Rupiah Terdepresiasi, Mendag Akui Daya Saing Industri Rendah

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 28 Sep 2015 16:55 WIB
Menurut Mendag Thomas Lembong lemahnya daya saing industri nasional menjadi akar permasalahan dalam menghadapi persaingan global.
Menurut Mendag Thomas Lembong lemahnya daya saing industri nasional menjadi akar permasalahan dalam menghadapi persaingan global. (CNN Indonesia/Resty Armenia).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong mengakui rendahnya daya saing ekspor produk Indonesia akibat nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kurs rupiah hari ini bertengger di level Rp 14.696 per dolar atau melemah dari penutupan akhir minggu lalu Rp 14.690 per dolar. Sementara itu, Bloomberg mencatat rupiah hingga tengah hari ini diperdagangkan di kisaran Rp 14.661-Rp 14.787,3 per dolar.

“Terus terang saja saya prihatin rupiah sudah Rp 14.700, ini sudah berbeda dengan kondisi yang sebelumnya atau kondisi normal,” kata Thomas di kantornya, Senin (28/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut mantan bos perusahaan pengelola investasi Quvat Management tersebut, depresiasi rupiah yang terjadi beberapa waktu terakhir mencerminkan kurangnya daya saing industri Tanah Air. Thomas tidak memungkiri, lemahnya daya saing industri nasional menjadi akar permasalahan dalam menghadapi persaingan global.

“Kenapa mata uang kita melemah terus karena memang itu yang harus terjadi untuk mengembalikan daya saing di pasar global. Kalau cost tidak bisa ditekan atau mutu tidak bisa kita tingkatkan, pasar akan menyesuaikan nilai tukar kita untuk mencerminkan bahwa kita memang tidak bisa bersaing,” tegas Thomas.

Sementara itu, adanya persaingan regional dan global merupakan risiko dari berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 1 Januari 2016 di mana Indonesia terlibat di dalamnya.

“Kenapa penyatuan atau integrasi MEA berisiko ya terus terang ujungnya sama juga dengan tren global yaitu persaingan global. Tentunya dengan dibukanya pasar, kita akan menghadapi persaingan-persaingan antar pelaku usaha di Asean,” ujarnya.

Oleh karenanya, Thomas mendorong pelaku usaha dalam negeri mau meningkatkan daya saing serta membekali diri dengan informasi terkait MEA. Hal itu, bisa membuat pelaku usaha menangkap peluang pasar sehingga bisa memaksimalkan manfaat integrasi MEA.

Menurutnya, meskipun mengandung risiko integrasi MEA bisa memperluas pasar sekaligus memperbesar perekonomian guna menghadapi raksasa ekonomi global seperti AS dan China.

“Kita sebagai masyarakat ASEAN populasinya mungkin 600 juta, 650 juta, perekonomian se-ASEAN nilainya mungkin US$ 2,5 triliun–Rp 3 triliun. Jadi buat saya sangat jelas sekali bahwa kalau kita bisa bersinergi, berkoordinasi dengan ASEAN (dalam) menghadapi dunia dan menghadapi tren-tren (ekonomi global) sebagai asean kita akan lebih kuat daripada misalnya kita menghadapinya sebagai Indonesia atau kita menghadapinya sebagai Malaysia atau kita mengadapinya sebagai Singapura,” ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER