Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat ekonomi yang juga Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menilai pemerintah ceroboh jika dalam waktu dekat memutuskan akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Faisal menyebut penurunan harga minyak dunia sifatnya sementara dan sewaktu-waktu bisa kembali naik.
“Pemerintah mengatakan mau menurunkan harga BBM semalam. Seharusnya jangan terlena dan reaktif seperti itu. Karena kita kan mau memulai skema subsidi baru (tetap), sehingga tidak terombang-ambing dengan perubahan harga minyak global,” ujar Faisal di Jakarta, Kamis (4/12).
Tadi malam, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pemerintah saat ini tengah menyiapkan skenario penurunan harga BBM apabila harga minyak dunia masih berada di level rendah selama dua bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam rapat akan dibahas proyeksi harga BBM ke depan dan harga minyak dunia sehingga dengan begitu kita sudah ada antisipasi. Kalau harga naik lagi, pemerintah akan ambil kebijakan yang tepat,” kata Sofyan, di Kementerian Keuangan semalam. (Baca:
Pemerintah Siapkan Skenario Penurunan Harga BBM)
Terkait penerapan kebijakan subsidi tetap, sebelumnya Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan menerapkan kebijakan tersebut mulai tahun depan. Dengan demikian harga jual BBM bersubsidi sewaktu-waktu bisa naik atau turun mengikuti tren harga minyak dunia.
"Dalam konsep ini, besaran subsidi akan dipatok per liter BBM. Jadi tidak seperti saat ini dimana harga jual BBM bersubsidi yang ditetapkan fixed pada suatu harga tertentu," kata Bambang.
Dari sisi fiskal, kata Bambang, skema subsidi tetap akan membantu pemerintah mempermudah mengendalikan anggaran subsidi. Sebab, total belanja subsidi hanya akan bergantung pada volume konsumsi dan tidak dipengaruhi oleh perubahan atau volatilias faktor eksternal, seperti nilai tukar dan harga minyak.
Menurut Menkeu, salah satu yang menjadi faktor pendorong dilakukannya penyesuaian harga BBM bersubsidi baru-baru ini adalah beban belanja subsidi di APBN yang terus membengkak. Secara umum, Bambang Menilai belanja subsidi yang besar merupakan hal yang wajar bagi negara berkembang, namun yang menjadi tidak wajar adalah selama ini penyalurannya kurang tepat sasaran. (Baca: Menkeu:
Reformasi Subsidi BBM Berlanjut Tahun Depan)