Jakarta, CNN Indonesia --
Manchester City musim ini menjelma menjadi tim menakutkan, tak hanya kancah domestik, tapi juga Liga Champions. Peluang mereka juara Liga Champions, bahkan juga Liga Inggris amat terbuka.
Termutakhir, The Citizens mampu menjungkalkan Borussia Moenchengaldbach dua gol tanpa balas. Modal penting di leg pertama babak 16 besar Liga Champions.
Gol kemenangan Manchester Biru diciptakan lewat tandukan Bernardo Silva di menit ke-29, dan sontekan Gabriel Jesus menit ke-65.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu merupakan kemenangan ke-19 secara beruntun di semua kompetisi. Catatan gila dari Man City di musim ini. Lebih gila lagi, mereka belum tersentuh kekalahan dalam 26 laga terakhir, hanya diselingi tiga kali seri.
Terakhir mereka kalah saat ditekuk Tottenham Hotspur 2-0 di ajang Liga Inggris pada 21 November lalu. Artinya sejak saat itu, mereka berlari kencang di ajang Liga Inggris, Piala FA, Piala Liga, maupun Liga Champions.
Raheem Sterling cs sejatinya di awal musim sempat diragukan, khususnya di Liga Inggris. Mereka bahkan sempat terlempar dari enam besar klasemen sebelum akhirnya perlahan tapi pasti kembali ke fitrah sebagai tim favorit juara.
 Kemenangan Man City atas Borussia M'Gladbach merupakan yang ke-19 secara beruntun. (AP/Laszlo Balogh) |
Kini mereka bak pesawat tempur yang melesat kencang karena mampu menghabisi siapa pun lawannya. Di Liga Inggris, mereka tak ada saingan sejauh ini.
Tottenham yang mengalahkan mereka balas dibabat. Liverpool digilas tanpa ampun di Anfield. Chelsea dan Arsenal juga senasib, digasak di rumah sendiri.
Di Piala FA, mereka kini berada di perempat final dan akan berhadapan dengan Everton pada 20 Maret mendatang. Peluang mereka melaju hingga final bahkan juara sangat terbuka jika menilik performa saat ini.
Pun begitu di Piala Liga, Man City akan menantang Tottenham di final 25 April mendatang. Harusnya Man City bisa mengalahkan Spurs jika tetap menjaga performanya.
Sementara di Liga Champions, Man City harus betul-betul tak melepas pedal gasnya. Sekali melepas, maka mereka mengulangi musim-musim sebelumnya.
[Gambas:Video CNN]
Sejak era Pep Guardiola, Man City terkenal mudah lolos dari fase grup tapi kerap terhenti di fase gugur. Pada 2016/2017, Man City didepak AS Monaco di babak 16 besar setelah kalah agregat 6-6 (menang 5-3 di leg pertama, dan kalah 1-3 di leg kedua).
Di musim-musim berikutnya mereka selalu mentok di perempat final. Pertama disingkirkan Liverpool pada 2017/2018 karena ditekuk dua kali, 0-3 dan 1-2.
Lalu ditendang Tottenham pada 2018/2019 usai kalah agregat secara dramatis 4-4 (kalah 0-1 di leg pertama dan menang 4-3 di leg kedua).
Terakhir dikandaskan Olympique Lyon pada 2019/2020. Mereka kalah 1-3 dalam laga satu leg tersebut.
Karena itu, mumpung tengah dalam performa impresif di musim ini, Man City harus mempertahankannya hingga akhir kompetisi. Terutama Liga Champions.
Sebab jika bukan sekarang, maka musim-musim berikutnya pasti akan jauh lebih sulit lagi, karena para pemainnya yang tak mungkin bisa terus menerus dalam performa bagus seperti musim ini atau tim-tim lawan yang mulai bisa mengantisipasi taktik Pep musim ini.
Sejak berlabuh ke Stadion Etihad, Pep mengubah pendekatan taktik Man City. Pep menjadikan Man City ganas di lini depan. Sama seperti di Barcelona dan Bayern Munchen, Pep juga menjadikan Man City yang gila menguasai bola.
Hampir setiap laga, Man City selalu memegang kendali dengan penguasaan bola hingga lebih dari 60 persen. Selama empat musim melatih, Man City dua kali juara Liga Inggris, sekali juara Piala FA, dan tiga kali kampiun Piala Liga.
Namun semua prestasi itu hanya kancah domestik. Di kancah Eropa, Pep tak mampu membawa pulang trofi Liga Champions ke lemari Man City.
Di musim ini, Pep berubah. Tampaknya dia sadar bahwa selama empat tahun terakhir timnya tak terlalu bagus di pertahanan. Meski punya striker tajam dan lini tengah mumpuni, namun faktanya sektor pertahanan menjadi titik terlemah Man City yang selama ini selalu dieksploitasi tim-tim lawan.
Karena itu, Pep melakukan pembenahan di lini belakang serta mengubah pendekatannya terhadap taktik. Tak ada lagi Man City yang terus menerus menyerang secara agresif, tapi lemah saat mendapat serangan balik.
Pep tercatat mendatangkan bek Ruben Dias dari Benfica dan Nathan Ake dari Bournemouth. Untuk sektor depan, hanya Ferran Tores yang dibeli Valencia.
Membeli Dias dan Ake dimaksud Pep untuk memperkuat lini pertahanan. Sejauh ini Dias tampil sesuai ekspetasi.
Di sisi lain, John Stones kembali ke level terbaiknya dan membaiknya performa Aymerick Laporte maupun Eric Garcia. Mereka secara bergantian bermain sebagai duet bek tengah atau ditandem bersama Stones.
Pun begitu Joao Cancelo kembali tampil apik. Cancelo membuktikan diri menjadi pemain serba bisa. Dia tak hanya piawai sebagai bek sayap kanan, tapi juga handal saat diplot sebagai bek sayap kiri maupun gelandang tengah.
 Pendekatan baru pada taktik oleh Pep Guardiola membuat Man City melibas tim-tim besar macam Liverpool. (AP/Jon Super). |
Di setiap laga Pep kerap menurunkan formasi 4-3-3. Formasi itu menjadi pakem ketika bertahan dan berubah menjadi 3-4-3 ketika menyerang.
Artinya, Pep kini lebih mementingkan kedisiplinan para pemain belakangnya. Pep juga menginstruksikan melakukan pressing tinggi kepada para pemain lawan saat tanpa bola.
Pressing tinggi dalam hal ini hanya melakukan penjagaan zona pada masing-masing pemain lawan, dan memposisikan diri untuk memotong jalur umpan musuh.
[Gambas:Video CNN]
Tak hanya itu, Pep juga memainkan dua posisi palsu beberapa kali, yakni false nine dan false right full back. Dalam beberapa pertandingan, Ilkay Gundogan atau Phil Foden menjadi false nine alih-alih memainkan Sergio Aguero atau Gabriel Jesus yang merupakan striker murni.
Sedangkan Cancelo sering menjadi gelandang bertahan ketika dalam situasi menyerang. Sementara Dias dan Stones ditemani Oleksandr Zinchenko menjadi trio bek tengah.
Ketika bertahan, Cancelo kembali ke posisinya untuk membentuk empat bek sejajar. Sementara tiga gelandangnya turun membantu pertahanan di depan empat bek.
Perubahan pendekatan pada taktik tersebut yang sejauh ini menuai hasil positif. Mereka menjadi satu-satunya tim di Liga Inggris dengan jumlah kebobolan paling sedikit, yakni baru 15 kali.
Selain itu, perubahan itu juga menciptakan keseimbangan antarlini. Pertahanan kuat, tapi para pemainnya tetap mampu gahar di muka gawang lawan. Terbukti dengan 26 laga tanpa terkalahkan, 19 laga di antaranya merupakan kemenangan beruntun.