Jakarta, CNN Indonesia -- PT Adhi Karya Tbk (ADHI) kontraktor yang dipercaya Lion Group mengembangkan Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur belum juga mengerjakan proyek yang rencananya bisa mulai dikerjakan bulan ini. Mundurnya jadwal pengerjaan proyek tersebut disebabkan oleh belum dikantonginya izin pengembangan Halim dari pemerintah.
“Menurut info dari Lion, mereka akan tuntaskan
legal standing-nya pada November ini. Kemudian pada minggu pertama Desember 2014, diharapkan kami bisa mulai melakukan desain dan pembangunan terminal,” ujar Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan kepada CNN Indonesia, Selasa (25/11).
Kiswodarmawan enggan menjelaskan lebih lanjut apakah mundurnya waktu pengerjaan Halim akan berdampak signifikan pada target penyelesaian pengembangan bandara tersebut. Awalnya Lion Group menargetkan pengembangan Halim bisa selesai dalam waktu 9 bulan, atau selesai pada Agustus 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 14 Oktober 2014 lalu, Lion Group mengumumkan telah menyiapkan dana sebesar Rp 5 triliun untuk mengembangkan Bandara Halim seluas 21 hektar sehingga mampu menampung pergerakan penumpang 11,5 juta per tahun dari kapasitas saat ini hanya 1,9 juta penumpang per tahun. Edward Sirait, Direktur Umum Lion mengatakan rencana pengembangan Halim akan dilakukan oleh anak usaha perseroan yaitu PT Angkasa Transportindo Selaras bekerjasama dengan Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau) dengan komposisi kepemilikan saham 80-20 persen.
Menurut Edward, Lion telah memiliki perjanjian kerjasama pemanfaatan lahan Halim seluas 21 hektare dengan Inkopau yang dibuat 2006 lalu dan berlaku selama 25 tahun atau sampai 2031. Sebagai kontraktor pengembangan tersebut, Adhi Karya tidak hanya akan membangun kapasitas terminal penumpang, tetapi juga akan menambahkan business center, masjid, hotel, ruang MICE, taxi way, serta apron dan 17 garbarata yang akan menghubungkan pesawat dengan terminal. Lion juga meminta Adhi Karya membangun monorail yang terhubung dengan stasiun Dukuh Atas yang diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp 3 triliun dari total Rp 5 triliun proyek pengembangan Halim tersebut.
Terkendala IzinNamun, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim memastikan tidak pernah ada perjanjian kerjasama yang dibuat pada 2005 antara Inkopau dengan Lion untuk mengembangkan Halim. Chappy yang menjabat sebagai KSAU pada 2002 sampai 2005 sehingga mengetahui seluruh perjanjian yang dibuat ketika itu.
"Sampai detik ini tidak pernah ada itu kesepakatan kerjasama untuk mengizinkan perusahaan manapun merombak Halim Perdanakusuma," ujar Chappy, Oktober lalu.
Menurut Chappy, pada 2005 INKOPAU memang membuat kerjasama dengan Lion Group untuk mengelola Halim beserta fasilitas pendukungnya. Penelusuran yang dilakukan CNN Indonesia, perjanjian kerjasama tersebut dibuat INKOPAU pada 24 Februari 2005 dengan PT Wings Abadi (salah satu anak perusahaan Lion Group yang mengoperasikan Wings Air) dan tertuang dalam surat Sperjan/10-09/03/01/Inkopau Nomor: 003/JT-WON/PKS/II/2005.
"Tetapi bukan berarti Lion berhak untuk membongkar bandara yang sudah ada seperti yang disampaikan di media massa. Kalau sampai ada buldozer turun, saya akan teriak," tegas Chappy.
Dia berpendapat Mahkamah Agung yang memutuskan PT Angkasa Pura II (Persero) harus angkat kaki sebagai operator Halim tidak memahami duduk perkara yang sesungguhnya. Menurut Chappy, siapapun bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Namun sayangnya, majelis hakim Mahkamah Agung tidak memahami bahwa wewenang untuk menyerahkan penglolaan bandara tidak hanya berada ditangan INKOPAU.
"Siapa yang berhak mengelola dan mengembangkan aset negara itu bukan hanya berdasarkan kesepakatan antara Inkopau dengan Lion saja. Aset negara dikuasai Kementerian Keuangan, urusan penerbangan sipil di urus Kementerian Perhubungan, penerbangan sipil oleh Kementerian Pertahanan, penggunaan tanah ke Badan Pertanahan Negara, dan sebagainya," kata Chappy.
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri juga memastikan instansinya belum pernah memberikan izin kepada Lion Group untuk mengelola Halim. Chatib memastikan sudah memeriksa hal tersebut kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mengurusi semua aset negara termasuk Halim dan mendapatkan kepastian izin tersebut tidak pernah ada.
"Intinya Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum pernah menerbitkan izin itu," ujar Chatib ketika itu.