Jakarta, CNN Indonesia --
Ponsel ilegal (
black market) memang menawarkan harga miring yang menggiurkan, tapi di sisi lain ada efek samping yang perlu dipertimbangkan ketika membeli ponsel-ponsel ini.
Mulai dari kondisi ponsel yang tidak prima, rawan rusak, aksesoris produk yang tidak lengkap, hingga seringnya muncul iklan yang mengganggu kenyamanan pemakaian akibat ponsel ditanam sistem operasi yang sudah ditanam
adware.
Adware adalah
malware advertisng, yaitu
software berbahaya untuk memunculkan iklan.
Kepada
CNNIndonesia, seorang pembeli di pusat perbelanjaan elektronik, Puspita mengaku sempat tergiur dengan ponsel selundupan. Pada 2016, ia membeli ponsel iPhone 6S 32 GB
refurbish lantaran harganya lebih miring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, ponsel besutan Apple itu masih dibanderol Rp15 juta. Sementara harga iPhone 6S yang dijual oleh toko daring itu lebih murah sekitar Rp3 juta dibandingkan yang dijual di iBox.
Awalnya ia sempat ingin membeli iPhone di iBox yang merupakan distributor resmi. Akan tetapi keinginan membeli di toko resmi itu sirna setelah ia melihat seorang artis Instagram mempromosikan iPhone 6S dengan harga miring.
"Awalnya saya tertarik beli di iBox, tapi sebagai pengguna media sosial, saya lihat salah satu Instagram artis. Dia selalu
endorse barang-barang bagus, salah satunya ada toko yang jual iPhone. Sebagai orang awam saya tidak pernah beli elektronik di media sosial, ya tertarik," kata Puspita kepada
CNNIndonesia.com di ITC Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (23/1).
Singkat cerita Puspita akhirnya membeli iPhone 6S refurbished di toko tersebut karena percaya dengan si artis. Ia pun telah memilih berbagai video serta deskripsi produk oleh toko daring tersebut. Puspita mengatakan ponsel iPhone 6S
refurbished yang ia beli lebih murah Rp8 juta dibandingkan yang dijual di iBox. Proses pengirimannya yakni dengan cara
cash on delivery (COD).
Setelah dibawa ke rumah, Puspita bercerita menemukan kecacatan berupa lecet di tombol
home. Padahal si penjual telah menekankan bahwa ponsel
refurbished ini memiliki kualitas yang sama dengan yang baru.
"Ketika sampai rumah, saya cek lagi ada baret juga di tombol
home. Kemudian saya tanya lagi, terus akhirnya saya minta ganti lagi. Di situ dia cerita ini ponsel refurbished jadi pasti akan ada cacatnya dikit," kata Puspita.
Kemudian si penjual menukar dengan kondisi yang lebih bagus ke Puspita. Puspita kemudian mencatat kekurangan performa kamera belakang iPhone 6S ilegal dibandingkan iPhone 6S resmi.
"Setelah dibandingkan dengan iPhone resmi yang beda adalah kamera belakang agak lebih gelap. Kurang terang dengan tingkat keterangan layar yang sama dengan iPhone resmi," ujarnya.
Tak lama setelah memperoleh ponsel yang baru, Puspita juga menemukan kendala di ponsel yang baru ini. Ia mengatakan baterai ponselnya terlalu cepat habis. Dalam waktu kurang dari 6 jam, baterainya langsung mati.
"Kemudian saya komplain soal baterai itu kemudian penjual bilang mau ditukar lagi, soalnya percuma saya bilang bayar sekian juta tapi tidak bisa dipakai," kata Puspita.
Beberapa bulan kemudian, iPhone 6S refurbished Puspita kembali mengalami kendala. Kali ini daya baterai kembali menjadi masalah. Puspita kemudian menyerah dan berinisiatif untuk membetulkan ponselnya ke tempat servis resmi di daerah Karawaci, Tangerang.
"Akhirnya saat itu saya percuma mau tukar tukar lagi. Pasti ada cacatnya tiap ganti, ada lecet di home, cacat baterai, kemudian mau ganti apa lagi pasti ada kekurangan lagi," tutur Puspita.
Hal serupa dialami Faisal, seorang pembeli lain yang menyebut pernah membeli ponsel black market.
"Harga miring memang menarik, tapi memang tak awet, dan (apalagi kalau) nantinya ada IMEI," ujarnya.
Ponsel yang dia beli saat itu memiliki berbagai kendala seperti kamera dan baterai. Ia pun menemukan ada lecet di beberapa bagian ponsel. Akhirnya ia menyadari bahwa lebih baik beli di distributor resmi.
"Minusnya, barang barang itu risiko pembeli. Kalau mau aman beli di distributor resmi, tapi kalau murah di tempat lain. Saya lebih baik membeli distributor resmi. Harga tidak membohongi kualitas," ujarnya.
Sehubungan dengan adanya rencana pemerintah untuk menerapkan regulasi International Mobile Equipment Identity (IMEI), maka Faisal menyarakankan lebih baik membeli ponsel dari distributor resmi yang ditunjuk produsen ponsel seperti PT. Bintang Cemerlang, PT Teletama Artha Mandiri (TAM), Bangun Persada Tata Makmur (BPTM), PT Setia Utama Distrindo (SUD) , dan PT Trikomsel Surya Citra Multimedia (SCM).
Selain itu, ponsel-ponsel ilegal juga tidak menjamin keaslian dan kelengkapan aksesoris pada ponsel yang mereka jual. Hal ini seperti diungkap Mundri, seorang karyawan swasta yang juga membeli ponsel ilegal di salah satu pusat perbelanjaan elektronik di Jakarta.
Ia mengaku tertarik dengan Xiaomi Redmi 5 karena menurutnya ponsel cocok dari segi spesifikasi dan dengan harga. Namun, saat mencari ke salah satu pusat perbelanjaan elektronik, ia mengaku tak dapat ponsel dengan garansi TAM. Ia lantas membeli produk ilegal yang lebih murah sekitar Rp300 ribu. Namun, belakangan ia menyadari kalau isi dus ponsel tersebut tidak lengkap.
"HP yang saya beli tidak dapat kepala charger, kalau yang garansi TAM dapat," keluhnya saat ditemui CNNIndonesia.com, Senin (28/1).
Selain itu, Mundri juga mengutarakan pembeli mesti berhati-hati ketika membeli ponsel ilegal. Pasalnya, tak jarang ponsel yang dijual lebih murah itu menggunakan custom ROM palsu yang sudah ditanam malware didalamnya.
Pada ponsel Android, biasanya produsen membuat custom ROM, yaitu firmware yang mereka buat sendiri agar tampilan antarmuka dan pengalaman penggunaan (
user interface dan
user experience) ponsel mereka berbeda dari produsen Android lainnya.
Custom ROM ini biasanya diberi nama sendiri oleh produsen, seperti MIUI untuk Xiaomi, One UI dari Samsung, dan Zen UI untuk Asus.
Berdasarkan keterangan di laman komunitas Xiaomi, jika ponsel sering memunculakn iklan tiba-tiba, bisa jadi ROM ponsel itu palsu. Iklan ini akan memberikan pendapatan bagi pembuat malware, sementara kuota pengguna bisa lebih cepat terkuras.
Ciri lain adalah tidak bisa melakukan pembaruan
custom ROM. Sehingga, pengguna akan terjebak pada seri ROM yang itu-itu saja. Menurut Mundri, pada perangkat Xiaomi selundupan, terdapat nomer seri ROM tertentu yang diindikasikan sebagai ROM palsu.
"Kalau
nggak salah, MIUI yang seri 7 itu yang palsu dan tidak bisa di-
upgrade," jelasnya.
Ciri lain adalah aplikasi bawaan ROM itu sering bermasalah. Aplikasi kerap buka-tutup sendiri dan sulit untuk dilepas (
uninstal) dari perangkat.