Larangan mengenakan hijab di level profesional nyaris membuat Bilqis Abdul Qaadir putus asa. Pasalnya, Bilqis belum menemukan jalan lain dalam menyalurkan bakatnya di basket. Sementara, banyak pihak menilai Bilqis terlalu tua untuk menjadi pemain profesional.
Beruntung, Bilqis tidak kehilangan semangat bertempur di saat kehilangan obsesi terbesarnya itu. Dalam masa-masa memperjuangkan perubahan aturan FIBA, Bilqis memiliki harapan lain, yaitu mencetak generasi pemenang di dunia basket.
Pada 2014, Bilqis mendirikan tim basket Muslim Girls Hoop Too, sebuah wadah yang menanamkan rasa percaya diri, harga diri, kekuatan, dan yang penting keimanan kepada Islam melalui bola basket.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah saya memilih tidak bermain, tujuan akhir saya adalah mengajar sebanyak mungkin gadis Muslim muda bermain bola basket sehingga mereka bisa melihat, bahwa olahraga dapat menuntun mereka tidak hanya untuk berkarir, tetapi juga melalui kehidupan dengan kekuatan dan kepercayaan diri," kata Bilqis yang memperoleh gelar master dalam bidang kepelatihan dari Universitas Memphis.
Menjadi instruktur basket seperti napas baru dalam kehidupan Bilqis. Terlebih lagi ketika Bilqis bisa memberikan kemajuan kepada anak didiknya.
"Saya juga senang melihat senyuman dan kilau di wajah seorang gadis muda saat dia melakukan bidikan pertamanya dan kembali menatap saya dan berkata, 'Apakah saya baru saja melakukannya?' Untuk saat itu saya merasa hidup," ucap Bilqis.
Bilqis benar-benar inspirasi bagi banyak wanita Muslim, terutama yang menggemari basket. Lewat cerita Bilqis, para atlet basket itu tidak perlu lagi takut mengorbankan olahraga yang dicintainya tersebut.
"Saya tidak ingin gadis Muslim lain harus berkorban dan harus memilih," tutur Bilqis.
"Saya ingin memberikan ruang di mana mereka bisa datang dan bermain dan mempraktikkan keyakinan mereka, dan menembak ke ring tanpa ada yang melarang mereka," kata Bilqis menambahkan.
Pengalaman Bilqis mengajarkan anak-anak di Muslim Girls Hoop Too tidak mudah menyerah, meskipun sesuatu hal yang digemari tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebaliknya, jika masih bisa diperjuangkan, maka perlu diupayakan untuk dibuat perubahan.
Menurut laporan CBC, kini Bilqis tinggal di London, Ontario, Kanada bersama suaminya, Abdulwahid Massey, dan putranya. Suami Bilqis merupakan seorang pelatih basket di Sekolah Islam London.
Di Kanada, Bilqis dan suaminya membuka pusat kebugaran di bagian timur London, tepatnya di basement Mal Oxbury Centre di sudut Oxford Street East dan Highbury Avenue.
"Kami baru saja menikah dan sedang mencari tempat tinggal baru. Menurut kami, kenapa tidak di Kanada saja?" ucap Bilqis.
Bilqis dan suaminya merasa nyaman tinggal di Kanada dan tidak ingin kembali ke Amerika Serikat.
"Kami sangat berterima kasih kepada Kanada, dan hanya di sini disambut dengan tangan terbuka," Bilqis menjelaskan.
Bilqis tidak menyesali keputusannya menentang aturan FIBA dan mundur sebagai pemain profesional. Karena dari perjuangannya itu, dia bisa melihat pemain Muslim tampil di liga profesional.
"Ada Batouly Camara yang sekarang bermain di Spanyol, liga yang dulu sangat ingin saya rasakan. Dia mengenakan jilbab, bermain di liga di bawah naungan FIBA. Di satu sisi, saya merasakan cemburu yang halal," ucap Bilqis tertawa.
"Tapi saya suka fakta, pintu telah dibuka. Saya bangga mengatakan, jika bukan karena saya mengorbankan karier saya dan tetap kuat, dia mungkin tidak akan memiliki kesempatan bermain seperti itu," kata Bilqis menambahkan.
(sry/har)