Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar 30 persen membuat pelaku industri makanan dan minuman meningkatkan harga jual produknya sekitar 3 persen. Harga produk makanan dan minuman tersebut masih berpeluang naik hingga 10 persen pada tahun depan seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah dan kenaikan upah buruh.
"Saya memperkirakan naik 2 hingga 3 persen dan yang pasti naik itu harga barang industri makanan dan minuman. Kalau untuk barang-barang yang permintaannya segitu-segitu saja, harganya susah naik karena stoknya juga masih banyak" ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta, Rabu (19/11).
Estimasi tersebut, kata Sofjan, merupakan kisaran kenaikan yang disarankan asosiasi terhadap pelaku industri di Tanah Air. Menurutnya, hal itu telah mempertimbangkan faktor daya beli masyarakat yang menurun serta meningkatnya harga-harga faktor produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ekonominya sedang dalam keadaan menurun, maka kita juga produksinya jangan mahal-mahal. Kalau mahal-mahal, siapa yang mau beli? Tapi ya mau tidak mau harga barang-barang juga naik di semua sektor" katanya.
Menurut Sofjan, kenaikan harga BBM bersubsidi otomatis menyebabkan harga faktor produksi meningkat, khususnya melalui jalur Upah Minimum Provinsi (UMP). Namun, Sofjan mengatakan bahwa pihaknya masih perlu waktu tiga sampai empat bulan ke depan untuk memperhitungkan dampak kenaikan UMP terhadap biaya produksi.
"Perkiraan kita sih upah pekerja di semua sektor naik lima persen kecuali di sektor makanan dan minuman karena mereka sudah naikkan upah sebelum harga BBM Bersubsidi naik" tambahnya.
Pada kesmepatanyang sama, Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi hanya berkontribusi sekitar 1 persen terhadap meningkatnya harga-harga barang. "Jadi kontribusi biaya distribusi terhadap total harga barang kan hanya 2 hingga 5 persen, sedangkan komponen biaya bahan bakar minyak kan hanya 30 persen dari besaran 2 persen biaya distribusi itu, jadi kalau dihitung-hitung ya kenaikannya hanya berdampak satu persen" jelasnya.
Kendati demikian, Franky mengatakan pihaknya tetap akan merekomendasikan kenaikan harga produk makanan dan minuman pada tahun depan dengan pertimbangan kenaikan UMP, kenaikan BI Rate, serta depresiasi Rupiah. Faktor kurs menjadi pertimbangan utama mengingat mengingat 60 persen hingga 80 persen bahan baku industri dibeli dari luar negeri menggunakan dolar Amerika Serikat.
"Kenaikan harga barang kita di awal tahun depan bukan karena kenaikan harga BBM, tapi karena kurs mata uang yang melemah dan upah minimum regional yang meningkat. Kita prediksi kenaikan harganya bisa mencapai 5 hingga 10 persen akibat dua faktor ini" terang Franky.