Nusa Dua, CNN Indonesia -- Dalam International Student Energy Summit di Nusa Dua, Bali, Sri Mulyani Indrawati menyoroti krisis energi yang menyebabkan kemiskinan di berbagai belahan dunia. Menurut Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, sekitar satu dari tujuh orang atau sekitar 1,1 miliar orang di dunia belum memiliki akses terhadap listrik.
"Dan hampir 3 miliar orang masih memasak dengan bahan bakar yang menghasilkan polusi seperti minyak tanah, kayu, arang, dan kotoran hewan," ujar Sri Mulyani Indrawati, Kamis (11/6).
Krisis listrik, kata Sri Mulyani, berdampak luas terhadap ekonomi dan sosial masyarakat dunia, antara lain banyak ibu dan anak perempuan yang terpaksa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengambil air, klinik kesehatan tidak bisa menympan vaksin, anak-anak tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah di malam hari, pengusaha kurang kompetitif, dan negara tidak bisa menggerakan ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Afrika, tantangan sangat besar untuk menyediakan listrik. Misalnya di Ethiopia, dengan penduduk 91 juta orang, di mana 68 juta penduduk masih hidup dalam kegelapan," tuturnya.
Bahkan untuk negara-negara yang sudah memiliki akses listrik, Mantan Menteri Keuangan RI itu menilai pelayanannya belum cukup baik. Berdasarkan catatan Bank Dunia, katanya, satu dari tiga negara rata-rata mengalami pemadaman listrik 20 jam dalam sebulan.
"Bahkan ketika listrik tersedia, harganya sangat mahal. Banyak negara di Sub-Sahara Afrika, harga listriknya mencapai US$ 20-50 sen per Kwh. Sementara rata-rata (harga listrik) global tak sampai US$ 10 sen," tuturnya.
Pembangunan ekonomi yang infklusif, lanjut Sri Mulyani, adalah cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Namun, sebagian besar kegiatan ekonomi mustahil dilakukan tanpa tersedianya energi modern yang cukup, handal, dan memiliki harga yang kompetitif.
"Ketika kita tidak memiliki listrik, tidak akan ada mesih jahit atau mesin penggiling padi atau pompa untuk mengairi tanaman. Tanpa listrik, kita tidak bisa menjalankan usaha di malam hari dan nyaris tidak mungkin menarik usaha ke daerah kita yang dapat membuka lapangan kerja dan peluang bagi kaum muda seperti teman-teman semua," jelasnya.
Liberia, lanjut Sri Mulyani, menjadi contoh negara miskin yang hampir tidak teraliri listrik. Menurutnya, hanya sekitar dua persen penduduk yang mempunyai akses listrik memadai.
"Siapapun akan mengatakan bahwa tidak mungkin menciptakan pekerjaan dan peluang tanpa energi," ucapnya.
Dalam akhir pidatonya, Sri Mulyani menyimpulkan dua hal terkait kemiskinan energi dalam dua arti. Pertama, masyarakat miskin adalah yang terakhir memiliki akses listrik yang kemungkinan besar akan tetap miskin apabila terus tidak memiliki akses.
"Inilah mengapa akses kepada energi sangat penting dalam melawan kemiskinan," tuturnya.
(ags/gen)