Jakarta, CNN Indonesia -- Tawaran investasi proyek infrastruktur yang ditawarkan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama lima tahun ke depan, dianggap kurang menarik oleh para pengusaha asal Uni Eropa yang tergabung dalam European Business Chamber of Commerce in Indonesia. Para pengusaha Uni Eropa lebih memilih untuk meningkatkan investasinya di sektor manufaktur yang dinilai lebih menjanjikan.
“Investor Uni Eropa sangat tertarik untuk melakukan ekspansi sektor manufaktur di Indonesia karena penciptaan
value added disini bisa lebih besar dibanding negara-negara ASEAN lainnya,” ujar Jakob Sorensen, Ketua European Business Chamber of Commerce in Indonesia, di Jakarta, Rabu (19/11). Nilai tambah tersebut menurut Sorensen berasal dari potensi pasar yang besar dan potensi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia sehingga memudahkan pemasaran produk manufaktur.
Menurut Sorensen, jenis manufaktur yang diinginkan Uni Eropa untuk berinvestasi adalah jenis
common goods karena bisa menyerap tenaga kerja yang banyak. Seperti misalnya otomotif, agrikultur, produk-produk farmasi, serta energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sorensen menambahkan agar nilai investasi perusahaan-perusahaan Uni Eropa dapat terus meningkat, pemerintah perlu meningkatkan pembangunan infrastruktur. "Sebenarnya investor-investor Uni Eropa ingin membangun industri jenis apa saja, asal sarana pendukungnya jelas. Energi harus tersedia, jalur distribusi seperti bandara dan pelabuhan harus tersedia,” kata Sorensen.
Investasi Uni Eropa di Indonesia masih kurang aktif dibandingkan dengan situasi perdagangannya. Tercatat pada tahun 2013, nilai investasi yang ditanamkan negara-negara Uni Eropa di Indonesia mencapai angka US$ 2,4 miliar. Sedangkan dari tahun 2004 - 2011, Indonesia hanya menerima 12 persen dari total investasi Uni Eropa ke ASEAN atau 0,4 persen dari total FDI Uni Eropa ke Dunia. Diestimasikan 1,1 juta pekerjaan diciptakan dari perusahaan-perusahaan Eropa.
Sementara itu dari segi perdagangan, Indonesia selalu melakukan ekspor lebih besar daripada impor terhadap Uni Eropa dimana pertukaran barang dan jasa tersebut mencapai 24 miliar Euro, dan menghasilkan surplus sebesar 4,6 miliar Euro bagi Indonesia.