KPPU Ungkap Praktik Monopoli Bisnis Rumput Laut di NTT

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Rabu, 02 Sep 2015 23:11 WIB
KPPU menduga tata niaga rumput laut di wilayah Sumba Timur, NTT dikuasai oleh satu pelaku usaha yang menguasai penerimaan pasokan dan menjadi pembeli tunggal.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf (kiri). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bakal memeriksa lebih lanjut laporan dugaan praktik monopoli dalam tata niaga rumput laut di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelumnya temuan tersebut diungkapkan oleh Kantor Perwakilan Daerah (KPD) KPPU di Surabaya yang telah melakukan kajian dan menemukan bukti pendahuluan.

Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf menjelaskan berdasarkan laporan awal tersebut, KPPU menduga tata niaga rumput laut di wilayah Sumba Timur, NTT dikuasai oleh satu pelaku usaha yang menguasai penerimaan pasokan dan menjadi pembeli tunggal produk rumput laut.

Parahnya, perilaku dari pelaku usaha tersebut difasilitasi pula oleh izin yang ditandatangani oleh Kepala Badan Penanaman Modal dan Layanan Perizinan Kabupaten Sumba Timur, NTT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Atas temuan diatas, KPPU akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat
tersebut,” ujar Syarkawi melalui keterangan pers, tanpa menyebutkan identitas perusahaan yang dimaksud, Rabu (2/9).

Apabila terbukti terjadi pelanggaran, Syarkawi menegaskan KPPU akan mengambil tindakan dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukukan praktek monopoli serta memberikan saran dan pertimbangan terkait kebijakan yang memfasilitasi praktek monopoli dalam tata niaga rumput laut.

Syarkawi mengatakan, Indonesia merupakan salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia. Namun, sayangnya hal ini tidak membuat kondisi ekonomi dalam negeri bahkan kondisi nelayan mengalami peningkatan. Sebab mayoritas rumput laut masih diekspor dalam bentuk mentah, karena Indonesia belum mampu mengolahnya menjadi produk turunan seperti makanan, farmasi, kosmetik, dan produk olahan lainnya.

“Lebih dari 80 persen rumput laut Indonesia dialokasikan untuk kepentingan pasar ekspor ke China, Filipina, Korea Selatan, serta beberapa negara Uni Eropa,” ujarnya.

Menurut data sementara di Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi rumput laut nasional pada 2014 mencapai 10,2 juta ton yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Namun Syarkawi menyayangkan tingkat produksi yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan industri dalam negeri untuk mengolah rumput laut sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Ia menilai menjelang dimulainya kesepakatan kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia sebaiknya berbenah diri karena akan banyak investor asing yang memanfaatkan kondisi tersebut.

“Perlu kebijakan dari Pemerintah terkait produksi dan distribusi dari hulu hingga hilir. Tanpa adanya regulasi yang jelas, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi penyimpangan dan merugikan beberapa pihak terutama nelayan rumput laut yang posisinya berada di strata paling bawah jalur distribusi,” ujarnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER