LIPUTAN KHUSUS

Cari Cuan di MMA: Jangan Harap Kaya Mendadak

Nova Arifianto | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2021 08:45 WIB
Meski harus berdarah-darah di atas ring octagon, dompet para petarung MMA di Indonesia tak serta menebal secara drastis.
Kemenangan dan kekalahan begitu berarti dalam penghasilan yang didapat petarung. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Fakta mengenai bayaran petarung lokal yang masih rendah tidak ditampik Ketua Komite Olahraga Bela Diri Indonesia (KOBI) Ardi Bakrie. Dia menyebutnya sebagai pembelajaran industri MMA di Indonesia yang baru semarak dalam beberapa tahun belakangan.

"Kesejahteraan, terus terang kalau misalkan kita bandingkan dengan promotor luar, Indonesia masih jauh di bawah. Itu bukan karena promotornya pelit atau bagaimana," ujar Ardi.

"Saya tidak menyalahkan mereka, tetapi apresiasi orang untuk memasang iklan [belum besar] atau olahraganya sendiri belum well develop, meski saya mempunyai keyakinan dan kepercayaan ini akan berkembang dengan pesat seperti halnya kita mulai 2016 sampai 2019," ucap Ardi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu CEO PT Merah Putih Berkibar, Fransino Tirta, menekankan MMA bukan tempat mencari uang banyak dalam waktu singkat. Menurutnya sebuah kesalahan besar jika orang mau menjadi petarung MMA hanya karena melihat kesuksesan segelintir orang. 

"Buat yang baru mau tarung, bayarannya masih sangat rendah. Ini bahkan bisa dibilang tidak bisa jadi pekerjaan utama. Dia harus terus membuktikan dia adalah fighter yang bagus, dengan cara latihan, tanding, menang, dan kembali latihan, tanding, menang. Sehingga dia diakui sebagai fighter yang jago dan lihai, jadi bayaran semakin tinggi," ucap Fransino.

"Jangan Anda melihat Conor McGregor sukses dapat duit jutaan dolar terus mau jadi seperti itu. Pasti akan sangat berat," imbuh Fransino lagi.

Kendati guyuran uangnya tak terlalu banyak, para petarung menganggap arena MMA tetap memberi dampak ekonomi. 

Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika MMA tidak memiliki event skala nasional yang menjangkau masyarakat luas, kondisi saat ini dianggap lebih baik.

GIF Banner Promo Testimoni

Suwardi, mantan juara MMA, yang sudah lama malang melintang di pelbagai ajang nasional sejak 2000-an merasakan betul kesulitan ekonomi ketika MMA belum populer di Indonesia. Ada berbagai kebutuhan keluarga yang juga harus ia penuhi di saat fokus merintis karier di MMA.

"Kayak punya ambisi besar, tapi enggak lihat bensin. Akhirnya enggak seimbang. Ada kalanya saya enggak terlalu fokus mengembangkan MMA. Saya jualan bakso, saya kuli pasar, ya pekerjaan kasar," ucap Suwardi.

Kisah Theodorus Ginting pun serupa. Pahit getir ia rasakan ketika MMA masih dilirik sebelah mata oleh sponsor-sponsor berkantung tebal. Sebuah kondisi yang tak mudah dipahami keluarganya yang tidak memiliki latar sebagai atlet.

"My family has no idea what can you do as an athlete to survive living. Pembuktian saya berat banget karena kesejahteraan atlet bukan sesuatu yang diperhatikan. Sekarang ada One Pride, okelah bisa jualan ke brand A brand B. Dulu tidak ada yang peduli," sambung Theo yang dijuluki Singa Karo.

Saat ini petarung sebenarnya belum bisa 100 persen mengandalkan uang dari bertanding. Tak ayal kebanyakan dari mereka pun harus mendapat pemasukan dari melatih. Ada banyak opsi yang bisa diambil, mulai dari menjadi pelatih privat, muaythai, tinju, hingga pelatih bagi mereka yang ingin menaikkan/menurunkan berat badan.

"Zaman dulu tidak ada. Saya mulai pelan-pelan karier saya jadi pelatih dari 2010 sampai detik ini. Saya melatih profesional dalam arti itu mata pencaharian saya. Saya melatih untuk membiayai latihan saya sendiri karena harus bayar si A, si B harus beli suplemen," ungkap Theo yang memiliki sasana di daerah Pluit, Jakarta Utara.

Theo (Theodorus Ginting) sang juara One Pride MMA membentuk fight team ini dengan tujuan membantu para fighter MMA maupun pemuda pemudi berbakat yang ingin menjadi fighter MMA untuk mengembangkan bakat mereka dengan serangkaian program latihan yang telah mereka sepakati bersama. CNN Indonesia/Andry NovelinoMembangun sasana menjadi salah satu alternatif atlet MMA mendapat penghasilan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Seperti diungkap Theo, hal lain yang bisa dilakukan seorang atlet MMA untuk mendapat uang selain dari pertandingan adalah sponsor.

Dengan keberadaan ajang rutin dan eksposur media televisi, pihak sponsor perlahan membuka diri terhadap proposal-proposal yang masuk dari para atlet. Namun lantaran MMA masih belum semasif sepak bola atau badminton, pihak pemodal baru mau mengucurkan dana apabila atlet tersebut sudah memiliki nama.

Di era sekarang, popularitas atlet MMA bukan cuma perihal catatan rekor tarung dan sabuk juara. Media sosial menjadi salah satu nilai plus bagi seorang atlet jika ingin mendapat sponsor.

"Bukan hanya faktor kemenangan, tapi proposal jualan diri istilah kata. Yang pasti follower banyak itu enggak bisa dibohongin. Orang Indonesia itu masih menjunjung budaya timur. Attitude, kesopanan, humble, itu dihargai dan bagaimana masyarakat lihat fighter dan itu bisa jadi nilai jual," ucap Suwardi yang pernah menyandang status juara One Pride.

Bisnis di luar bidang pertarungan juga menjadi opsi beberapa atlet yang sudah berhasil mengumpulkan uang. Salah satunya Billy Pasulatan, yang sukses berbisnis penyewaan mobil, sound system, dan kos-kosan.

"Semenjak di MMA ada banyak rezeki yang masuk ya kita putar di tempat usaha. Karena sudah berkeluarga ya harus pikir masa depan jangan sampai habis," ujar petarung asal Minahasa, Sulawesi Utara.

"Bukan cuma dari bertarung saja, kita enggak harus berpatokan di satu tempat. Kita harus cari yang lain juga, kalau yang kita usahakan macet kan agak susah juga, jadi harus ada sampingannya," tambah Billy.

Hujan Duit di Negeri Orang

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER