ANALISIS

PSE Kominfo Buat Kepentingan Siapa?

CNN Indonesia
Kamis, 04 Agu 2022 07:00 WIB
Aturan PSE dinilai merugikan banyak warga pengguna platform digital. Pertanyaan pun mengemuka; aturan ini untuk kepentingan siapa sebenarnya?
Ilustrasi. Para PSE global turut terdampak oleh Permenkominfo 5/2020. (Foto: AFP PHOTO / EMMANUEL DUNAND AND LOIC VENANCE)

Alih-alih melindungi data pribadi, Pingkan menilai Permenkominfo tersebut mengikat platform untuk membuka dan menyerahkan akses data dan juga sistemnya kepada pemerintah.

"Kebijakan ini perlu dievaluasi, apakah memang pemerintah sudah bisa menyediakan perlindungan terhadap data yang memadai dan menjamin kerahasiaannya," jelas dia, dalam keterangan tertulis.

Pasal 21 Permenkominfo 5/2020 menyatakan bahwa PSE Lingkup Privat wajib memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau Data Elektronik kepada:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(a) kementerian atau lembaga dalam rangka pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(b) APH dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3 ayat (4) butir (i), menyebutkan setiap PSE Lingkup Privat wajib melampirkan surat keterangan yang menyatakan bahwa mereka menjamin dan melaksanakan kewajiban pemberian akses terhadap Sistem Elektronik dan Data Elektronik dalam rangka memastikan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, di dalam dokumen pendaftaran wajibnya.

Penelitian CIPS menyimpulkan bahwa akses ke sistem milik PSE Lingkup Privat belum tentu pilihan terbaik dan pilihan ini harus diambil sebagai upaya terakhir setelah semua tindakan mitigasi keamanan informasi dilakukan.

Pakar keamanan siber sekaligus pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto menilai Permenkominfo tersebut mengancam privasi pengguna platform lantaran sejumlah pasal karetnya.

"Jika platform ini ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri dan privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam," ujar Teguh lewat akun kicauan di Twitter, Sabtu (17/6).

Pasal-pasal karet itu yakni pasal 9 ayat (3) dan (4) serta pasal 14 ayat (3) karena mengandung frasa "meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum". Sementara, Permenkominfo itu tak memuat penjelasan frasa itu.

"Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka (Pemerintah) tinggal jawab, mengganggu ketertiban umum," ungkapnya.

Dia menilai Pemerintah merancang pasal karet itu dengan tujuan agar bisa melakukan sensor konten.

"Apa jaminannya bahwa [peraturan] ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Enggak ada kan?" cetus Teguh.

Di pihak lain, Kepala Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja menilai aturan PSE Kominfo ini tak mengekang kebebasan berekspresi.

"Itu salah. Di mana ada syarat yang menyatakan bahwa itu akan dibatasi? Kecuali ada kewajiban pelanggaran pidana. Kalau ada indikasi pelanggaran hukum itu yang masuk kesana apart hukum. Semua bermain dalam kerangka penegakan hukum," ujar dia, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/8).

Menurutnya, pemerintah tidak bisa serta merta meminta data kepada PSE tanpa persetujuan dan surat resmi. Bahkan, developer juga berhak menolak memberikan informasi penggunanya.

"Itukan semua ada aturan hukum enggak bisa sebagai penegak hukum dateng ke WhatsApp minta data," lanjut dia.

Ardi juga menyebut Permenkominfo 5/2020 ini selaras dengan RUU PDP, dengan alasan perundangan tersebut melindungi isi data yang dihimpun oleh aturan PSE.

"Sekarang kita mau ngatur PSE, gimana caranya kalau PSE itu kita enggak tahu di mana? Sekarang itu baru pendaftaran kan, tidak ada kewajiban membayar biaya dalam pendaftaran itu," ucapnya.

Respons Kominfo di halaman berikutnya...

Respons Kominfo soal Kritik terhadap PSE

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER