'UU Pilkada Runtuhkan Independensi KPU'

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2016 08:41 WIB
Pasal 9 huruf a UU Pilkada mengharuskan KPU berkonsultasi dengan DPR dan keputusannya mengikat. Kebebasan KPU dapat diruntuhkan.
Komisioner KPU menguggat UU Pilkada ke MK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan uji materi atau judicial review Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. Aturan yang diuji adalah Pasal 9 huruf a.

Pasal itu mengharuskan KPU berkonsultasi dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR dan pemerintah. Keputusan dari hasil konsultasi itu pun bersifat mengikat.

Komisioner KPU Idha Budianti selaku pemohon mengatakan, ketentuan konsultasi dan keputusan yang mengikat dalam RDP sangat merugikan KPU. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU memiliki sifat nasional, tetap, dan mandiri. Aturan ini juga telah tercantum dalam Pasal 22 huruf e ayat 5 UUD 1945.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna mandiri dalam peraturan itu, kata dia, adalah kebebasan dari intervensi kekuasan baik pemerintah maupun pihak mana pun dalam mengambil keputusan.

"Sifat mandiri ini penting sehingga tidak akan terjadi konflik kepentingan nantinya," ujar Idha dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Sebagai lembaga independen, menurutnya, KPU memiliki otoritas penuh yang tidak dapat diintervensi lembaga lain termasuk DPR maupun pemerintah. Sementara aturan yang termuat dalam Pasal 9 huruf a secara potensial dianggap meruntuhkan independensi KPU.

Aturan dalam pasal tersebut, kata dia, juga memusatkan keterlibatan DPR dalam menentukan kewenangan KPU saat menyusun dan menetapkan peraturan. Pihaknya juga melihat banyak kepentingan yang memaksa KPU agar menindaklanjuti aturannya saat RDP.

Salah satu aturan itu adalah soal persyaratan cuti kampanye calon petahana. Idha mengatakan, pihak KPU dan DPR berdebat cukup alot terkait pembahasan tersebut.

Sejak awal, lanjutnya, KPU mengatur cuti petahana dalam bagian kampanye pilkada. Namun sebagian besar anggota DPR saat itu berpendapat, cuti petahana harus menjadi bagian dari persyaratan calon. Padahal jika aturan ini masuk dalam persyaratan calon, penolakan cuti akan menggugurkan petahana saat mendaftar pilkada.

"Kami merasa KPU itu sangat dituntun. Kami kehilangan kebebasan untuk mengelola penyelenggaran pemilu yang lebih baik di masa datang," katanya.

Berkaca pada periode pertama kepemimpinan KPU, saat itu tidak ada kewajiban KPU untuk melakukan konsultasi dengan DPR. Dia berharap MK menyatakan ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan yang mengikat.

Sementara itu komisioner KPU yang turut hadir dalam persidangan, Hadar Nafis Gumay meminta majelis hakim konstitusi untuk memprioritaskan gugatan. Sebab, mendekati waktu penetapan pasangan calon, KPU juga mesti mengubah sejumlah aturan jika permohonan tersebut dikabulkan.

Menanggapi hal itu, majelis hakim yang diketuai Anwar Usman mengatakan, lamanya waktu perkara di MK kembali lagi pada pihak pemohon. Pihaknya memberi jangka waktu dua minggu agar permohonan gugatan direvisi sesuai ketentuan dalam pengajuan gugatan di MK.

Sementara itu hakim anggota Aswanto meminta KPU memperbaiki kedudukan hukum atau legal standing dalam pengajuan gugatan. Sebab dalam berkas disebutkan bahwa permohonan diajukan Ketua KPU Juri Ardiantoro. Sedangkan KPU adalah lembaga yang selama ini menganut prinsip kolektif kolegial atau mengambil keputusan secara bersama-sama.

"Lebih baik semua komisioner menandatangani pengajuan permohonan. Kemudian kalau tidak bisa hadir bisa dikuasakan ke biro hukum KPU," ucapnya. (rel/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER