Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan penyedia jaringan transportasi Uber Technologies sedang berjuang mempertahankan agar layanannya tetap beroperasi di Taiwan setelah pihak berwenang setempat menyatakan perusahaan tersebut beroperasi secara ilegal.
Kementerian Perhubungan Taiwan menyatakan bahwa Uber melanggar undang-undang yang berlaku di sana karena mobil yang beroperasi tak memiliki izin layanan transportasi.
Kementerian Perhubungan juga sedang berdiskusi dengan Kementerian Perekonomian untuk mencabut pendaftaran bisnis Uber di Taiwan, karena perusahaan mempekerjakan pengemudi tanpa izin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kementerian telah berulang kali meminta Uber untuk menghentikan operasi ilegal dan mengajukan permohonan izin jasa transportasi, tapi sejauh ini pemerintah belum menerima aplikasi dari Uber," demikian isi penyataan pemerintah yang dirilis pada 18 Desember 2014.
Sejauh ini Uber belum dicegah beroperasi di Taiwan, namun perusahaan bakal dikenakan denda dan terus diawasi jika terus melanggar aturan.
Menurut laporan Reuters, pengemudi yang beroperasi tanpa izin bakal dikenakan denda sebesar US$ 4.826 atau sekitar Rp 200 juta.
Juru bicara Uber mengatakan mereka kecewa dengan kebijakan kementerian setempat karena perusahaan mengklaim telah mengikuti aturan yang ada.
"Kami telah terlibat banyak percakapan yang konstruktif dengan pemerintah daerah dan berharap untuk menemukan titik terang," kata juru bicara.
Selain di Taiwan, Uber juga sedang diawasi oleh pemerintah di Thailand, Vietnam, Singapura, hingga Spanyol. Bahkan, di negara asalnya, Amerika Serikat, Uber juga dianggap bermasalah oleh sejumlah negara bagian.
Perusahaan ini didirikan di San Francisco, California, oleh Travis Kalanick dan Garreth Camp pada 2009 silam. Dalam waktu singkat, Uber kini telah bernilai US$ 41,2 miliar.