Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Kemenpora melalui Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) untuk menunda jadwal kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) 2015 akhirnya melibatkan campur tangan otoritas sepakbola dunia, FIFA.
Setelah PSSI mengirimkan surat kepada FIFA terkait hal ini, otoritas sepakbola Indonesia tersebut mendapatkan balasan yang mengingatkan Indonesia akan keberadaan statuta FIFA yang melarang adanya keterlibatan pihak ketiga di dunia sepakbola.
FIFA memang memiliki sebuah kebijakan yang 'mengharamkan' segala bentuk campur tangan dari pemerintah atau pihak ketiga di bidang sepakbola. Statuta FIFA mengatakan, 'setiap negara anggota harus mengatur urusan mreka secara independen tanpa adanya pengaruh dari pihak ketiga.'
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kisruh antara negara dengan asosiasi sepakbola sebuah negara sebenarnya juga banyak terjadi di berbagai belahan dunia.
Pemerintah suatu negara terkadang berusaha untuk 'ikut campur' ketika sepakbola suatu negara sedang berada dalam kondisi yang terpuruk, atau karena berbagai alasan lainnya.
Hal ini misalnya sering terjadi di Afrika, beberapa negara seperti Zambia pernah ikut campur dalam urusan sepakbola, karena salah satu klub mereka terlibat skandal korupsi dalam aktivitas transfer.
Selain itu, Kenya juga pernah ikut campur dalam dunia sepakbola mereka, saat pengadilan negeri mereka berusaha untuk memecat pemimpin sepakbola di negara tersebut karena sejumlah kasus korupsi.
Namun dari banyak kasus tersebut, pemerintah akhirnya harus 'mengalah' karena campur tangan FIFA yang kembali mengacu pada independensi mereka.
Berikut ini adalah beberapa kasus kisruh antara pemerintah dengan asosiasi sepakbola nasional yang terjadi di beberapa negara.
Konflik antara negara dan asosiasi sepakbola Spanyol berawal dari kisruh pemilihan presiden otoritas sepakbola Spanyol (RFEF).
Pada Desember 2007, pemerintah Spanyol mengadopsi aturan yang menyatakan setiap federasi olahraga di negeri matador tersebut harus melalui persetujuan Menteri Olahraga.
Selain itu, kegagalan sepakbola Spanyol lolos di Olimpiade 2008 membuat kementerian olahraga menginginkan pemilu dilakukan pada awal 2008, sedangkan presiden RFEF menginginkan pemilu dilakukan pada musim gugur.
Hal tersebut akhirnya membuat FIFA ikut campur. Otoritas tertinggi sepak bola dunia tersebut sempat mengancam membekukan RFEF sehingga klub maupun tim nasional Spanyol tidak dapat berpartisipasi di kompetisi internasional.
Namun pihak Kementerian Olahraga Spanyol menyatakan mereka akan mempertahankan kedaulatan Spanyol dan hukumnya, dan meminta RFEF untuk mematuhi hukum dan aturan yang berlaku.
Hal tersebut ditanggapi oleh RFEF dengan menyatakan pemilu akan dilangsungkan pada bulan November dan menyatakan mereka hanya akan mengadopsi aturan dari FIFA, bukan pemerintah Spanyol.
Hal tersebut membuat berang kementerian dan kisruh ini berakhir di meja hijau dengan kemenangan untuk pemerintah Spanyol. Tak ayal FIFA pun mengadakan pertemuan di Zurich untuk mengirimkan pesan terkait wacana pembekuan RFEF oleh FIFA.
Pihak Komite Olimpiade Spanyol yang berusaha untuk memediasi RFEF dan Kementerian Olahraga Spanyol juga tidak banyak membuahkan hasil, hingga kisruh ini akhirnya menjadi perdebatan publik melalui media-media Spanyol.
Namun pada akhirnya pemilu RFEF terjadi di bulan November, meski pihak pemerintah mengklaim penundaan pemilu tersebut merupakan kebijakan dari pihak kementerian dan bukan atas tekanan FIFA.
Akan tetapi kisruh antara pemerintah dengan RFEF kembali terjadi pada tahun ini, setelah presiden RFEF, Miguel Angel Villar mengklaim kementerian olahraga telah menyalahgunakan kekuasaan.
Villar meradang setelah Kementerian Olahraga Spanyol mempertanyakan bagaimana RFEF mempergunakan uang yang mereka dapatkan dari negara.
Pihak RFEF bahkan telah mengajukan surat untuk meminta 'bantuan' dari UEFA dan FIFA.
Kisruh antara pihak pemerintah dengan asosiasi sepakbola Yunani (HFF) telah berlangsung lama bahkan sejak era 1990-an.
Semua bermula dengan pemerintah Yunani yang mengajukan proposal legislatif untuk menentukan kandidat wasit di kompetisi Yunani.
HFF memutuskan untuk melibatkan FIFA, dan membuat otoritas sepakbola dunia tersebut mengancam akan membekukan HFF jika pemerintah terus melakukan intervensi.
Ancaman ini akhirnya membuat pihak pemerintah membatalkan proposal tersebut dan Yunani dapat berpartisipasi di Piala Dunia 1994 silam.
Akan tetapi, masalah berlanjut pada 1999. Pemerintah Yunani kembali berusaha campur tangan di dunia sepakbola dengan mengajukan aturan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mengawasi sarana dan infrastruktur pemerintah yang digunakan untuk kegiatan sepakbola.
Menyikapi hal tersebut, HFF kembali melibatkan FIFA. Tak ayal keikutsertaan Yunani di ajang Piala Dunia pun kembali berada dalam ancaman.
Namun pada April 2001, FIFA yang menjadi mediator antara pihak pemerintah Yunani dengan HFF akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa hubungan antara kedua pihak telah kembali normal, dan pemerintah bersedia mengatur peraturan mereka sesuai dengan statuta FIFA.
Akan tetapi tidak lama kemudian, kisruh dalam sepakbola Yunani kembali terjadi saat pemerintah berusaha untuk mengubah sistem pemilihan presiden HFF.
Hal ini membuat media Yunani berspekulasi alasan pemerintah 'ikut campur' dalam pemilu presiden HFF adalah keinginan pemerintah untuk 'meloloskan' kandidat dari partai konservatif.
Melihat situasi terakhir di Yunani tersebut, FIFA memberikan peringatan kepada Yunani hingga 15 Juli 2006 untuk membatalkan aturan pemilihan presiden HFF baru, yang akhirnya diabaikan oleh pemerintah Yunani.
Sikap pemerintah Yunani tersebut akhirnya membuat FIFA secara resmi membekukan HFF pada Juli 2006, namun pihak Yunani tetap tidak bergeming karena menganggap HFF menerima dana subsidi dari pemerintah.
Akan tetapi dengan adanya pembekuan FIFA, serta tekanan sosial dan politis akhirnya membuat Perdana Menteri Yunani untuk turun tangan.
Delapan hari setelah pihak FIFA membekukan HFF, pemerintah akhirnya merevisi peraturan mereka, yang akhirnya membuat FIFA membatalkan pembekuan HFF.
Korupsi yang telah menjadi masalah serius dalam sepakbola Polandia membuat pemerintah ikut campur dalam sepakbola negara tersebut.
Pemerintah melakukan intervensi setelah mereka menganggap pihak asosiasi sepakbola Polandia (PFA) bersikap ragu-ragu dalam menghadapi permasalahan korupsi yang juga merambat sejumlah tokoh penting di PFA.
Namun keputusan pemerintah untuk menghukum sejumlah pimpinan PFA dan menggantinya dengan dewan sementara hingga pemilu dilakukan membuat FIFA mengancam akan membekukan sepak bola Polandia.
FIFA juga menyatakan PFA tidak akan mendapatkan akses bantuan finansial dari FIFA serta akan membatalkan pencalonan negara tersebut sebagai tuan rumah Piala Eropa 2012.
Menghadapi ancaman tersebut, pihak pemerintah akhirnya setuju untuk membatalkan dewan sementara versi pemerintah tersebut.
Akan tetapi, berselang 18 bulan, pemerintah kembali mencoba untuk ikut campur tangan, setelah pucuk pimpinan PFA diyakini terlibat dalam skandal pengaturan skor.
Namun kali ini pemerintah menunggu hingga UEFA memberikan mereka status sebagai tuan rumah Piala Eropa 2012, sebelum melakukan intervensi terhadap PFA.
Kali ini pemerintah Polandia meminta pihak Komite Olimpiade Nasional Polandia (NOC) untuk bertindak sebagai perwakilan PFA, untuk menghindari hukuman dari FIFA, karena dianggap tidak melanggar status otonomi sepakbola.
Namun UEFA dan FIFA kembali bersikap tegas dan menolak untuk mengakui PFA. Otoritas sepakbola dunia ini juga mengancam Polandia dilarang tampil di Piala Dunia 2010.
Sebagaimana Yunani, pemerintah Polandia pun akhirnya menyerah. Mereka tak ingin kehilangan status tuan rumah Piala Eropa 2012 yang jika hangusn bisa berpotensi menciptakan bencana ekonomi bagi negara yang terpilih menjadi tuan rumah bersama Ukraina tersebut.
Berstatus sebagai juara Asia 2015, setelah mengalahkan Korea Selatan di partai puncak Piala Asia Januari lalu, sepakbola Australia saat ini lahir dari reformasi yang berasal dari campur tangan pemerintah.
Berbeda dengan kebanyakan negara lain yang intervensi pemerintahnya berujung pada keterlibatan FIFA, campur tangan yang dilakukan pemerintah negeri Kanguru pada 2003 silam berjalan dengan relatif mulus.
Melihat sepakbola Australia yang terpuruk, Menteri Olahraga saat itu, Rod Kemp, bersama dengan parlemen Australia membentuk sebuah komite independen yang bertugas untuk mengumpulkan rekomendasi untuk kemajuan sepakbola mereka.
Pada saat itu, sebuah program dari ABC, Four Corners, menemukan banyaknya konflik kepentingan di dalam otoritas sepakbola Australia (SA), yang berada di ambang kebangkrutan dengan hutang yang mencapai US$ 2,6 juta.
Layaknya Australia yang terdiri dari berbagai negara bagian, badan sepakbola nasional mereka saat itu juga dipecah menjadi beberapa organisasi, sehingga menimbulkan masalah perbedaan kepentingan dan juga keenganan untuk memberikan kendali kepada badan sepakbola nasional.
Selain itu, kegagalan untuk lolos ke Piala Dunia dan Piala Konfederasi semakin membuat sepakbola negara kanguru terpuruk.
Namun keberadaan komite independen yang dipimpin oleh David Crawford, mulai berjalan untuk mengidentifikasi segala permasalahan yang ada dan mengajukan rekomendasi kepada pihak SA.
Tentu tidak mudah. Tetapi, pemerintah yang mengancam akan menarik dana jika tidak ada perbaikan dalam sepakbola Australia, banyak berperan dalam keberhasilan laporan Crawford mereformasi dunia sepakbola.
Bahkan dari laporan Crawford tersebut SA mengalami perubahan besar dan berubah menjadi Federasi Sepakbola Australia (FFA)
Keberadaan FFA ini membuat asosiasi sepakbola Australia kini terlepas dari berbagai konflik kepentingan dan juga bersifat independen.
Hasilnya? Australia berhasil kembali meluncurkan liga sepakbola lokal yang bernama A-League, serta berhasil lolos ke Piala Dunia 2006, mengakhiri masa absen mereka selama 32 tahun terakhir.
Australia dan sepakbola mereka, mungkin merupakan salah satu dari sedikit keberhasilan perpaduan antara pemerintah dan asosiasi sepakbola nasional dalam mengatasi permasalahan di sepakbola mereka.
Hingga saat ini, Australia bahkan belum pernah absen dari Piala Dunia, dan sempat mencapai peringkat ke-14 FIFA pada 2009 silam.
Saat ini tim nasional Socceroos yang dilatih oleh Ange Postecoglou tersebut berada di peringkat ke-63 FIFA.