Selama studi kurang lebih 10 tahun di negeri sakura itu, ia mengaku belum pernah pulang ke kampung halamanya pada musim libur atau pada momen hari besar seperti lebaran. Ia mengaku biasa menghabiskan waktu liburnya untuk backpackers ke beberapa negara maju, untuk menambah relasi dan pengalaman di negara lain.
"Saya selama 10 tahun itu enggak pernah pulang, jadi saya kalau libur saya minta izin ke orangtua saya untuk backpaker ke berbagai negara. Karena saya mau cari wawasan, bagaimana kehidupan di negara lain," katanya.
Walaupun asik menempuh studi di Jepang, Laksana sempat terombang-ambing dalam ketidakjelasan melanjutkan studi. Usai ia lulus S1 di program studi fisika, ia belum mendapatkan kepastian dari pemerintah Indonesia apakah dirinya mendapatkan beasiswa untuk lanjut S2 hingga S3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai akhirnya ia harus bekerja paruh waktu di perusahaan kayu, hingga sempat menjadi petugas di pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan atau yang dikenal SPBU di Jepang untuk menyambung hidup dan juga disisihkan untuk biaya kuliah S2.
Sampai akhirnya ia resmi mendapat beasiswa dari pemerintah Jepang, untuk menempuh studi hingga mendapat gelar Doktor.
"Ya saya akhirnya bekerja di sana. Itu hal biasa lah bagi mahasiswa yang merantau di negeri orang untuk nambah uang saku sembari liburan. Makanya saya cari duit dulu paling enggak buat bayar semesteran kuliah," ujarnya.
Laksana menjelaskan, sosok yang membawanya menjadi peneliti hingga akhirnya menduduki jabatan tertinggi di lembaga penelitian, ialah almarhum BJ Habibie.
Ia melihat sosok BJ Habibie meruypakan tokoh periset yang mumpuni. Jadi, tak ayal sosok presiden ke-7 RI itu juga menjadi inspirasi di kalangan remaja saat itu, termasuk Laksana.
"Kalau anak zaman saya itu banyak terinspirasi oleh pak Habibie. Jadi pda saat itu banyak yang terinspirasi, termasuk saya juga," pungkasnya.
Ia menuturkan, ispirasi kepada BJ Habibi itu membuat ia termotivasi untuk kepo terhadap dunia penelitian. Hingga akhirnya ia memilih untuk daftar beasiswa yang programnya diusung oleh Menristek kala itu.
Usai menyelesaikan pendidikan tingginya, LTH melanjutkan karier sebagai peneliti di pusat lembaga-lembaga penelitian negara Eropa seperti di Italia dan Jerman sebagai peneliti di bidang fisika teori. Ia menuturkan, fokus penelitiannya yakni pada fenomena-fenomena di fisika energi tinggi.
Ia menambahkan fisika energi tinggi itu merupakan ilmu yang berupaya memahami materi pembentuk berbagai material yang ada di dunia ini, seperti melihat interaksi antara partikel elektron dengan partikel yang lain hingga melakukan kajian teoritis terkait hal-hal tersebut.
Modal bekerja di beberapa negara itulah yang menjadi modal baginya dalam merombak manajemen yang ada di LIPI sejak tahun 2018 hingga 2021. Karena, kata dia, untuk memaksimalkan penelitian di suatu negara penting untuk memerhatikan tiga aspek yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, infrastuktur dan anggaran.
Hal itulah yang dinilai dapat membenahi sekelumit problem yang kerap terjadi di lembaga riset di Indonesia.
"Komplenya [peneliti] itu masalah infrastruktur, gaji kecil. Tapi kalau sekarang di LIPI gaji kecil sudah tidak menjadi isu. Infrastruktur kita perbaikin total, kemudian mekanisme manajemen riset juga kita ubah total. Pola itu yang saya extend ke BRIN," pungkasnya.