memakan biaya.
"Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya, pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud, Google Cloud-nya," ungkap Asep.
Sebelum memanggil Nadiem hari ini, KPK telah lebih dulu memeriksa tiga orang yakni Mantan CEO PT Gojek Tokopedia Tbk (Goto) Andre Soelistyo dan pemegang saham Melissa Siska Juminto. Mereka diklarifikasi KPK terkait dengan penyelidikan Google Cloud pada Selasa (5/8) lalu.
Kemudian ada mantan staf khusus Nadiem saat menjabat menteri, Fiona Handayani, yang diklarifikasi selama sekitar 8 jam pada 31 Juli lalu.
Belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini. Namun, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan penanganan penyelidikan dugaan korupsi dimaksud memiliki perkembangan yang positif. Tidak ada kendala saat penyelidik meminta keterangan dari sejumlah pihak.
"Progresnya bagus, positif, semuanya hadir memberikan keterangan dan tentu KPK mengimbau siapa pun yang dipanggil untuk dimintai keterangan kooperatif memberikan keterangan kepada penyelidik maupun di proses penyidikan," tutur Budi di Kantornya, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.
Terkini, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan pihaknya segera menaikkan penanganan dugaan korupsi pengadaan Google Cloud ke tahap penyidikan.
"Mudah-mudahan kalau kemudian faktanya, buktinya cukup kuat, KPK segera menaikkan status ke tingkat penyidikan," kata Fitroh di Kantornya, Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Berbeda dengan KPK, kasus dugaan korupsi di Kemendikbudristek yang diusut Kejaksaan Agung sudah masuk tahap penyidikan.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam program pendidikan tahun 2019-2022 atau laptop Chromebook.
Para tersangka tersebut ialah Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah; mantan Direktur SD Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih; Jurist Tan selaku mantan Staf Khusus Menteri Nadiem; dan Ibrahim Arief selaku konsultan di Kemendikbudristek.
"Kemudian terhadap keempat orang tersebut, berdasarkan alat bukti yang cukup, pada malam ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan JAMPIDSUS Abdul Qohar di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.
Sedangkan Nadiem, ia dibolehkan pulang usai menjalani pemeriksaan karena kurang alat bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka. Penyidik masih memerlukan alat bukti seperti dokumen, petunjuk, dan keterangan ahli.
Penyidik hanya menahan dua orang tersangka yaitu Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih. Sementara Ibrahim Arief dilakukan penahanan kota karena sakit jantung yang dideritanya.
Sementara Jurist Tan belum dilakukan penahanan hingga kini lantaran sedang berada di luar negeri. Dia selalu mengabaikan panggilan pemeriksaan sehingga dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Berdasarkan temuan Kejaksaan Agung, para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan proyek Chromebook. Mereka diduga mengarahkan penggunaan sistem operasi atau OS Chromebook dalam pengadaan TIK tahun 2020-2022.
Perbuatan tersebut disinyalir mengakibatkan kerugian negara serta pengadaan TIK tidak tercapai karena sistem operasi Chrome banyak kelemahan untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Perkara ini bermula pada Agustus 2019, saat Jurist Tan bersama-sama Fiona Handayani (Staf Khusus Nadiem) dan Nadiem membentuk grup WhatsApp 'Mas Menteri Core Tim'. Grup itu sudah membahas rencana pengadaan digitalisasi di Kemendikbudristek sebelum Nadiem resmi diangkat sebagai menteri.
Nadiem pun diangkat menjadi Mendikbudristek pada 19 Oktober 2019. Di akhir 2019, Jurist Tan mewakili Nadiem membahas teknis pegadaan TIK untuk menggunakan Chrome OS dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK).
Awalnya, Jurist Tan menghubungi Ibrahim, dan membuatkannya kontrak sebagai konsultan di Warung Teknologi. Dia juga meminta Ibrahim untuk membantu dalam pengadaan TIK yang memakai Chrome OS.
Jurist Tan dan Fiona memimpin rapat via zoom yang diikuti Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, dan Ibrahim. Pada pokoknya meminta agar pengadaan TIK memakai Chrome OS. Padahal, sebagai Stafsus Menteri, Jurist Tan tidak mempunyai kewenangan dalam pendanaan dan pengadaan tersebut.
Selanjutnya, pada Februari 2020, Nadiem bertemu pihak Google untuk membicarakan pengadaan TIK di kementeriannya. Sementara Jurist Tan menindaklanjuti perintah Nadiem, lalu mengomunikasikan teknis penggunaan Chrome OS. Selain itu, turut dibahas co-investment (kerja sama) dari Google untuk Kemdikbudristek.
Jurist Tan kembali menyampaikan dalam rapat untuk program yang memakai Chrome OS. Rapat itu diikuti Sekretaris Jenderal Kemenbudristek, Sri Wahyuningsih selaku Direktur PAUD dan SD, serta Mulatsyah selaku Direktur SMP.
"Kemudian IBAM (Ibrahim Arief), yang saat tiu sebagai konsultan teknologi sudah merencanakan bersama NAM (Nadiem) sebelum menjadi Mendikbudristek, salah satunya mengenai penggunaan operation system di Kemendikbudristek pada 2020-2022 dengan mengarahkan tim teknis mengeluarkan kajian teknis Chrome OS," tutur Abdul Qohar.
Ibrahim bersama Jurist Tan dan Nadiem bertemu dengan Willem dari pihak Google pada awal tahun 2020. Mereka membahas produk Google berbasis Chrome OS untuk pengadaan TIK di Kemendikbudristek.
Pada bulan April, Ibrahim memengaruhi tim teknis dengan cara mendemonstrasikannya. Selanjutnya pada 6 Mei 2020, Ibrahim hadir dalam rapat bersama Jurist Tan dan Mulatsyah.
"Dalam rapat itu, NAM (Nadiem) memerintahkan melaksanakan program TIK untuk menggunakan Chrome OS dari Google. Sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan," terang Abdul Qohar.
Ibrahim pun menolak menandatangani kajian teknisnya, karena saat itu belum tertera untuk memakai Chrome OS. Pada kajian kedua, barulah disebutkan untuk penggunaan Chrome OS dengan acuan pelaksanaan pengadaan TIK 2020-2022.
Total anggaran pengadaan TIK ini sebesar Rp9,3 triliun. Rinciannya, dari APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek Rp3,64 triliun dan dari Dana Alokasi Khusus Rp5,66 triliun.
"Seluruh anggaran itu untuk untuk 1,2 juta unit Chromebook yang semuanya diperintahkan NAM (Nadiem) menggunakan pengadaan laptop dengan software Chrome OS. Namun, Chrome OS tersebut dalam penggunaan untuk guru dan siswa tidak mencapai optimal dikarenakan Chrome OS sulit digunakan bagi guru dan siswa," kata Abdul Qohar.
Total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,98 triliun. Nilai tersebut masih sebatas estimasi, berasal dari item software (CDM) senilai Rp480 miliar dan dari dugaan mark up (selisih harga kontrak dengan principal) laptop di luar CDM sejumlah Rp1,5 triliun.
(ryn/wis)