Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Importir dan Distribusi Minuman Impor (APIDMI) menyiapkan strategi guna menyiasati pemberlakuan tarif bea masuk baru yang tercantum dalam Peraturan Menter Keuangan (PMK) Nomor 132/0.10/2015.
Salah satunya adalah dengan melakukan subsidi silang atas keuntungan lebih besar yang diperoleh dari penjualan minuman beralkohol kategori murah untuk menutupi tingginya bea masuk minuman yang lebih mahal.
Sekretaris Jenderal APIDMI Reimer Simorangkir menjelaskan aturan tarif impor baru untuk minuman beralkohol berpotensi menurunkan harga jual minuman beralkohol yang dikategorikan murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“(Besaran) kenaikan harga jual (minuman beralkohol) itu relatif tapi sekarang untuk minuman beralkohol murah yang kami impor itu lebih baik harganya. Ada sedikit penurunan, mungkin 5 sampai 10 persen,” kata Reimer kepada CNN Indonesia, Senin (27/7) malam.
Reimer menyebutkan minuman beralkohol murah yang dimaksud adalah yang harga beli impornya dibawah US$ 5 dolar per botol. Ia mencontohkan anggur (
wine) biasa masuk dalam kategori tersebut.
Lebih lanjut, Reimer mengungkapkan, sekitar 60-70 persen produk minuman beralkohol impor yang beredar di tanah air masuk ke dalam kategori murah. Importir bisa memperoleh harga murah untuk produk anggur karena membeli dalam jumlah banyak dari negara asal. Menurut Reimer selama ini tingginya harga jual minuman beralkohol impor di dalam negeri diakibatkan adanya komponen bea masuk, cukai, dan pajak.
Pertahankan HargaKendati tarif bea masuk impor baru yang tercantum dalam Peraturan Menter Keuangan (PMK) Nomor 132/0.10/2015 ini bisa menurunkan harga jual minuman beralkohol murah di dalam negeri, menurut Reimer, pedagang minuman beralkohol tidak akan menurunkan harga jual minuman beralkohol tersebut.
Pasalnya untuk minuman beralkohol kategori menengah ke atas (premium) harga jualnya di dalam negeri bisa naik signifikan mengingat Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk (
cost, insurance, freight/CIF/NDPBM) minuman beralkohol tidak lagi berdasarkan volume tetapi harga beli importir.
“Kita masih evaluasi lagi harga jualnya, (minuman beralkohol) yang murah-murah mungkin harganya ditetapkan sehingga bisa subsidi untuk yang kelas premium sehingga kenaikan (harganya) tidak terlalu besar,” tutur Reimer.
Apabila kenaikan harga minuman beralkohol premium terlalu besar maka disparitas harga dengan minuman beralkohol yang dijual di negara lain akan semakin tinggi. Akibatnya, minuman beralkohol yang diimpor secara ilegal bisa semakin banyak beredar dan makin dilirik oleh konsumen.
Sebagai informasi, dalam PMK Nomor 132/0.10/2015 besaran bea masuk minuman impor beralkohol adalah 90 – 150 persen dari NDPBM produk. Sebelumnya, besaran bea masuk ini tetap berdasarkan volume di kisaran Rp 55 ribu hingga Rp 125 ribu per liter.
Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebelumnya menjelaskan pemerintah telah mengubah mekanisme penetapan tarif bea masuk atas minuman beralkohol. Apabila sebelumnya penetapan tarif bea masuk menggunakan metode spesifik atau hanya berdasarkan volume minuman, maka sesuai PMK terbaru digunakan pola perhitungan ad valorum atau berdasarkan harga satuan barang.
Contohnya Whisky, Brandy dan Vodka, kata Heru, jika semula tarif bea masuknya sebesar Rp 125 ribu per liter, maka mulai saat ini dikenakan 150 persen dari harga dasar.
Sebagai ilustrasi, Heru mengatakan jika semisal harga satu botol Whisky ukuran 1 liter dibanderol dengan harga Rp 1 juta, dengan aturan bea masuk yang lama harganya menjadi Rp 1,125 juta per botol. Namun dengan sistem perhitungan yang baru, maka harga jualnya ditambah dengan bea masuk 150 persen menjadi Rp 2,5 juta per botol.
"Memang harganya akan menjadi naik, dengan aturan yang baru ini minuman yang harganya mahal akan menjadi lebih mahal lagi," ujar Heru saat dihubungi, Kamis (23/7).
Selain itu, lanjut Heru, minuman fermentasi sari buah seperti wine dengan kadar alkohol melebihi 15-25 persen juga dikenakan bea masuk sebesar 90 persen. Sebagai gambaran, jika satu botol wine Australia biasa dijual dengan harga Rp 1 juta per botol, maka dengan aturan yang baru harga wine tersebut bisa menjadi Rp 1,9 juta per botol.
Demikian pula dengan minuman dengan kadar alkohol di bawah 15 persen, seperti bir, juga dikenakan bea masuk 90 persen dari semula yang dikenakan tarif hanya Rp 14 ribu per liter. Dengan demikian, jika harga satu kaleng bir impor yang semula dibanderol dengan harga Rp 30 ribu per kaleng, kini naik menjadi Rp 57 ribu per kaleng.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perdagangan memberikan kuota impor minuman beralkohol sekitar 430 ribu karton untuk tahun ini. Angka tersebut turun 18,9 persen dari kuota impor minuman beralkohol tahun lalu yang mencapai 511 ribu karton.
(gen)