BKPM: Pemodal Tingkok dan Jepang Berebut Proyek Kereta Cepat

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 01 Apr 2015 18:09 WIB
Selama periode 2005-2014, realisasi investasi Tiongkok hanya 7 persen dari komitmen US$ 24,27 miliar, sedangkan Jepang 62 persen dari komitmen US$ 26,61 miliar.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla dan jajaran menteri Kabinet Kerja memberikan keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (22/3). Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang dan Tiongkok sebagai tindak lanjut pertemuan Presiden Joko Widodo dengan PM Jepang Shinzo Abe dan Presiden Tiongkok Xin Jinping beberapa waktu lalu guna meningkatkan kerjasama bilateral. Presiden Joko Widodo dijadwalkan tiba kembali di tanah air pada 29 Maret 2015. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengantongi komitmen investasi baru senilai US$ 24,9 miliar dari pemodal Tiongkok, yang membidik sejumlah proyek infrastruktur di Tanah Air. Angka ini memiliki proporsi sebesar 39,27 persen dari total minat investasi yang berhasil dijaring BKPM pasca lawatan ke Negeri Tirai Bambu pada pekan lalu.

"Kami kemarin berhasil menarik angka sebesar US$ 24,9 miliar dari Tiongkok, yang nantinya akan direalisasikan untuk proyek kelistrikan, pelabuhan, telekomunikasi, dan transportasi," tutur Kepala BKPM Franky Sibarani di Jakarta, Rabu (1/4).

Menurutnya, salah satu proyek yang yang sedang diminati investor Tiongkok antara lain dua proyek kereta cepat, yang salah satunya adalah rute Jakarta - Bandung. Nilai proyek tersebut ditaksir mencapai US$ 6,55 miliar. Sayangnya, Franky masih enggan membeberkan nama-nama investor Tiongkok yang berminat di sektor tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi sayangnya kami juga menerima minat yang sama dari Jepang. Jadi nanti kami akan membantu pemerintah untuk melihat mana yang paling feasible menjalankan proyek tersebut mengingat investor dari Jepang sudah menyelesaikan Feasibility Study (FS), sedangkan Tiongkok belum melakukannya," ujar Franky.

Frangky mengatakan dalam menentukan pemenang tender proyek kereta cepat, tak hanya kecepatan proses yang menjadi faktor utama. Faktor lain seperti tarif per kilometer yang nantinya dibebankan ke pengguna juga menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan pemenang tender.

"Kebetulan kedua negara tersebut belum melakukan studi mengenai besaran tarif per kilometer tersebut, jadi nanti kami minta mereka untuk melakukan hal tersebut. Harapannya tahun ini FS investor asal kedua negara sudah selesai dan realisasinya bisa dimulai tahun ini," tuturnya.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Jepang dikabarkan juga berminat untuk menjalankan proyek ini setelah Presiden Joko Widodo melakukan lawatannya ke Jepang. Padahal, pada Januari lalu Japan Bank for International Cooperations (JIBC) menyatakan bahwa Jepang sudah tidak tertarik lagi dengan proyek kereta cepat dengan rute Jakarta - Surabaya yang nilainya mencapai Rp 100 triliun.

BKPM mencatat rasio realisasi investasi asal Tiongkok selama periode 2005 - 2014 hanya 7 persen dari total komitmen US$ 24,27 miliar atau sebesar US$ 1,8 miliar.  Angka ini lebih kecil dibandingkan rasio realisasi Jepang, yang sebanyak US$ 16,6 miliar atau 62 persen dari total komitmen US$ 26,61 miliar. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER