Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak semua Anggota Komisi Hukum DPR sepakat dengan niat pembentukan panitia kerja (Panja) untuk mengawal dan mengawasi penanganan kasus dugaan pemufakatan jahat terkait perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung.
Legislator Partai Demokrat Ruhut Sitompul menilai wacana pembentukan Panja kasus 'papa minta saham' itu sebagai bentuk intervensi terhadap upaya penegakan hukum. Juru bicara partai berlambang mercy itu menyebut, wacana membentuk Panja Freeport bterlalu berlebihan.
"Lebay itu. Mereka semua membela (Setya) Novanto. Dari 50 orang di Komisi III, yang enggak setuju cuma aku sendiri. Karena aku selalu berjalan di jalan Tuhan," kata Ruhut di Gedung DPR, Kamis (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Setya Novanto kerap dikaitkan dalam kasus tersebut lantaran dia diduga turut terlibat dalam pertemuan ditemani pengusaha minyak Riza Chalid dengan Maroef Sjamsoeddin, yang kala itu menjabat sebagai Presiden Direktur Freeport. Rekaman percakapan mereka menjadi alat bukti yang diandalkan kejaksaan.
Penolakan Ruhut terhadap pembentukan Panja Freeport berseberangan dengan pimpinan Komisi Hukum Benny K Harman. Kolega Ruhut di Partai Demokrat itu merupakan salah seorang pengusul pembentukan Panja.
Ruhut kukuh beranggapan pembentukan Panja tidak dibutuhkan karena hanya akan memberi pengaruh dalam bentuk intervensi penegakan hukum. "Jadi Benny mau ngomong apa pun terserah. Harusnya serahkan saja ke lembaga penegak hukum. Kan sudah selesai ini," ujarnya.
Keputusan Komisi Hukum dalam membentuk Panja Freeport merupakan bagian dari catatan akhir rapat kerja komisi hukum DPR bersama Jaksa Agung Prasetyo pada Rabu (20/1) malam.
Ketua Komisi Hukum DPR Azis Syamsuddin mengatakan catatan tersebut merupakan hasil dari lobi fraksi-fraksi yang dilakukan pada Rabu siang. Politikus Golkar itu mengungkapan pembentukan Panja Freeport merupakan usul Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Benny K Harman.
Benny menjelaskan, Panja dibentuk untuk membantu Kejaksaan Agung dalam mengusut perkara yang diduga menjerat bekas Ketua DPR RI Setya Novanto.
Komisi Hukum menggambarkan kasus Freeport sebagai perkara yang dahsyat karena diduga melibatkan orang-orang penting di Indonesia, seperti Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkopolhukam Luhut Pandjaitan, Pengusaha Riza Chalid dan sejumlah ketua umum partai politik.
"Kami takut Jaksa Agung tidak cukup memiliki political capacity. Maka dibentuk Panja sehingga Jaksa Agung memiliki amunisi kuat untuk kasus ini," kata Benny, di ruang rapat komisi hukum DPR, Jakarta, Rabu (20/1).
Politikus Partai Demokrat itu menegaskan pembentukan Panja Freeport sepenuhnya untuk mendukung kinerja Kejaksaan Agung. "Jika politik kena angin di tengah jalan, hukumnya yang jalan. Kalau hukum yang kena angin, politiknya yang jalan," tuturnya.
Jaksa Agung Prasetyo sempat menyampaikan keberatannya atas catatan Komisi Hukum yang memutuskan pembentukan Panja Freeport.
Prasetyo berharap penanganan perkara yang diduga melibatkan Setya Novanto dapat dijaga dan berjalan sesuai dengan jalur hukum. Dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Setya Novanto secara hukum ditangani dan sedang diselidiki Kejaksaan Agung.
"Bagaimanapun ini lembaga penegakan hukum, saya rasa proses politik di sini sudah selesai dilakukan dengan adanya putusan MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan)," kata Prasetyo.
Prasetyo khawatir pembentukan Panja malah bakal memicu kembali penilaian negatif dari masyarakat terhadap parlemen. Menurutnya, pembentukan panja bisa dinilai sebagai bentuk intervensi ke aparat penegak hukum.
"Penegakan hukum tidak harus mendapatkan pengawasan seperti itu. Nanti pengawasan baru diputuskan di pengadilan. ‘Kan proses hukum seperti itu," ujarnya.
(rdk)