Jokowi Buka Opsi Terbitkan UU Baru Pencegahan Terorisme

Resty Armenia | CNN Indonesia
Rabu, 20 Jan 2016 13:47 WIB
Jokowi berencana menggelar pertemuan dengan pimpinan lembaga negara untuk memutuskan opsi yang terbaik pencegahan terorisme.
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) membuka opsi untuk
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo memunculkan opsi penerbitan undang-undang baru soal pencegahan terorisme. Hal ini menyusul kedua opsi sebelumnya, yakni revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang atau menerbitkan Perppu.

Jokowi menjelaskan, sejauh ini pemerintah telah berkonsultasi dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga negara lainnya. Dalam rapat konsultasi beberapa hari lalu, tuturnya, seluruh lembaga negara memiliki pemikiran sama mengenai pentingnya memasukkan uncur pencegahan dan deradikalisasi dalam Undang-Undang Antiterorisme itu.

"Ada beberapa alternatif yang belum diputuskan. Masih dalam proses semuanya. Bisa nanti revisi Undang-Undang, bisa nanti Perppu, bisa nanti membuat Undang-Undang baru mengenai pencegahan," ujar Jokowi di Credentials Room, Istana Merdeka, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi mengaku sadar bahwa dimasukkannya poin pencegahan dan deradikalisasi ke dalam UU Antiterorisme merupakan keperluan yang sangat mendesak, karena kondisi yang sudah cukup genting.

"Memang sekarang ini mau tidak mau ada sebuah keperluan yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan, sehingga polisi bisa melakukan pencegahan-pencegahan yang diberikan payung hukum yang jelas, sehingga ada keberanian bertindak di lapangan," katanya.
Ia berencana untuk menggelar pertemuan dengan para pimpinan lembaga negara lainnya secepatnya, seperti saat rapat konsultasi, sehingga bisa memutuskan opsi mana yang terbaik.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memastikan bahwa dalam kedua poin di atas juga akan memasukkan material soal pencabutan status kewarganegaraan bagi WNI yang bepergian ke luar negeri untuk berlatih menjadi teroris.

"Termasuk di situ, nanti di dalamnya yang berkaitan dengan itu nanti juga masuk," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, opsi revisi UU Antiterorisme dan penerbitan Perppu juga telah disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin. Ia menjelaskan, perbedaan kedua opsi tersebut didasarkan pada lamanya waktu yang diperlukan. Revisi Undang-Undang Antiterorisme akan memakan waktu lebih lama daripada penerbitan Perppu.

"Oleh DPR disampaikan apakah mau ada perubahan revisi dari UU itu atau mau Perppu. Tapi intinya, kami mau memberikan kewenangan untuk preemptive (kekuasaan untuk melakukan upaya pencegahan)," ujar Luhut.
Artinya, papar Luhut, baik polisi maupun unsur-unsur keamanan bisa melakukan penangkapan sementara untuk mendapatkan keterangan, sehingga bisa mencegah kejadian-kejadian yang terindikasi bersifat teror berikutnya.

"Bisa mungkin seminggu atau dua minggu penahanan itu. Sudah itu, dilepas, karena kami juga melihat seperti di Malaysia atau Singapura. Malaysia security act untuk keamanan dalam negeri. Kira-kira bentuknya seperti itu," katanya.

Luhut menyebutkan, ada macam-macam kriteria penangkapan sementara yang akan digunakan untuk menghindari kejadian salah tangkap, salah satunya dengan mendapatkan informasi yang bocor dan melakukan cross check informasi tersebut kepada pihak kepolisian.

Luhut mengungkapkan, mulai sekarang pihaknya sudah diperintahkan Presiden Joko Widodo untuk megurus kedua opsi tersebut, karena pemerintah ingin agar peraturan ini nantinya bisa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Ia pun yakin bahwa DPR akan mendukung langkah pemerintah kali ini.

"Tadi Pak Ketua DPR bilang, tahun lalu cuma tiga UU, tahun ini beliau target paling tidak 30 sampai 37. Jadi itu menunjukkan suatu keseriusan dari mereka. Kami berharap (revisi UU Antiterorisme atau penerbitan UU) bagian dari itu juga," ujarnya.
Mantan Kepala Kantor Staf Presiden itu mengatakan, pemerintah tentu mempertimbangkan unsur hak asasi manusia (HAM) dan unsur lainnya. Menurutnya, pemerintah lebih memilih untuk melakukan tindakan tegas kepada beberapa orang yang tindakannya bisa menimbulkan kemungkinan pelanggaran hukum seperti kekerasan.

Luhut juga menuturkan, tidak ada perluasan kewenangan kepolisian dalam penangkapan sementara. Ia berpendapat, pihak kepolisian telah melakukan tugasnya dengan baik dan bisa membantu dalam hal pencegahan.

Di sisi lain, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan bahwa pemerintah memilih untuk merevisi UU Antiterorisme daripada menerbitkan Perppu. Ia mengaku telah memiliki konsep dan siap memasukkan konsep tersebut ke dalam Prolegnas 2016 dan DPR siap untuk mempercepat prosesnya.

"Kita Undang-Undang saja," katanya.

Ia melanjutkan, "kami siapkan, DPR siap membahas. Ada beberapa poin yang nanti kami selesaikan. Kami rapat koordinasi dulu antara kementerian, Densus, Polri, dan Menkopolhukam."

Siang tadi, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin sepakat dengan gagasan Presiden Jokowi mengenai peraturan tersebut.
Zulkifli bercerita bahwa dalam rapat konsultasi yang digelar di Istana Negara tadi hampir ada kesepakatan bersama mengenai pentingnya revisi Undang-Undang Antiterorisme dengan memperluas atau melengkapi peraturan tersebut, terutama masalah pencegahan.

Politisi Partai Amanat Nasional itu menjelaskan, selama ini tidak ada pasal yang melarang orang yang berlatih untuk tindakan terorisme. Menurutnya, tidak adanya dasar hukum itulah yang menyebabkan banyaknya warga Indonesia yang pergi ke luar negeri, termasuk ke Suriah, untuk berlatih tindakan terorisme.

"Sepaham. Apakah melalui Perppu, apakah melalui revisi UU, karena revisi kan lama, perlu waktu. Kalau dianggap mendesak, banyak teror, bisa Perppu. Itu nanti Perppu itu jalan dan disahkan oleh DPR juga," ujar Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Sementara itu, Ade menyampaikan bahwa para anggota dewan di DPR menghargai pemerintah dan seluruh aparat keamanan yang sangat sigap dan cepat memberikan rasa nyaman pada masyarakat atas peristiwa teror pengeboman dan penembakan yang terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.

"Untuk UU (Antiterorisme), kami setuju untuk dilakukan revisi. Cuma kami juga memberikan pandangan bahwa revisi itu memerlukan waktu, karena memang prosedur dan tahapan-tahapan harus dilalui," ujar Ade.
Ia melanjutkan, "tetapi kami juga menyarankan, jika itu perlu waktu sementara, kita ada kegentingan, memaksa ya tidak apa-apa. Pemerintah bisa mengeluarkan Perppu mengenai itu," katanya.

Ade menyimpulkan, para anggota dewan setuju dengan gagasan sang kepala negara, namun jika memang peraturan tersebut harus direvisi, maka harus memperhatikan tenggat waktu yang diperlukan untuk memproses revisi tersebut.

"Jadi dua, revisi, kami setuju saja, cuma risikonya perlu waktu. Kalau mau cepat, Perppu juga enggak apa-apa. Yang jelas, dewan dua-duanya oke," ujarnya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER