YLKI : Perkara Uber Credit Pengguna Bisa Masuk Ranah Pidana

Eka Santhika | CNN Indonesia
Senin, 09 Apr 2018 11:05 WIB
YLKI mengungkap bahwa perkara Uber yang tak memberi kepastian kepada pelanggan terkait Uber Credits mereka bisa masuk ranah pidana.
Ilustrasi pemakaian aplikasi Uber (REUTERS/Shannon Stapleton)
Jakarta, CNN Indonesia -- YLKI meminta Uber memberikan informasi ke publik terkait status Uber Credit para penggunanya secara terbuka. Sebab, jika tak diselesaikan, maka kasus Uber Credit konsumen ini bisa masuk ranah pidana.

"Uber Credit hak konsumen yang harus dikembalikan ke konsumen jika tidak maka ini bisa masuk ranah pidana," tutur Sularsi, Divisi Pengaduan dan Hukum YLKI, saat dihubungi via pesan teks, Senin (9/4).

Lebih lanjut, Sularsi menyebut Uber Credit tersebut harus dikembalikan ke pengguna. Solusi lain adalah memindahkan Uber Credit ke Grab sehingga konsumen bisa menggunakannya lebih lanjut. Jika konsumen tak ingin menggunakan Uber atau Grab, maka Uber Credit tersebut menurutnya tetap harus dikembalikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab, pengembalian Uber Credit ini menurut Sularsi terkait dengan pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 4 ayat e dan h.

Dalam pasal e disebutkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sementara pasal h disebutkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Senada dengan Sularsi, Nurul Yakin Setyabudi, Koordinator Komisi Kerjasama dan Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) juga mengungkap pihaknya bersedia melakukan mediasi pihak terkait jika ada keluhan dari pelanggan. Keluhan tersebut juga menurutnya bisa dieskalasi ke aparat hukum bila ada indikasi tindak pelanggaran atau melawan hukum.


Beri pengumuman

Selain itu, Sularsi juga menyebut bahwa Uber semestinya memberikan pengumuman terkait status Uber Credit penggunanya.

"Terkait Uber telah diakuisisi dengan Grab, maka tanggung jawab pindah ke Grab. Untuk utang, kembali kepada perjanjian Uber dan Grab. Namun Uber yang bertanggung jawab menginformasikan ke konsumen dan bagaimana mekanismenya," jelasnya.

Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Nurul, "semestinya Uber menyelesaikan piutang Credit yang dimiliki Konsumen atau mengalihkan ke Grab sebagai pemilik baru."

Pasca pengumuman akuisisi Uber oleh Grab di Asia Tenggara dan dinonaktifkannya aplikasi Uber mulai tanggal 8 April 2018, Uber tak memberi kejelasan kepada pengguna terkait Uber Credit mereka.

Pertanyaan yang dilayangkan pelanggan ke akun resmi Uber pun tak beroleh jawaban. Saat dihubungi beberapa waktu lalu, pihak Uber sendiri belum berkomentar terkait hal ini. (eks)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER