Malang, CNN Indonesia --
Gate 13 Stadion Kanjuruhan kini jadi pusara. Berbagai jenis bunga ditabur di depan pintu. Sepatu-sepatu yang tersisa dari tragedi 1 Oktober tersusun di sana.
Dibanding 14 gate atau pintu masuk lain stadion, kondisi di pintu 13 ini paling nestapa. Sudah tidak ada lagi pembatas besi di pintu masuk. Tiga buah besi pemisah menuju pintu selebar satu meter itu telah terlepas dari tempatnya.
Pintu besi berwarna biru selebar dua meter dengan daun pintu satu meter itu juga miring. Sudah tidak terpasang dengan kukuh. Sisi bagian kanan atas, tembok ventilasi, tampak jebol selebar setengah meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat ventilasi yang dijebol inilah para penonton yang sempat terjebak di dalam stadion berupaya keluar, sebelum akhirnya pintu benar-benar terbuka. Coretan dinding 'Selamat Jalan Saudaraku' terpampang di sana.
Kondisi gate 13 memang paling mengenaskan. Gate 12 dan 11 yang juga tertutup saat terjadi kericuhan di dalam stadion, tidak separah gate 13. Pembatas besi masih ada, pintu tak miring, dan tembok tak dijebol.
Pintu 13, 12, dan 11 berada sisi kiri tribune timur atau bagian pinggir belakang gawang. Dari pintu masuk VIP dan VVIP, posisinya ada di sebelah kanan. Posisinya tak jauh dari kantor KONI Kabupaten Malang.
 Lilin menyala di depan pintu tribune 13 Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/10). (CNN Indonesia/Abdul Susila) |
Pada malam kejadian, ada pembatas besi berwarna hitam menuju gate 13, 12, dan 11. Berdasarkan video yang beredar di media sosial, situasi di luar gate masih ramai meski pertandingan sudah berlangsung.
Begitu pertandingan antara Arema FC kontra Persebaya untuk pekan ke-11 Liga 1 2022/2023 selesai, penonton tak langsung keluar. Momen setelah laga itu ingin dinikmati oleh segenap penonton yang hadir.
Namun, siapa sangka itu jadi malam petaka. Berawal dari masuknya sejumlah penonton ke dalam stadion yang kemudian dihalau polisi, tembakan gas air mata diletuskan untuk mengurai massa di dalam stadion.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Hanya saja gas air mata tak hanya ditembakkan di lapangan. Polisi yang berjaga malah menembakkan gas yang bisa membuat mata perih dan pernafasan sesak tersebut ke tribune Stadion Kanjuruhan. Ada puluhan tembakan dilepas.
Ini membuat tribune dikepung asap. Seperti hujan yang datang tiba-tiba, ruang udara dipenuhi beragam bahan kimia seperti chloroacetophenone, chlorobenzyliden amalonotrile, chloropicrin dan bromobenzyl cyanide.
Ini membuat sebagian besar penonton panik. Di antara penonton itu adalah ibu-ibu, anak-anak, juga remaja putri. Mereka umumnya belum pernah menghirup gas air mata. Gas ini membuat mereka kalang kabut.
Pintu terdekat langsung jadi sasaran. Maka diserbu gate 13, 12, dan 11. Nahasnya pintu keluar tiga gate tersebut masih tertutup. Menurut PSSI, petugas security officer yang berjaga lalai membuka pintu menjelang laga usai.
Desak-desakan tak terhindarkan. Yang di depan pintu tak bisa keluar, sedangkan gelombang dari belakang terus mengalir. Mereka yang ada di depan akhirnya terhimpit. Jeritan, tangisan, dan makian menguap di sana.
Sebagai gambaran, lorong menuju pintu keluar cukup tinggi. Sekitar tiga meter. Ada pagar besi yang dipasang di sana. Ini membuat ruang gerak makin sempit. Sudah begitu tidak ada cukup penerangan sehingga membuat pengap.
 Suasana di depan pintu tribune 12 Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/10). (CNN Indonesia/Abdul Susila) |
Peristiwa mencekam itu berlangsung sekitar setengah jam. Dalam kurun waktu tersebut banyak yang tumbang. Ada yang pingsan, tak sadarkan diri, lemas, hingga meregang nyawa. Diyakini lebih dari 50 orang meninggal di gate 13.
Agak beruntun bagi mereka yang sudah berpengalaman dengan gas air mata. Begitu gas air mata ditembakkan polisi, mereka tak buru-buru keluar, melainkan menuju ujung atas tribune untuk mencari ruang udara lebih terbuka.
Tak jauh dari gate 13, ada sebuah warung kopi. Penjualnya seorang ibu bersama sang suami. Saat kejadian, si ibu bersembunyi. Ia takut. Perasaannya tak keruan. Jeritan histeris hingga kini masih menghantuinya.
"Takut saya," begitu ucap sang ibu sambil mencoba menghindar dari pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Rasa trauma masih tergambar di wajahnya. Ibu ini juga ikut tahlilan bersama Aremania setiap malamnya.
[Gambas:Photo CNN]