Setelah dari Asian Para Games 2010, saya bertanya kepada teman yang orang Malaysia soal cara bisa tampil di Paralimpiade. Karena setelah Asian Paragames 2010 ada Paralimpiade 2012 di London, Inggris.
Ternyata, di para itu juga banyak kompetisi terbuka di luar sana untuk bisa mendapatkan poin dan peringkat ke Paralimpiade. Pada 2011 itu saya mulai mengejar poin untuk mendapatkan peringkat dunia agar bisa ke Paralimpiade 2012.
Setiap tahun sekitar 15 sampai 16 turnamen terbuka digelar guna mencari poin dan peringkat dunia. Waktu 2011, saya hanya ikut sekitar 6 turnamen agar bisa ke Paralimpiade 2012. Yang saya ikuti juga hanya yang dekat-dekat saja, seperti di Thailand, di China, di Taiwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu NPC itu, pada saat saya mulai bergabung pada 2010 belum terlalu diperhatikan pemerintah seperti saat ini. Saya harus mencari sponsor sendiri, cari tiket sendiri, berangkat juga sendiri.
Saat itu belum ada dukungan dari pemerintah, tidak ada sama sekali. Cuma waktu itu untuk mendaftarkannya memang lewat NPC.
Sementara, saya bercita-cita ikut Paralimpiade. Tapi kalau saya tidak ikut turnamen terbuka ini, peringkat saya enggak bakalan cukup untuk sampai ke Paralimpiade.
Setelah ikut turnamen terbuka yang dekat-dekat itu poin saya masih kurang juga. Meskipun di setiap turnamen tersebut hasilnya cukup bagus, poin dan peringkat saya naik terus.
Nah yang dua terakhir itu ada turnamen di Inggris dan Republik Ceko. Saya bisa ke sana karena bantuan dari orang lain yang memberikan sponsor.
Dulu waktu saya masih bermain di kategori umum, saya banyak kenalan di klub ini, di klub itu. Saya ngobrol dengan mereka sambil memberikan proposal. Setiap bertanding ke luar negeri pakai kaus mereka, untuk mempromosikan saja.
Akhirnya hasil yang di Inggris dan Ceko pun bagus. Saya bisa sampai di peringkat ke-11 dunia dan lolos ke Paralimpiade 2012 di London. Ketika itu limit ke Paralimpiade hanya sampai peringkat 14, ditambah 2 lagi wild card, jadi 16 peserta.
Hasil itu cukup memuaskan, karena saya memulainya dari peringkat 40, lalu ke-29, naik lagi ke-25, sampai akhirnya di peringkat 11. Karena di Paralimpiade itu batas penghitungan peringkat hanya sampai akhir 2011 kalender, tidak seperti kategori umum.
Di Paralimpiade London itu hanya 4 orang perwakilan atlet dari Indonesia, salah satunya saya dari tenis meja. Pada 2012 itu saya bisa ikut Paralimpiade, Olimpiade yang saya impikan. Hasilnya juga luar biasa, saya membuat sejarah dengan meraih medali perunggu.
Sebenarnya target saya ingin lebih dari itu, tetapi saya bersyukur bisa dapat perunggu. Itu medali pertama Indonesia di Paralimpiade di semua cabang olahraga.
![]() |
Setelah dari Paralimpiade 2012, kami (atlet para) mulai diperhatikan pemerintah. Sebenarnya pada saat ASEAN Para Games 2011 di Solo, pemerintah atau Kemenpora mulai memperhatikan prestasi atlet-atlet disabilitas Indonesia. Dan Organisasi NPC juga semakin hari semakin baik dan lebih maju kinerjanya.
Saya ikut lagi di Paralimpiade 2016 di Brasil, tetapi kalah. Di Asian Paragames 2014 di Incheon, Korea Selatan, saya dapat medali emas. Di Asian Paragames 2018 di Jakarta juga dapat emas. Kalau di ASEAN Para Games, saya selalu dapat emas, semuanya di nomor tunggal putra.
Saat ini saya juga sedang menjalani persiapan ke Paralimpiade 2020 di Tokyo. Meskipun diundur, tetapi pelatnas di Solo masih jalan terus.
Kalau dibandingkan dengan kategori umum di cabang tenis meja, atlet para tenis meja ini memang lebih bagus prestasinya, cuma kurang diekspos saja. Saya melihat atlet di cabang lainnya juga kurang terekspos.
Padahal tidak mudah dengan keterbatasan fisik seperti ini, kami bisa berprestasi. Bagi generasi muda juga harus melihat, saat ini kami memberi contoh semangat. Mungkin ada anak-anak kecil yang punya keterbatasan fisik juga, jadi mereka harus bisa semangat tidak minder dengan keadaannya.
Saya juga pernah bertanding dengan minder, waktu itu karena merasa dilecehkan lawan. Ketika itu masih di kategori umum, baik di level junior dan senior pernah dilecehkan.
Yang saya ingat sewaktu mewakili Indonesia di tingkat senior. Ada pemain-pemain yang melihat kondisi saya, mereka tertawakan. Karena mungkin waktu itu saya masih awal-awal masuk timnas, jadi masih minder. Permainan saya juga belum terlalu maksimal karena masih kurang pede.
Tetapi setelah 2 tahun, saya mulai percaya diri saja. Kalau kalah, memang karena kalah dan lawan lebih bagus, bukan karena saya kurang percaya diri. Yang pastinya teman-teman satu pelatnas, pelatih, juga orang tua terus mendukung dan memotivasi saya lebih percaya diri pada saat bertanding di luar negeri.
Saya harus keluar dari pikiran apa pun yang orang lihat, yang orang orang tonton. Saya harus menunjukkan walaupun dalam kondisi seperti ini, saya harus menunjukkan prestasi, bermain dengan kemampuan terbaik.
Orang tua yang mendukung penuh saya menjadi atlet tenis meja, meski saya punya keterbatasan. Mereka mendukung saya menjadi atlet tenis meja sejak kami tinggal di Batang, Jawa Tengah. Saat saya masih kelas 4 SD.
Orang tua saya selalu berpesan dan terus kasih motivasi, jangan lihat orang yang meremehkan kita. Justru hal itu membuat kita lebih semangat dan termotivasi berprestasi. Di samping itu juga pesan orang tua, selalu lakukan yang terbaik dan jangan lupa selalu bersyukur serta berdoa.
Yang terakhir, ucapan terima kasih kepada orang tua, istri saya Jeany dan anak-anak, semua pelatih, serta semua teman-teman yang telah mendukung saya selama ini, bahwa keterbatasan fisik ini justru adalah kekuatan saya. Puji syukur kepada Tuhan.
(har)