Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas pasar modal Indonesia, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan jumlah perusahaan baru yang mencatatkan saham pada tahun depan minimal sebanyak 30 perseroan. Padahal tahun ini manajemen BEI sempat merevisi target
initial public offering (IPO) menjadi maksimal 22 emiten saja, turun dibanding target awal 2015 yang mencapai 32 emiten.
“Untuk tahun ini Insya Allah bisa sekitar 21-22 emiten yang
listing. Faktornya banyak hal secara total. Ada dari luar dan domestik,” ujar Tito Sulistio, Direktur Utama BEI di Jakarta, Senin (28/9)
Sementara, untuk tahun depan Tito optimistis mampu menjaring lebih banyak perusahaan untuk melantai di bursa. Pasalnya, ia menilai perbaikan penyerapan anggaran di akhir tahun ini bakal membuat situasi ekonomi lebih kondusif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Nanti setelah rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 28 Oktober 2015 baru saya kasih detailnya. Harus di atas 30 perusahaan,” jelasnya.
Tito mengaku telah menyiapkan beberapa strategi dan pendekatan untuk membuat perusahaan tertarik melantai di bursa. Salah satunya melakukan pembicaraan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kami sudah bicara dengan BUMN, minimal dua anak usahanya harus IPO. Tapi nanti dilihat lebih lanjut,” ungkapnya.
Tito memprediksi perbaikan kondisi akhir tahun ini karena beberapa faktor. Pertama, ia menilai penyerapan anggaran oleh pemerintah bakal menggenjot roda ekonomi jika bisa menembus angka 90 persen.
“Kedua, tolong Pilkada dijaga dengan baik. Ada perputaran uang sampai Rp 250 triliun di situ. Ketiga, saya berharap BI
rate (suku bunga acuan Bank Indonesia) bisa turun,” ujarnya.
BI rate lanjutnya diharapkan turun karena dengan perkiraan inflasi tahunan maksimal 5 persen, maka jarak 2,5 persen dengan BI
rate saat ini dinilainya terlampau lebar.
“Saya kan tidak bisa intervensi BI, itu kan independensi BI. Tapi kan kalau bisa ya diturunkan agar ekonomi bisa tumbuh,” jelasnya.
Keempat, lanjutnya, 75 persen perusahaan tercatat di BEI diprediksi masih membukukan laba dan kinerja yang positif. Hal itu dinilai bakal membuat investor masih tertarik untuk mengucurkan dananya di pasar modal.
“Kami juga sedang fokus untuk bagaimana caranya perusahaan Indonesia yang holdingnya asing mau IPO. Banyak perusahaan
natural resources yang beroperasi di Indonesia tapi
holding-nya asing,” jelas Tito.
Perubahan HargaLebih lanjut, Tito juga mengungkapkan pihaknya tengah memasuki proses usulan untuk mengubah aturan fraksi saham demi mengakomodasi pelaku pasar. Ia mengaku sedang menunggu keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Perubahan fraksi harga Insya Allah kita propose kembali ke 5 fraksi. Tapi detailnya kami belum bisa ngomong. Intinya bisa
trading daily dengan 1 poin, tapi di angka besar jangan terlalu spekulatif,” jelasnya.
Seperti diketahui, pada awal 2014, direksi BEI sebelumnya mengimplementasikan penurunan satuan perdagangan (lot
size). Saat ini, satu lot setara 100 lembar saham dari sebelumnya satu lot sama dengan 500 lembar saham. Perubahan tersebut termasuk perubahan fraksi dan kelompok harga yang disederhanakan dari lima kelompok menjadi tiga kelompok.
Tiga kelompok fraksi harga saham tersebut adalah kelompok pertama dengan harga di bawah Rp 500 memiliki perubahan harga (
tick price) per Rp 1 dengan pergerakan maksimal Rp 20.
Sementara kelompok kedua ditetapkan dengan harga antara Rp 500-Rp 5 ribu memiliki perubahan harga per Rp 5 dengan pergerakan maksimal Rp 100. Adapun kelompok ketiga dengan harga di atas Rp 5 ribu memiliki
tick price Rp 25 dengan pergerakan maksimal Rp 500.