Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan penerbitan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, dan Kartu Indonesia Pintar tak perlu diperdebatkan. Demokrat, kata dia, tak mempersoalkan terbitnya kartu itu.
“Kami
positive thinking saja,” kata Ruhut di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/11). “Kartu ini penjelmaan dari SBY yang dulu.”
DPR adalah salah satu sumber pengkritik kebijakan yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada awal pekan ini. Menurut Ruhut, kalangan DPR mestinya instropeksi diri karena kartu itu memang harus direalisasikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruhut menilai para anggota dewan seharusnya lebih fokus pada tugas dan fungsinya terkait legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Tapi Imam Nasef, peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tata Negara SIGMA, menilai penerbitan KIS, KKS, dan KIP oleh Presiden Jokowi telah mengabaikan konstitusi. Menurutnya kebijakan itu tak memiliki dasar hukum.
Menurut Imam sangat tabu dan tidak mungkin suatu tindakan dilakukan lebih dulu ketimbang dasar hukumnya. Sebab itu bisa saja membuat tindakan atau kebijakan Presiden melanggar hukum.
“Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 sangat jelas menyebutkan, maka konsekuensinya seluruh tindakan pemerintah wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk tindakan menerbitkan KIS, KIP dan KKS, itu harus memiliki dasar hukum,” katanya.
Tak hanya Imam yang berpikir begitu. Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra juga menulis beberapa pendapatnya di jejaring sosial Twitter melalui akun @Yusrilihza_Mhd.
Dengan adanya dugaan dana untuk program kartu itu diambil dari dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) sebuah BUMN, Yusril menilai itu harus ada dasar hukumnya.
Menurut Yusril, dana BUMN harusnya dipakai perusahaan untuk masyarakat sekitarnya. “Bisa bermasalah dana CSR BUMN itu diambil pemerintah untuk biayai program tiga kartu yg dijanjikan Presiden ketika kampanye dulu,” demikian cuitan Yusril.
Tapi Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan program itu sudah punya dasar hukum. Sebab KIS hanyalah program Jaminan Kesehatan Nasional yang diperbaiki. "Yang berubah nama kartunya, dan cakupan serta manfaatnya diperluas," kata Menteri Nila, di Jakarta, pada Rabu (5/11) lalu.
Kepala Badan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan dasar hukum program itu sama dengan JKN, yakni Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 soal Sistem Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 soal BPJS, dan UUD 45 pasal 34.