DPR Dinilai Langgar Dua Ketentuan Jika Merevisi UU Pilkada

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Selasa, 05 Mei 2015 21:48 WIB
Rencana Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk merevisi Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah mendapat penolakan keras.
Aktivis menunjukkan jari yang sudah dicelupkan tinta sebagai bentuk dukungan saat berunjuk rasa soal putusan UU Pilkada di depan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 12 Oktober 2014. Masyarakat diajak memantau kinerja anggota DPR yang baru dilantik. CNN Indonesia/Safir Makki
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk merevisi Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah mendapat penolakan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada. Menurut mereka poin-poin yang mau dimasukkan oleh DPR dalam UU tersebut setidaknya melanggar dua ketentuan.

Direktur Indonesia Parliament Center Sulastio mengatakan, salah satu masalah yang diperbincangkan terkait revisi tersebut adalah apakah ada cukup waktu hingga masa pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada Juli 2015. Namun bagi Sulastio masalah utama yang dihadapi adalah kepantasan dari revisi itu sendiri.

"Apakah bisa cepat direvisi? Mungkin saja. Namun bukan itu, saat ini yang penting adalah pantas atau tidak UU tersebut direvisi," kata Sulastio saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, UU tersebut dibuat untuk kepentingan rakyat sehingga haram hukumnya jika memaksakan kepentingan untuk dimasukkan dalam undang-undang.

Sulastio menyatakan, tugas DPR sebenarnya adalah mengawasi jalannya undang-undang. Maka dari itu, jika DPR merevisi demi kepentingan politik maka ada dua hal yang dilanggar oleh lembaga legislatif tersebut.

"Pertama adalah masuknya kepentingan politik dalam UU. Yang kedua adalah melanggar UU MD3," kata Sulastio. "Dalam UU MD3 tersebut dijelaskan jika tugas DPR adalah mengawasi," ujarnya menambahkan.

Selain melanggar dua ketentuan, Sulastio mengatakan ada satu hal lain yang menjadi masalah jika DPR mau merevisi UU Pilkada, yaitu revisi UU Pilkada tak masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015.

"Ini akan menjadi preseden buruk, apalagi UU Pilkada tak masuk dalam prolegnas 2015. Harus ada alasan kuat untuk melakukan revisi UU yang berada di luar prolegnas," tuturnya.

Sebelumnya ‎Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, tiga rekomendasi terkait syarat pencalonan pilkada, hasil rapat Panitia Kerja DPR bersama pemerintah dapat diterima oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal tersebut disampaikannya seusai melakukan pertemuan bersama KPU dan Kementerian Dalam Negeri.

"Rapat tadi adalah mengambil keputusan. Apa yang direkomendasikan oleh Komisi II DPR, tiga poin itu diterima oleh KPU, untuk dimasukkan ke dalam Peraturan KPU," ujar Rambe di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).

Pertemuan tersebut dilakukan untuk mencari solusi bagi partai yang bersengketa seperti Partai Golkar dan PPP. Sebelumnya, KPU enggan untuk menerima poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada yakni menerima putusan pengadilan terkini meski belum inkrah.

Kendati demikian, rekomendasi tersebut diterima seiring dengan adanya revisi terbatas yang akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Langkah tersebut diambil untuk memberikan payung hukum kepada parpol yang bersengketa untuk dapat ikut pilkada.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER