INDUSTRI MIGAS

Asosiasi Perusahaan Migas Pesimis Capai Target Lifting 2015

CNN Indonesia
Selasa, 09 Des 2014 14:29 WIB
Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan produksi minyak nasional tahun depan yang realistis berada di angka 845 ribu barel per hari.
(ANTARA FOTO/HO/Usman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan realisasi produksi minyak nasional tahun depan berada di angka 845 ribu barel per hari (BPH). Perkiraan tersebut jauh di bawah target lifting minyak yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 900 ribu BPH.

"Ini sudah menghitung produksi Cepu yang mencapai 165 ribu BPH mulai tahun depan. Perkiraan ini sudah kami bicarakan dengan SKK Migas pekan lalu,” ujar Board of Director IPA Lukman Mahfoedz yang juga Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk di Jakarta, Selasa (9/12).

Berangkat dari proyeksi ini, Presiden IPA yang baru Craig Stewart berharap Pemerintah merealisasikan sejumlah program yang telah direncanakan demi menjaga angka produksi minyak nasional. Dua janji pemerintah yang harus direalisasikan adalah pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama tahap eksplorasi dan mempercepat diterbitkannya perizinan di industri tersebut. (Baca juga: Pemerintah Jamin Izin Migas Terbit Maksimal 7 Hari).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau Pemerintah bisa konsisten dengan rencananya, kami optimistis angka produksi tersebut bisa dicapai. Angka tersebut sudah menghitung decline rate yang terjadi di lapangan-lapangan yang ada," kata Stewart.

Sampai saat ini angka produksi minyak nasional diketahui berada di kisaran 807 ribu BPH atau masih berada dibawah target lifting APBN Perubahan 2014 di angka 818 ribu BPH.

Sebelumnya Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin memastikan Kementerian Keuangan telah setuju membebaskan pajak bumi dan bangunan (PBB) senilai Rp 3 triliun terhadap 22 blok eksplorasi migas.

Naryanto menilai kegiatan eksplorasi migas seharusnya masih berstatus bebas pajak, sebab proyek yang dikerjakan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) tersebut belum berproduksi dan belum memberi keuntungan.

Naryanto menjelaskan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan telah melakukan pertemuan pada akhir November 2014 dan telah disepakati penyesuaian atas pengenaan pajak tersebut. Menurutnya Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan surat terkait pembebasan pajak tersebut.

Pengenaan PBB pada tahap eksplorasi di wilayah kerja migas yang ditandatangani setelah tahun 2010 merupakan akibat dari pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasil Di Bidang Usaha Hulu Migas.

Pengenaan pajak ini menurut Lukman berdampak buruk terhadap iklim investasi. Karena menjadikan Indonesia satu-satunya negara yang mengenakan pajak pada masa eksplorasi. Jika kebijakan tersebut tetap diberlakukan, Lukman yakin 22 KKKS yang wilayah kerjanya dikenakan pajak eksplorasi tersebut, memilih untuk tidak melakukan kegiatan eksplorasi.

“Mereka menunggu penyelesaian masalah PBB tersebut dan hal ini tentu merugikan karena berarti tidak terjadi peningkatan cadangan migas. Jika eksplorasi turun, investor akan hengkang,” kata Lukman.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER